Rencana Yayasan Anak Kristen
Indonesia (YAKI) yang berpusat di Menara Rajawali, Mega Kuningan, Jakarta
Selatan untuk membangun proyek sekitar 25 hektar akhirnya gagal. Awalnya,
proyek yang sangat luas ini akan dibangun di Desa Sumbersekar Kecamatan Dau
Kabupaten Malang.
Menurut kuasa hukum YAKI, Gunadi
Handoko, rencananya, di lokasi itu akan dibangun panti asuhan, lembaga
pendidikan dari play-group sampai SMU, poliklinik, kompleks perkantoran, bahkan
supermarket.
Berbagai fasilitas menggiurkan
hendak ditawarkan kepada warga, misalnya beasiswa sampai perguruan tinggi,
bantuan bencana, dan lain-lain. Warga dan beberapa pihak menduga, ini adalah
‘proyek misionaris’ terbesar di Asia Tenggara. Namun Gunadi Handoko
menampiknya.
“YAKI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang akan melayani fakir miskin, yatim piatu, kalangan tidak mampu, termasuk di wilayah ini,” ujar Gunadi.
“YAKI adalah lembaga sosial kemanusiaan yang akan melayani fakir miskin, yatim piatu, kalangan tidak mampu, termasuk di wilayah ini,” ujar Gunadi.
Meski demikian, program yang dinilai
beraroma “manis” oleh masyarakat setempat itu tetap ditolak warga. Penolakan
terjadi dalam acara sosialisasi yang dihadiri Dinas Cipta Karya Kabupaten
Malang, Camat Dau, dan pihak aparat keamanan Selasa (29/01/2013).
Alasannya jelas, mayoritas warga
setempat (98%) adalah Muslim. Dalam acara yang dihadiri 1000-an warga itu,
semua kompak menolak. Tak ada satupun orang yang setuju.
“Semua yang hadir di sini sudah mewakili warga secara keseluruhan. Ada perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, dan lain-lain,” kata Hasan Asy’ari, Kepala Desa Sumbersekar.
“Semua yang hadir di sini sudah mewakili warga secara keseluruhan. Ada perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, dan lain-lain,” kata Hasan Asy’ari, Kepala Desa Sumbersekar.
Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD)
Sumbersekar, Sukardi, mengkhawatirkan akan terjadinya konflik di kemudian hari
jika proyek itu terus dilanjutkan.
“Kami tidak ingin lingkungan warga
di sini menjadi tidak kondusif,” ujarnya.
Lebih lanjut Sukardi berkisah, pada
tahun 2011 lalu, di lokasi yang sama hendak dibangun gereja. Warga tidak
setuju. Penolakan itu bahkan sudah ditandatangani oleh berbagai pihak, mulai
dari aparat pemerintahan, keamanan, ormas, tokoh agama, masyarakat, bahkan para
mahasiswa se-Malang Raya.
“Sekarang kok ganti baju dan mau
dibuka lagi? Kami tetap menolak,” ujar Sukardi sambil memperlihatkan dokumen
penolakan tersebut.
Sementara Muhammad Muhdi, salah satu
da’i asal Malang, mengatakan hal serupa. “Kedoknya pendidikan, sosial,
kemanusiaan, tapi masyarakat tahu bahwa ini proyek untuk memindahkan keyakinan
warga Muslim. Warga tak mau dibohongi,” katanya kepada hidayatullah.com.
Tak hanya itu, rupanya, kaum Muslimin dari berbagai elemen di Malang bersatu padu. Tokoh Nahdlatul Ulama setempat, KH Mukhayat, bahkan mewanti-wanti agar proyek semacam itu tidak diungkit-ungkit lagi.
“Dulu pernah ditolak, sekarang juga
ditolak. Jangan sampai nanti dihidupkan lagi. Akan kami tolak selamanya. Yang
menolak tidak cuma kaum Muslimin di wilayah sini, tapi bahkan se-Malang Raya,”
ujarnya sambil memekikkan takbir ‘Allahu akbar!’.*/Abu Raiyan, Malang