Para Pekerja media di Bima, Nusa
Tenggara Barat gelar aksi solidaritas kepada keluarga korban penembakan brutal
Detasemen Khusus 88 (Densus 88) yakni Ustadz Bachtiar berupa penggalangan dana.
Menurut pengakuan salah satu awak
media, dari Harian Umum Bima Ekspres, Sofyan Asy'ari, aksi penggalangan dana
dilakukan para jurnalis secara spontan.
"Saya tidak
memiliki hubungan darah dengan keluarga almarhum Ust. Bachtiar,"
kata Sofyan. "Namun saya prihatin dengan kondisi keluarganya. Apalagi
melihat tiga anaknya yang masih kecil, mereka sudah menjadi yatim," tutur
Sofyan menjelaskan kepada koresponden an-najah.net yang dilansir pula digrup
wartawan Muslim.
Sofyan berinisiatif menggalang dana
tersebut tiba-tiba, tidak terencana sebelumnya. Pertama kalinya, ia hanya
menginformasikan ke salah seorang kawan wartawannya, kemudian pesan singkat (sms)
itu menyebar sampai masuk grup wartawan.
"Saya nggak sangka mendapat
sambutan dari kawan-kawan. Alhamdulillah, hingga malam ini (malam ini,
7/1, pukul, 21.00 WIB), sudah terkumpul, 2.500.000.00," ungkapnya dengan
gembira.
SMS solidaritas yang juga sempat
masuk ke Grup WhatsUp AJIMUSA (Aliansi Jurnalis Muslim Nusantara) itu berbunyi,
"Ayo dukung Solidaritas Wartawan Bima untuk Keluarga Ust. Bachtiar korban
penembakkan "Densus 88". Hubungi Sofyan Asy'ari, Harian Umum Bimeks
(081917505553)."
"Harapan saya, semoga
meringankan beban keluarga korban," ungkap Sofyan.
Semoga Allah memudahkan urusannya, dan menerima amalan para donatur diterima disisi Allah swt.
Semoga Allah memudahkan urusannya, dan menerima amalan para donatur diterima disisi Allah swt.
Keluarga tolak tuduhan teroris
Sementara itu, pihak keluarga
meminta Polisi untuk mengembalikan jenazah yang dituding sebagai terduga
teroris bernama Bahtiar kepada keluarganya di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Keluarga juga menolak keras tuduhan teroris pada pria yang bekerja sebagai
penjual roti itu.
Rumah keluarga Bahtiar di RT 14 RW 1
Kampung Bugis, Bima, didatangi warga, Ahad (6/1) seperti dilansir metrotvnews.
Mereka mengaku kaget dan tak percaya pria empat anak itu disebut sebagai
jaringan teroris buruan polisi.
Keluarga shock atas tuduhan itu.
Apalagi, pria berusia 35 tahun itu dikenal sebagai sosok yang santun dan mudah
bersosialisasi dengan masyarakat. Gelagatnya sama sekali tak mencurigakan.
Meski demikian, Nuraini, istri
Bahtiar, merelakan kematiannya. Ia hanya ingin polisi segera mengembalikan jenazah
suaminya dan menolak otopsi. Hingga kini, jenazah Bahtiar berada di RS Polri
Kramatjati, Jakarta.
Nuraini menuturkan penyergapan
berlangsung saat suaminya hendak menagih utang ke seorang pelanggan di Dompu.
Suaminya dicegat dan diberondong peluru hingga tewas. Nuraini yakin polisi
salah sasaran. (bilal/arrahmah.com)