Aksi brutal main tembak Detasemen
Khusus 88 Antiteror Polri terhadap orang yang dituding sebagai terduga teroris
sampai terbunuh terus mendapat kritikan. Salah satunya disampaikan oleh Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj.
Menurut Said, harusnya Densus 88
bertindak lebih profesional menangani sejumlah kasus dugaan terorisme di Tanah
Air, tanpa mengedepankan sikap represif. Sikap demikian justru menimbulkan rasa
was-was di masyarakat.
"Penanganan terorisme tidak
bisa dengan cara-cara represif saja," tegas Kiai Said kepada wartawan di
Jakarta saat ingin berkunjung ke Jawa Timur, melantik Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (PCNU), Kabupaten Kediri, Selasa (8/1/2013) seperti dilansir tribun.
Apa yang disampaikan Said berkaca
pada keterangan empat warga Poso, Sulawesi Tengah ke kantor PBNU, Jakarta,
Senin (7/1/2013) malam. Mereka datang difasilitasi aktifis GP Anshor dan
komisioner Komnas HAM, Siane Indriani dan Imdadun Rahmat.
Keempat warga Poso melaporkan
perasaan was-was masyarakat di sana karena tindakan represif Densus 88 dalam
penanganan terorisme belakangan ini. Dan Said mengaku akan membawa keluhan dan
menyampaikan pesan warga Poso ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Tentu bukan untuk menggembosi
Densus 88, tapi membantu agar penanganan terorisme bisa lebih baik. Saya
tegaskan terorisme harus ditindak tegas, tapi jangan sampai caranya justru
menimbulkan trauma masyarakat tak bersalah," terang Said.
Komisioner Komnas Ham, Siane
menambahkan, setelah beberapa waktu lalu memantau ke Poso, masyarakat diliputi
perasaan was-was atas pengejaran sejumlah terduga teroris oleh Densus 88 selain
adanya efek dari sejumlah kasus salah tangkap oleh aparat keamanan.
"Kami mencatat ada tujuh warga
Poso yang mengalami salah tangkap. Mereka dijemput paksa, diperiksa, dan
dilepaskan dalam kondisi mengalami sejumlah luka di tubuh. Ini yang
mengakibatkan masyarakat lain merasa was-was," ungkap Siena.
Siane meminta Densus 88 bersikap
terbuka dalam menjalankan operasinya. Sehingga masyarakat bisa lebih
antisipatif tapi tidak ketakutan. Masyarakat saat ini saling curiga, takut
kalau orang di sekitar mereka jadi buruan Densus 88.
Karenanya, lanjut Siane, permintaan
aksi antirepresif dalam operasi penanganan terorisme juga bertujuan untuk
keselamatan aparat keamanan lokal yang kesehariannya bertugas di Poso.
"Densus mungkin hanya beberapa
bulan bertugas dan pergi. Jangan sampai sikap represif mereka mengakibatkan
kemarahan warga, yang mana itu akan ditumpahkan ke aparat organik yang
kesehariannya bertugas di Poso. Ini sudah ada contoh kasusnya dan jangan sampai
jatuh korban lagi," terang Siane. (bilal/arrahmah.com)