Dua anggota Satlantas Polres Kupang,
Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite, menghentikan perjalanan Gubernur NTT Frans
Lebu Raya dan rombongannya, usai melakukan kunjungan kerja di wilayah Kabupaten
Kupang, Kamis (10/1). Penghentian dilakukan saat gubernur melintasi Jalan Timor
Raya di Noelbaki, karena kendaraan yang mengawalnya membunyikan sirene.
Gubernur Frans Lebu Raya pun turun dari mobil dinasnya, lalu menghampiri dan
menegur dua anggota Satlantas yang sedang bertugas.
Meskipun demikian, rombongan kembali
melanjutkan perjalanan ke Kupang, setelah tertahan sekitar 10 menit.
Diberitakan Pos Kupang, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite mengaku
menghentikan mobil gubernur dan rombongannya sesuai prosedur. Bahkan, Piet
mengaku sempat dimarahi gubernur.
“Pak Gubernur turun dari oto (mobil) dan tanya
saya. Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT, kenapa kalian tahan? Saya hanya
bilang, kami tidak tahan bapak. Kami hentikan kendaraan yang mengawal bapak
karena membunyikan sirene, dan itu melanggar aturan. Lalu Pak Gubernur bilang
biarkan saya lewat, nanti saya sampaikan ke Kapolda,” kata Piet menirukan
ucapan gubernur.
Hal senada disampaikan Aipda Mess
Nite. Menurutnya, sekitar belasan mobil rombongan gubernur yang dihentikan.
Bahkan, ada sebagian dari rombongan yang menendang papan rambu lalu lintas yang
bertuliskan pemeriksaan kendaraan. Namun, keduanya mengaku prosedur yang
dijalankan saat menghentikan kendaraan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni
UU Nomor 22 Tahun 2009.
Wakapolres Kupang Kompol Anthon Ch
Nugroho yang ditemui di Mapolres Kupang kemarin menjelaskan, apa yang dilakukan
anggotanya di lapangan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni UU Nomor 22 Tahun
2009.
Merujuk pada aturan itu, kata
Anthon, dijelaskan bahwa yang memiliki kewenangan untuk membunyikan sirene dan
rotator hanya kendaraan-kendaraan tertentu. Namun yang terjadi, saat rombongan
Gubernur NTT melintas di wilayah hukum Polres Kupang, tidak ada pengawalan dari
anggota Satlantas.
Mobil Pol PP yang mengawal Gubernur
NTT juga menerobos, saat anggota melakukan tugas operasi pemeriksaan
surat-surat kendaraan di jalan umum.
“Kami tidak tahan Pak Gubernur. Yang
kami hentikan mobil yang mengawal rombongan, karena membunyikan sirene. Sesuai
dasar hukum, itu bukan kewenangan mereka (Dishub dan Pol PP) untuk membunyikan
sirene,” jelas Anthon.
Menurutnya, aparat Dishub maupun Pol
PP tidak diperbolehkan mengawal, karena yang berhak adalah institusi
kepolisian, dalam hal ini Satlantas. Hal semacam ini terjadi, diakuinya, karena
protokoler tidak melakukan koordinasi.
“Kami tidak diberitahu. Tidak ada
koordinasi. Seandainya disampikan lebih dulu, pasti kami berikan pelayanan
untuk mengamankan rute-rute yang akan dilalui,” tambah Anthon.
Mengenai UU Lalu Lintas No 22/2009,
lanjut Anthon, terus disosialisasikan kepada masyarakat. Semestinya, instansi
seperti Pol PP dan Dishub bisa lebih memahaminya, sehingga hal semacam ini
tidak terjadi lagi. Ia mengungkapkan, kejadian seperti ini sudah tiga kali
terjadi, yakni pada 2009, 2012, dan 2013.