Minggu, 06 Januari 2013

Islam di Barat: Dibenci Kemudian Dicintai



“Kami (Allah) mengutusmu (Muammad) sebagai karunia bagi alam semesta”
~Firman Allah, QS. 21: 107~
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi

SEORANG orientalis kontemporer, Robert Spencer, sangat jujur ketika menyatakan bahwa Islam adalah the world’s fastest growing-faith: agama (keimanan) yang paling cepat tumbuh dan berkembang di Barat. (Robert Spencer, Islam Unveiled: Disturbing Questions About the World’s Fastest-Growing Religion (San Francisco: Encounter Books, 2002). Meskipun harus dicatat, buku ini berisi banyak tuduhan tak berdasar karena dipenuhi kebencian.


Memang, sejak Perang Salib (Crusades) yang terjadi berabad-abad Islam menjadi “momok” yang sangat menakutkan bagi Barat-Kristen. Bahkan setelah runtuhnya Uni Sovyet, Islam menjadi musuh besar (the great enemy) sekaligus musuh bersama (the common enemy) bagi Barat. Ketika berbicara tentang hubungan Islam dan Barat (Islam and the West), analis Amerika Serikat, seperti Samuel P. Huntington, bahkan menyatakan bahwa konflik abad ke-21 antara demokrasi liberal dan Marxis-Leninisme bersifat permukaan (fleeting) dan superficial (tidak serius), jika dibandingkan dengan hubungan konflik yang terus-menerus dan mendalam antara Islam dan Kristianitas. (Lihat, Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (New Delhi-India: Penguin Books, 1997, hlm. 209).

Memang, kata Edward Said, selama hampir sepanjang Abad Pertengahan dan selama awal zaman Renaisans di Eropa, Islam dipercaya sebagai agama yang kejam, ingkar, busuk, dan kabur. Tampaknya tidak menjadi masalah bahwa orang Muslim menganggap Muammad sebagai nabi, bukan Tuhan, tetapi yang menjadi masalah bagi orang Kristen adalah: bahwa Muammad adalah seorang nabi palsu, seorang yang menanamkan benih-benih perpecahan, seorang pengumbar nafsu, seorang munafik, dan kaki tangan setan. (Edward W. Said, Covering Islam: Bias Liputan Barat atas Dunia Islam, Terj. A. Asnawi dan Supriyanto Abdullah (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002, hlm. 5).

Bahkan, pasca runtuhnya World Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001, Islam semakin menjadi sorotan Barat dan dicap sebagai agama teror dan teroris. Satu stigma yang berlebihan sebenarnya. Hasilnya Iraq dibumi-hanguskan dan Afghanistan yang dijadikan korban tak berkesudahan. Memang, atas nama “terorisme” dan “demokrasi”, Barat yang dipimpin Amerika Serikat benar-benar sepakat bahwa Islam adalah ancaman bagi Barat.


Islam yang Dicintai

Fenomena lain tengah terjadi di Barat hari ini. Gelombang masuknya orang-orang Barat (Kristen, Katolik, bahkan Yahudi) di Barat menjadi fenomena mencengangkan. Bahkan, bagi sebagian mereka sangat mengkhawatirkan. Memang, menurut Esposito, pada abad ke-21, Islam masih menjadi agama terbesar kedua dan agama yang pertumbuhannya tercepat di dunia. Sebagaimana pada masa lalu, begitu pula sekarang, akidah dan amaliah Islam menjiwai lebih dari 1,3 milyar Muslim dan memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat Muslim dan politik dunia. (John L. Esposito, Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju “Jalan Lurus”, Terj. Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 319).

Sebuah sensus baru 11 Desember 2012 lalu, menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di Inggris, Wales, dan Amerika. Khusus di Amerika, menurut sensus yang dilaksanakan oleh Asosiasi Statistik dari Badan Keagamaan Amerika di Chicago, ditemukan bahwa Muslim Amerika hampir dua kali lipat naiknya dalam dekade terakhir. Sensus ini juga menemukan bahwa umat Islam sekarang lebih banyak daripada orang-orang Yahudi di Amerika Barat Tengah dan Selatan. Laporan tersebut menghubungkan kenaikan tajam .jumlah Muslim AS karena konversi dan migrasi. Survei ini juga memperkirakan bahwa ada lebih dari 2.000 masjid di seluruh Amerika Serikat dan 166 buah berlokasi di Texas. Penelitian, yang dirilis pada bulan Februari 2012 lalu. juga menemukan bahwa Muslim AS diperkirakan sebesar tujuh juta. (Lihat, Islam Jadi Agama Tercepat di Inggris dan Amerika”, dalam hidayatullah.com, Jum’at, 14 Desember 2012). Bahkan, majalah New York Times menyatakan, “Setiap tahun, sekitar 25.000 orang menjadi Muslim di Amerika. Pasca 11 September, jumlah orang yang bersyahadat meningkat 4 kali lipat.” (Lihat, Anwar Holid, Seeking the Truth Finding Islam: Kisah Empat Muallaf Menjadi Duta Islam di Barat (Bandung: Mizania, 1430 H/2009 M), dalam sampul depan).

