Selasa, 15 Januari 2013

Hj Fatma: Opini Media yang Menuduh Anak Saya Teroris Sangatlah Jahat


Buntut penggerebekan terduka dalam kasus terorisme di Bima dan Dompu menyisakan duka pihak keluarga. Aksi penembakan terhadap Anas Wiryanto (32) asal Desa Hidi Rasa, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima membuat keluarganya begitu berduka.


Hj Fatma (55), ibunda dari Anas Wiryanto yang ditembak mati aparat Densus 88 hari Sabtu (05/01/2013) mengaku bersedih dan kecewa kepada cara penanganan aparat.


Bagi Hj Fatma sangat tidak masuk akal jika anaknya dikaitkan dengan gerakan terorisme. Padahal apoarat sendiri mengaku tidak mengenal siapa anaknya itu.  


“Untuk mengetahu siapa Anas, Densus justru meminta ijazah sekolah dan tanda pengenal Anas kepada keluarga,” jelas Fatma hari Senin (14/01/2013) saat melaporkan kejadian ini kepada Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI) di Jakarta.


Hj Fatma bercerita, Anas dikenal sebagai anak yang ramah oleh semua warga dikampungnya. Ia bahkan dikenal  jujur dan taat ibadah.

“Anas tidak pernah shalat di rumah, ia selalu shalat tepat waktu di masjid,” jelasnya dengan nada bergetar seperti sedang menahan tangis.

Karenanya, penembakan terhadap anaknya serta opini media massa yang menuduhnya sebagai teroris dinilai sangatlah jahat dan tidak adil.

Menurut Fatma, putra dari empat besaudara yang selama ini besar di Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima adalah salah satu tulang punggung keluarga. Setiap hari lelaki lulusan Universitas Widya Wiwaha Yogyakarta dengan IP 3,8 itu berdagang telur ayam keliling kampung.  Semua itu karena ia berjuang untuk membantu ibunya menafkahi keluarga.

“Saya tidak percaya dia teroris, dia dijebak. Semua barang bukti yang dikatakan televisi itu tidak benar,” jelas Fatma.

Fatma berharap ada keadilan di negeri ini. Karenanya, ia ingin mengadu ke Komnas HAM berharap bisa membantunya.

“Kami juga akan menekan Komnas HAM untuk serius dan jangan pura-pura tuli dan buta dengan kejahatan kemanusiaan ini,” tegas Hariadi Nasution, pengacara PUSHAMI yang mendampingi Hj Fatma di Jakarta.*