ULAMA-ulama besar yang sudah
menorehkan begitu banyak amal sholeh tak akan pernah mati—walaupun jasadnya
sudah dikubur oleh tanah. Itulah yang selalu kita dapatkan dari sosok Buya
Hamka dan KH Abdullah syafi’ie.
Siapa yang tidak kenal Buya Hamka,
dengan perguruan Al-Azhar dan tafsirnya yang fenomenal? Dan siapa tidak kenal
KH Abdullah Syafi’ie, pendiri dan pemimpin Perguruan Asy-Syafiiyah, yang
umumnya kiyai Betawi pada hari ini adalah murid-murid beliau?
Meski Buya Hamka adalah tokoh
Muhammadiyah, namun ia berkawan baik dengan tokoh NU seperti KH. Abdullah
Syafi’ie, ulama kawakan yang juga dijuluki ‘Macan Betawi’ kharismatik.
Di antaranya kisah sederhana Buya
Hamka dan KH. Abdullah Syafi’ie ialah toleransi dan lebih mengedepankan ukhuwah
Islamiyah.
Kisah ini, sebagaimana yang
diceritakan oleh putera beliau, Rusydi Hamka, adalah tentang persoalan
khilafiyah seperti qunut, jumlah rakaat tarawih, maupun jumlah adzan shalat
jum’at. Meski Buya Hamka boleh dibilang tokoh Muhammadiyah yang tidak
mempraktikkan qunut pada shalat subuh, namun beliau menghormati sahabatnya, KH.
Abdullah Syafi’ie, ulama yang menyatakan bahwa qunut shalat shubuh itu hukumnya
sunnah muakkadah.
Buya Hamka jika hendak mengimami
jamaah shalat subuh, suka bertanya kepada jamaah, apakah akan menggunakan qunut
atau tidak. Dan ketika jamaah minta qunut, tokoh dan penasihat Muhammadiyah
inipun mengimami shalat subuh dengan qunut.
Dalam kesempatan lain tentang
masalah adzan dua kali. Suatu ketika di hari Jumat, KH. Abdullah Syafi’ie
mengunjungi Buya di masjid Al-Azhar, Kebayoran Jakarta Selatan. Hari itu menurut
jadwal seharusnya giliran Buya Hamka yang jadi khatib. Karena sahabatnya
datang, maka Buya minta agar KH. Abdullah Syafi’ie saja yang naik menjadi
khatib Jumat.
Yang menarik, tiba-tiba adzan Jumat
dikumandangkan dua kali, padahal biasanya di masjid itu hanya satu kali adzan.
Rupanya, Buya menghormati ulama betawi ini dan tahu bahwa adzan dua kali pada
shalat Jumat itu adalah pendapat sahabatnya. Jadi bukan hanya mimbar Jumat yang
diserahkan, bahkan adzan pun ditambahkan jadi dua kali, semata-mata karena
ulama ini menghormati ulama lainnya.
Begitu pula tentang jumlah rakaat
tarawih. Buya Hamka ketika mau mengimami shalat tarawih, menawarkan kepada
jamaah, mau 23 rakaat atau mau 11 rakaat. Jamaah di masjid Al-Azhar pada saat
itu memilih 23 rakaat, maka beliau pun mengimami shalat tarawih dengan 23
rakaat. Esoknya, jamaah minta 11 rakaat, maka beliau pun mengimami shalat
dengan 11 rakaat. [hobat-habbatushauda]