Beberapa bulan terakhir ini,
Walikota Surabaya Tri Rismaharini disibukkan oleh upaya membangun citra
Surabaya yang bebas dari Wanita Tuna Susila (WTS).
Ini adalah harapan besar agar
Surabaya yang terkenal dengan Dolly-nya, situs prostitusi terbesar di Asia
Tenggara dan sedikit demi sedikit asa itu terwujud setelah ditutupnya beberapa
wisma di sejumlah lokalisasi di kota ini.
Keinginan untuk berubah menjadi
lebih baik itu dimulai dengan giat merazia sejumlah tempat umum dan hiburan
orang dewasa yang kerap digunakan sebagai situs prostitusi terselubung, bahkan
perdagangan manusia.
Risma sampai ikut terjun langsung ke
lapangan bersama petugas Satpol PP dan Bakesbanglinmas. Puluhan hingga ratusan
ABG (anak baru gede) terjaring, lalu dibawa ke kantor Satpol PP.
Risma sempat memarahi para germo
hasil tangkapan polisi saat mengujungi Polrestabes Surabaya. Risma menilai,
para germo ini telah menjerumuskan ABG-ABG itu menjadi pelacur.
Risma pun mulai membersihkan sejumlah lokalisasi di Surabaya. Puncaknya, akan menutup total Dolly sebagai lokalisasi terbesar di Surabaya, bahkan Asia Tenggara, demikian dikutip Antara, Selasa (12/12/2012).
Risma pun mulai membersihkan sejumlah lokalisasi di Surabaya. Puncaknya, akan menutup total Dolly sebagai lokalisasi terbesar di Surabaya, bahkan Asia Tenggara, demikian dikutip Antara, Selasa (12/12/2012).
Kamis dua pekan lalu, Pemkot
Surabaya memulangkan 29 WTS ke daerah asalnya yang sebagian besar dari berbagai
daerah Jawa Timur dan beberapa lainnya dari Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pemerintah Kota Surabaya bertekad
mengubah kawasan lokalisasi menjadi kawasan rumah tangga. Ini bukan isap
jempol belaka. Sebelumnya, tanggal 27 Oktober 2012, tiga wisma di
kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan,
ditutup.
Langkah Pemkot Surabaya ini mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat di kawasan tersebut.
Langkah Pemkot Surabaya ini mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat di kawasan tersebut.
Dinas Sosial Surabaya pun memuji
Siwoto, pemilik tiga wisma yang diubah peruntukkannya menjadi rumah tangga.
Menurut Kepala Dinas Sosial Supomo,
langkah Siswoto bisa menjadi contoh bagi warga pemilik wisma dalam mengubah
bangunannya menjadi rumah tinggal.
Pemkot lalu memulangkan 8 WTS
Bangunsari. Mereka mendapat bantuan modal usaha sebesar Rp3 juta dan
perlengkapan solat.
“Jumlah WTS sebelum dipulangkan 213
dan sekarang tinggal 162 WTS yang masih bekerja. Dari jumlah tersebut, bisa
dilihat kemauan WTS untuk berhenti dari pekerjaannya sangat besar sekali.
Buktinya, mereka mau untuk dipulangkan dan tidak kembali lagi,” kata Supomo
dikutip Antara.
Tri Rismaharini menandai penutupan
ke-22 wisam ini dengan memasang plat bertuliskan “rumah tangga”. Dan
wisma-wisma ini pun kini resmi beralih fungsi menjadi rumah tinggal.
Saatnya berhenti
Lalu, Jumat pekan lalu (07/12/2012),
29 wanita WTS di sejumlah lokalisasi di Kota Surabaya diwisuda setelah mengikuti
rangkaian pelatihan yang digelar Pemkot bekerjasama dengan Yayasan Sentuhan
Kasih Bangsa (YSKB) selama November 2012.
“Merekalah yang konsisten hingga
akhir dan menyatakan komitmennya untuk memulai profesi baru,” kata Pembina YSKB
Caleb Natanielliem pada acara wisuda 29 WTS itu di SIBEC-ITC Surabaya.
Pelatihan itu dikemas dalam bentuk
sesi motivasi dan keterampilan, sementara materi-materinya antara lain, tata
boga, tata rias, tata rambut, tata niaga, dan kerajinan.
Caleb berharap ke-29 perempuan ini dapat menginspirasi WTS-WTS lainnya.
Caleb berharap ke-29 perempuan ini dapat menginspirasi WTS-WTS lainnya.
Awalnya pelatihan ini diikuti 90
peserta, namun yang konsisten mengikutinya hanya 29 wanita.
Dia mengajak WTS untuk melupakan
masa lalu dan menatap ke depan. “Anda adalah pembawa harapan. Tinggalkan masa
lalu dan tataplah masa depan yang lebih baik. Anda pasti bisa,” ujarnya
memotivasi.
Tri Rismaharini yang juga hadir pada
acara itu turut memotivasi dengan menyebut keputusan ke-29 perempuan ini untuk
berhenti dari pekerjaan lamanya adalah langkah yang benar.
“Ini saatnya berhenti. Apa pun
alasan Anda menjadi WTS, lupakanlah itu. Ini waktunya Anda memulai hidup yang
baru,” kata Rismaharini.
Bagi dia, tak penting hanya 29 dari
90 WTS itu yang mantap meninggalkan dunia prostitusi. Yang terpenting adalah
keputusan itu timbul dari kesadaran hati dan tanpa paksaan. “Jumlah bukan
menjadi masalah, yang penting dari hati, itu yang akan bertahan lama.”
Risma menegaskan, pada 2012 ini
Pemkot Surabaya berkonsentrasi untuk menutup kawasan Lokalisasi Dupak
Bangunsari dan Tambakasri. Berikutnya, Dolly, Jarak dan Moroseneng.
“Saya berharap tahun ini WTS di
Bangunsari sudah tidak ada lagi. Semua warga dan tokoh masyarakat sudah
sepakat,” katanya.
Dia menjamin para WTS tidak bingung
karena Dinsos akan melatih mereka menjahit, membuat kerajinan tangan, membuat
kue dan sebagainya.
Risma berjanji, pemulangan WTS akan
berlanjut, namun bertahap. “Kami punya target menutup lokalisasi tapi
harus dilakukan dengan cara humanis, seperti melalui pelatihan dan pemberian
stimulus modal usaha,” ujarnya.*/hidayatullah.com