Berawal dari perjuangan untuk
mendidik sang cucu yang cacat intelektual, Han Rufen kini justru membuka
sekolah bagi para siswa berkebutuhan khusus. Dia mendedikasikan masa pensiunnya
untuk mengubah kehidupan ratusan anak-anak yang cacat intelektual.
Dikenal sebagai Nenek Han, Kepala
Sekolah Pengcheng Special Education School di Xuzhou, Provinsi Jiangsu itu
menerima 132 murid penderita down syndrome, cerebral palsy, dan autis di
sekolah binaannya. Keputusan Han untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus
ini tercetus pada 1987. Saat itu, cucu Han, Hong Dian yang berusia tujuh tahun
ditolak oleh lima sekolah pendidikan khusus publik di Xuzhou karena IQ sang
cucu rendah.
Han melakukan berbagai negosiasi
dengan pihak sekolah agar cucunya dapat bersekolah. Namun, tidak ada sekolah
yang mau menerima cucu Han tidak peduli seberapa keras usaha yang dilakukan pihak
keluarga.
Bahkan, saat itu suami Han menjual
sepeda miliknya yang merupakan satu-satunya barang berharga yang dimiliki
keluarga tersebut demi mengumpulkan biaya sekolah yang mahal. Tidak tahan
melihat ibu cucunya yang terus menangis, Han pun memutuskan mengajar sang cucu
seorang diri.
Wanita berusia 82 tahun itu pun
mengambil program perkuliahan di bidang pengajaran pendidikan khusus. Dua tahun
kemudian, Han membuka sekolah untuk membantu keluarga yang mengalami situasi
serupa dengannya dulu.
Pada awalnya, tidak ada yang
mengenal Han sehingga tidak ada keluarga yang mau mengirimkan anak mereka ke
sekolah tersebut. Namun, dia terus mengunjungi keluarga anak-anak cacat
intelektual itu dan membujuk mereka untuk mencoba pendidikan di sekolah
miliknya.
“Anda tidak perlu membayar saya.
Tolong, kirimkan anak Anda ke sekolah saya untuk mempelajari beberapa
keterampilan bertahan hidup yang diperlukan,” bujuk Han kepada para orangtua
itu. Demikian, seperti dikutip dari Asia News Network, Kamis
(10/1/2013).
Meski demikian, beberapa keluarga
masih saja menolak tawaran Han. “Beberapa orangtua China percaya jika anak
berkebutuhan khusus mereka membawa malu bagi keluarga. Jadi mereka mengunci
anak tersebut di rumah dan tidak pernah membawa mereka keluar,” ungkapnya.
Han masih mengingat jelas kisah
seorang gadis kecil pada 1990. Orangtua gadis itu menolak untuk memasukan
anaknya ke sekolah. Hingga usia 10 tahun, gadis itu tidak mampu berdiri
sendiri.
“Orangtua itu merantai anaknya di
tempat tidur untuk memastikan keselamatan si anak karena mereka tidak memiliki
banyak waktu dan tidak mampu menyewa pengasuh untuk merawatnya,” kenangnya.
Dia menjelaskan, mengabaikan
pendidikan anak cacat intelektual sudah umum di daerah pedesaan. Bahkan,
beberapa orangtua mengatakan usaha yang dilakukan Han dengan membuka sekolah
bagi anak berkebutuhan khusus adalah tindakan gila.
Penolakan yang lebih ekstrim pun
muncul dari beberapa tetangga Han. “Mereka meminta kami untuk pergi karena
tidak ingin anak mereka tertular virus yang dapat menyebabkan cacat
intelektual,” tutur Han.
Pengcheng Special Education School
pun terpaksa direlokasi 10 kali mulai dari 1989-2004. Beruntung, berkat
sejumlah donatur dan dukungan dari pemerintah, sekolah tersebut akhirnya
memiliki gedung sendiri. Demikian dikutip dari Okezone.