Kamis, 17 Januari 2013

Bersih-bersih Pelacur Ala Walikota Surabaya


Beberapa bulan terakhir ini, Walikota Surabaya Tri Rismaharini disibukkan oleh upaya membangun citra Surabaya yang bebas dari Wanita Tuna Susila (WTS).

Ini adalah harapan besar agar Surabaya yang terkenal dengan Dolly-nya, situs prostitusi terbesar di Asia Tenggara dan sedikit demi sedikit asa itu terwujud setelah ditutupnya beberapa wisma di sejumlah lokalisasi di kota ini.


Keinginan untuk berubah menjadi lebih baik itu dimulai dengan giat merazia sejumlah tempat umum dan hiburan orang dewasa yang kerap digunakan sebagai situs prostitusi terselubung, bahkan perdagangan manusia.

Risma sampai ikut terjun langsung ke lapangan bersama petugas Satpol PP dan Bakesbanglinmas. Puluhan hingga ratusan ABG (anak baru gede) terjaring, lalu dibawa ke kantor Satpol PP.

Risma sempat memarahi para germo hasil tangkapan polisi saat mengujungi Polrestabes Surabaya. Risma menilai, para germo ini telah menjerumuskan ABG-ABG itu menjadi pelacur.
Risma pun mulai membersihkan sejumlah lokalisasi di Surabaya. Puncaknya, akan menutup total Dolly sebagai lokalisasi terbesar di Surabaya, bahkan Asia Tenggara, demikian dikutip Antara, Selasa (12/12/2012).

Kamis dua pekan lalu, Pemkot Surabaya memulangkan 29 WTS ke daerah asalnya yang sebagian besar dari berbagai daerah Jawa Timur dan beberapa lainnya dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pemerintah Kota Surabaya bertekad mengubah kawasan lokalisasi menjadi kawasan rumah tangga.  Ini bukan isap jempol belaka.  Sebelumnya,  tanggal 27 Oktober 2012, tiga wisma di kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, ditutup.
Langkah Pemkot Surabaya ini mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat di kawasan tersebut.

Dinas Sosial Surabaya pun memuji Siwoto, pemilik tiga wisma yang diubah peruntukkannya menjadi rumah tangga.

Menurut Kepala Dinas Sosial Supomo, langkah Siswoto bisa menjadi contoh bagi warga pemilik wisma dalam mengubah bangunannya menjadi rumah tinggal.

Pemkot lalu memulangkan 8 WTS  Bangunsari.  Mereka mendapat bantuan modal usaha sebesar Rp3 juta dan perlengkapan solat.

“Jumlah WTS sebelum dipulangkan 213 dan sekarang tinggal 162 WTS yang masih bekerja. Dari jumlah tersebut, bisa dilihat kemauan WTS untuk berhenti dari pekerjaannya sangat besar sekali. Buktinya, mereka mau untuk dipulangkan dan tidak kembali lagi,” kata Supomo dikutip Antara.

Tri Rismaharini menandai penutupan ke-22 wisam ini dengan memasang plat bertuliskan “rumah tangga”.  Dan wisma-wisma ini pun kini resmi beralih fungsi menjadi rumah tinggal.

Saatnya berhenti

Lalu, Jumat pekan lalu (07/12/2012), 29 wanita WTS di sejumlah lokalisasi di Kota Surabaya diwisuda setelah mengikuti rangkaian pelatihan yang digelar Pemkot bekerjasama dengan Yayasan Sentuhan Kasih Bangsa (YSKB) selama November 2012.

“Merekalah yang konsisten hingga akhir dan menyatakan komitmennya untuk memulai profesi baru,” kata Pembina YSKB Caleb Natanielliem pada acara wisuda 29 WTS itu di SIBEC-ITC Surabaya.

Pelatihan itu dikemas dalam bentuk sesi motivasi dan keterampilan, sementara materi-materinya antara lain, tata boga, tata rias, tata rambut, tata niaga, dan kerajinan.
Caleb berharap ke-29 perempuan ini dapat menginspirasi WTS-WTS lainnya.

Awalnya pelatihan ini diikuti 90 peserta, namun yang konsisten mengikutinya hanya 29 wanita.

Dia mengajak WTS untuk melupakan masa lalu dan menatap ke depan. “Anda adalah pembawa harapan. Tinggalkan masa lalu dan tataplah masa depan yang lebih baik. Anda pasti bisa,” ujarnya memotivasi.

Tri Rismaharini yang juga hadir pada acara itu turut memotivasi dengan menyebut keputusan ke-29 perempuan ini untuk berhenti dari pekerjaan lamanya adalah langkah yang benar.

“Ini saatnya berhenti. Apa pun alasan Anda menjadi WTS, lupakanlah itu. Ini waktunya Anda memulai hidup yang baru,” kata Rismaharini.

Bagi dia, tak penting hanya 29 dari 90 WTS itu yang mantap meninggalkan dunia prostitusi. Yang terpenting adalah keputusan itu  timbul dari kesadaran hati dan tanpa paksaan. “Jumlah bukan menjadi masalah, yang penting dari hati, itu yang akan bertahan lama.”

Risma menegaskan, pada 2012 ini Pemkot Surabaya berkonsentrasi untuk menutup kawasan Lokalisasi Dupak Bangunsari dan Tambakasri. Berikutnya, Dolly, Jarak dan Moroseneng.

“Saya berharap tahun ini WTS di Bangunsari sudah tidak ada lagi. Semua warga dan tokoh masyarakat sudah sepakat,” katanya.

Dia menjamin para WTS tidak bingung karena Dinsos akan melatih mereka menjahit, membuat kerajinan tangan, membuat kue dan sebagainya.

Risma berjanji, pemulangan WTS akan berlanjut, namun bertahap.  “Kami punya target menutup lokalisasi tapi harus dilakukan dengan cara humanis, seperti melalui pelatihan dan pemberian stimulus modal usaha,” ujarnya.*/hidayatullah.com