Selasa, 08 Januari 2013

Jurnalis Bima galang dana solidaritas untuk keluarga korban penembakan Densus 88


Para Pekerja media di Bima, Nusa Tenggara Barat gelar aksi solidaritas kepada keluarga korban penembakan brutal Detasemen Khusus 88 (Densus 88) yakni Ustadz Bachtiar berupa penggalangan dana.

Menurut pengakuan salah satu awak media, dari Harian Umum Bima Ekspres, Sofyan Asy'ari, aksi penggalangan dana dilakukan para jurnalis secara spontan.


 "Saya tidak memiliki  hubungan darah dengan keluarga almarhum Ust. Bachtiar," kata Sofyan. "Namun saya prihatin dengan kondisi keluarganya. Apalagi melihat tiga anaknya yang masih kecil, mereka sudah menjadi yatim," tutur Sofyan menjelaskan kepada koresponden an-najah.net yang dilansir pula digrup wartawan Muslim.

Sofyan berinisiatif menggalang dana tersebut tiba-tiba, tidak terencana sebelumnya. Pertama kalinya, ia hanya menginformasikan ke salah seorang kawan wartawannya, kemudian pesan singkat (sms) itu menyebar sampai masuk grup wartawan.

"Saya nggak sangka mendapat sambutan dari kawan-kawan. Alhamdulillah, hingga malam ini (malam ini, 7/1, pukul, 21.00 WIB), sudah terkumpul, 2.500.000.00," ungkapnya dengan gembira.

SMS solidaritas yang juga sempat masuk ke Grup WhatsUp AJIMUSA (Aliansi Jurnalis Muslim Nusantara) itu berbunyi, "Ayo dukung Solidaritas Wartawan Bima untuk Keluarga Ust. Bachtiar korban penembakkan "Densus 88". Hubungi Sofyan Asy'ari, Harian Umum Bimeks (081917505553)."

"Harapan saya, semoga meringankan beban keluarga korban," ungkap Sofyan.
Semoga Allah memudahkan urusannya, dan menerima amalan para donatur diterima disisi Allah swt.

Keluarga tolak tuduhan teroris

Sementara itu, pihak keluarga meminta Polisi untuk mengembalikan jenazah yang dituding sebagai terduga teroris bernama Bahtiar kepada keluarganya di Bima, Nusa Tenggara Barat. Keluarga juga menolak keras tuduhan teroris pada pria yang bekerja sebagai penjual roti itu.

Rumah keluarga Bahtiar di RT 14 RW 1 Kampung Bugis, Bima, didatangi warga, Ahad (6/1) seperti dilansir metrotvnews. Mereka mengaku kaget dan tak percaya pria empat anak itu disebut sebagai jaringan teroris buruan polisi.

Keluarga shock atas tuduhan itu. Apalagi, pria berusia 35 tahun itu dikenal sebagai sosok yang santun dan mudah bersosialisasi dengan masyarakat. Gelagatnya sama sekali tak mencurigakan.

Meski demikian, Nuraini, istri Bahtiar, merelakan kematiannya. Ia hanya ingin polisi segera mengembalikan jenazah suaminya dan menolak otopsi. Hingga kini, jenazah Bahtiar berada di RS Polri Kramatjati, Jakarta.

Nuraini menuturkan penyergapan berlangsung saat suaminya hendak menagih utang ke seorang pelanggan di Dompu. Suaminya dicegat dan diberondong peluru hingga tewas. Nuraini yakin polisi salah sasaran. (bilal/arrahmah.com)