Ratusan warga Waringin, Kecamatan Nusaniwe,
menolak rencana penarikan pasukan TNI dari perbatasan. Mereka menuntut rencana
itu dibatalkan, dan dibangun pos permanen di lokasi perbatasan untuk
menghindari terjadinya bentrokan antar warga kembali.
Selasa malam sekitar pukul 22.00
WIT, akan terjadi pengurangan pasukan TNI yang bertugas mengawal perbatasan
Waringin. Rencana ini ternyata terlihat oleh warga. Warga kemudian berkumpul,
dan bertemu dengan komandan pleton yang bertugas di daerah tersebut. Bahkan
diantara warga nekat menghubungi Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy via
telepon seluler, maupun Wakil Wali Kota Sam Latuconsina.
Setelah mendengar tuntutan warga,
wali kota langsung menghubungi Pandam XVI Pattimura Mayjen Suharsono.
"Kita dengar langsung dari radio milik anggota TNI, kalau panglima
(pangdam) telah memerintahkan untuk tidak mencabut atau mengurangi pasukan TNI
di perbatasan Waringin," ungkap Arifin warga Muslim Waringin.
Sebagian warga Waringin yang
rumahnya tidak terbakar atau mengalami rusak ringan telah kembali ke kediamannya
masing-masing. Hanya saja mereka menuntut adanya pembentukan pos permanen di
wilayah perbatasan. "Pos itu harus dikawal TNI bukan polisi. Kami akan
menolak kalau dijaga oleh polisi. Kepercayaan kami sudah luntur terhadap
polisi," ungkap sejumlah warga.
Mereka menolak rencana penempatan
Polisi atau Brimob di lokasi perbatasan. Pasalnya, saat konflik terjadi, warga
mendatangi Polres Pulau Ambon dan PP Lease untuk meminta bantuan penjagaan
lokasi perbatasan. "Kami tiga kali kesana sebelum ada pembakaran di
Waringin. Ternyata mereka tidak datang. Jadi kami tidak lagi percaya sama
polisi," kata Arifin.
Arifin bersama warga Waringin
lainnya, meminta pemerintah untuk mendengar aspirasi mereka. "Sudah empat
kali kami harus lari dari tempat tinggal kami. Kami tak ingin lagi kondisi
serupa terjadi. Kami ingin aman, tapi kami juga berharap ada penjagaan di
daerah perbatasan untuk menghindari tindakan-tindakan provokasi," ungkap
salah seorang ibu.
Mereka berharap bisa hidup dengan
aman dan damai di Waringin, tanpa ada gangguan keamanan lagi. "Kami takut.
Kami trauma. Kami hanya minta agar aparat TNI tidak dicabut. Kami merasa aman
kalau ada mereka. Kami juga meminta pemerintah bangun pos permanen di
perbatasan Waringin. Masak di wilayah STAIN yang tidak ada konflik ada pos
permanen, kenapa di Waringin tidak bisa dibangun," pungkas Arifin. (voi/arrahmah.com)