Fenomena di atas memang mencengangkan, terutama bagi Barat. Sampai-sampai Dr. Leon Moosavi, seorang dosen di University of Liverpool sekaligus spesialis dalam sosiologi ras dan agama, dengan penuh kekhawatiran bertanya, “Why Has the Number of Muslims in the UK Risen So Much?” Menurut pembacaannya terhadap sensus 2011 tercatat bahwa populasi umat islam di Inggris (United Kingdom) secara substansial berkembang pesat antara 2001 sampai 2011: dari 1.5 juta menjadi lebih dari 3 juta jiwa. Proporsinya naik, dari 2% menjadi 5%. Bahkan khusus di London dan Manchester, jumlah mereka adalah 14% dari jumlah penduduk yang ada. (Dr. Leon Moosavi, “Why Has the Number of Muslims in the UK Risen So Much?”, dalam http://www.huffingtonpost.co.uk/dr-leon-moosavi/, 13/12/2001).

Namun bagi umat Islam, apa yang melanda Barat hari ini adalah pemenuhan atas Firman Allah, karena, sesuai Kitab Suci Al-Qur’an, Islam memang menjadi karunia bagi alam semesta (ramatan lil-‘ālamīn, Qs. 21: 107). Tidak hanya untuk umat Islam, tapi untuk siapa saja yang ingin kembali kepada firah-nya sebagai manusia. Karena memeluk Islam sejatinya bukan ‘murtad’ dari agama lama, melainkan kembali kepada kesucian jiwanya. Seperti yang dialami oleh Régis Fayette Mikano, seorang musisi asal Prancis. Ketika memeluk Islam, ia menemukan kembali jati dirinya untuk kemudian bangkit setelah mengalami masa paling suram dalam hidupnya dengan namanya yang baru: Abd al Malik. Bahasa indahnya kemudian lahir bak pepatah: Bulan Sabit di Atas Eiffel. (Lihat, Abd al Malik (Régis Fayette Mikano, Bulan Sabit di Atas Eiffel: Perjalanan Batin Seorang Musisi Muallaf Prancis (Qu’Allah benisse la France!), Terj. Stella Melani Ismail (Bandung: Mizania, cet. II, 1429 H/2008 M).

Islam memang tidak akan dapat dihadang, dibendung, apalagi diberangus. Isu-isu miring tentang Islam (seperti: terorisme, kejam, bengis, jahat, sesat, dan lain sebagainya) tak mampu menahan laju roda agama yang firah ini. Ia akan terus menggelinding: dari Timur ke Barat. Dari Jazirah Arabia ke Eropa. Tak satu pun yang dapat memadamkan pendar-pendar cahayanya. Karena memang Islam agama untuk manusia (al-insān) dan kemanusiaan (al-insāniyyah). Karena kaum beriman akan ditolong Allah untuk menyebarkan Islam (QS. al-Rūm (30): 47). Dan Rasulullah memang sudah menyatakan, seperti yang dituturkan oleh Tamīm al-Dārī bahwa Islam akan berjalan maju ke seantero jagad-raya. (HR. Amad, Ibn ajar al-Haitsamī, dan al-abrānī). Dan yang paling penting: Islam akan kembali ke Eropa dengan jalan dibebaskannya Roma. Kemudian disusul dengan dibebaskannya Konstantinopel. Roma adalah ibu kota Italia hari ini. Dan Konstantinopel adalah Instanbul (Turki) sekarang.

Kata Syeikh al-Qaraāwī, setelah Islam coba dimusnahkan dua kali dari Eropa, dari Andalusia dan Balkan. Maka ia akan kembali ke sana melalui pena dan lisan, bukan pedang. Dan dunia akan membuka kedua-belah tangan dan dadanya untuk menerima Islam setelah dunia dihancurkan oleh berbagai bentuk filsafat materialisme (ideologi)-positivisme. Dunia mencari petunjuk ke langit dan hidayah Allah, dan ternya tidak ditemukan kecuali hanya dalam agama Islam. Timur dan Barat, kata Rasulullah, akan kembali menerima dan mencintai Islam. (HR. Muslim, Abū Dāwūd, al-Timidzī, dan Ibn Mājah). (Lebih luas, lihat Syekh Yusuf al-Qaraāwī, al-Mubasysyirāt bi Intiār al-Islām (Cairo: Maktabah Wahbah, cet. III, 1424 H/2004 M).

Kita tinggal menunggu waktu. Dan itu tidak terlalu lama. Islam akan kembali ke Eropa atas izin Allah dan usaha kaum Muslimin. Duta-duta Islam di Barat semakin menjamur. Nilai-nilai Islam terus ditanamkan. Ruh peradaban Islam mulai kelihatan. Pandangan-hidupnya (Islamic worldview) benar-benar dipertimbangkan. Suatu saat itu memang akan menjadi satu-satunya pilihan. Dalam bahasa Murad Wilfried Hofmann: Der Islam als Alternative (Islam the Alternative), karena memang: The Truth is Only in Islam. Wallāhu al-hādī ilā sabīl al-aqq.*

Penulis adalah pengajar di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah (Medan) dan pengurus Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sumatera Utara. Penulis buku “Studi Kritis Pemikiran Liberal” (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012)