Jumat, 18 Januari 2013

LSF Brengsek, Dalam 7x24 Jam Film Cinta Tapi Beda Harus Ditarik


Fahira mempertanyakan pihak LSF yang telah meloloskan film Cinta Tapi Beda. “Kok bisa film itu sampai lolos. Ini menunjukkan, LSF itu brengsek, tidak punya tanggungjawab moral dan hati nurani. LSF yang dilantik oleh presiden ini telah mengacak-ngacak 8 juta orang padang di Indonesia.


Perjuangan masyarakat Minang untuk menggugat film tidak berkualitas itu masing panjang. Setelah mendatangi Polda Metro Jaya untuk diproses secara hukum, kemudian menyambangi Multivision, langkah selanjtnya adalah mendatangi LSF. “Kami akan ingatkan LSF agar tidak meloloskan film tidak bermutu yang dapat memecah belah dan merusak moral bangsa.

Minta maaf Hanung dan Hestu tidak cukup. Lalu, menganggap masalah ini selesai. Ram Punjabi, Hanung dan Hestu harus membuat pernyataan maaf secara tertulis kepada seluruh ormas yang ada di Padang. “Kami juga menuntut agar fim ini ditarik. Mengingat keresahan masyarakat Minang dan umat Islam itu muncul sejak film ini dirilis 27 Desember lalu. Kami tegaskan, film ini tidak mengajarkan untuk tidak bertoleransi, tidak saling menghormati, melainkan penghinaan.

Ketika ditanya, bukankah telah terjadi kristenisasi dan pemurtadan di Padang? “Kristenisasi bukan hanya tejadi di Padang, tapi juga merambah ke seluruh pelosok Indonesia. Kami mengaku kecolongan, ketika ada guru SMA di kaki gunung melakukan kristeniasi. Kami yakin, ulama akan mengantisipasi pemurtadan disebabkan nikah beda agama atau apapun bentuknya. Kita tahu, kabarnya, sudah ada yang mengurus legalitas nikah beda agama di DPR.”

Fahira Idris mengingatkan, saat ini para sesepuh masyarakat Padang seperti Azwar Anas, Fahmi Idris, Taufik Ismail, Patrialis Akbar, Aisyah Amini dan sebagainya, telah berkumpul di Kampus YARSI. Kemudian dilanjutkan dengan yang muda.

Harus Ditarik

Hanya 7x24 jam sejak Selasa sore kemarin tenggang waktu bagi Multivision untuk menarik film "Cinta Tapi Beda" dari peredaran. Kesempatan itu diberikan sejumlah organisasi berbasis Minangkabau, seperti Ikatan Pemuda Pemudi Minang Indonesia (IPPMI), Keluarga Mahasiswa Minangkabau Jaya (KMM JAYA) dan Saudagar Muda Minangkabau (SMM) kepada Multivision sebagai pihak yang memproduksi film CTB.

"Tenggang waktu yang kami berikan kepada Hestu dan Hanungbramantyo, Raam Punjabi adalah 7 x 24 jam sejak pertemuan tadi," kata Ketua Saudagar Muda Minangkabau (SMM) Fahira Idris, dalam akun twitternya seusai melakukan audiensi dengan Multivision Plus di Kawasan Roxy, Jakarta Pusat, Selasa sore (15/1/2013).

Fahira berharap tidak ada lagi pemutaran film CTB di manapun dan dalam bentuk apapun juga. Selain menuntut penarikan film CTB dari peredaran di bioskop-bioskop seluruh Indonesia, masyarakat Minang juga mendesak agar Multivision melayangkan permohonan maaf secara tertulis.

"Permohonan maaf tertulis tadi, kami minta dikirim secara resmi kepada seluruh masyarakat Minangkabau melalui seluruh organisasi yang mewakili," ungkapnya.
Dia juga menghimbau agar tidak ada lagi film yang diproduksi Multivision dan Hanung Bramantyo yang menghina adat atau bahkan agama apapun. "Kami menghimbau saudara Hesstu dan Hanung & Multivison pictures agar tidak lagi membuat film-film yang menghina adat daerah atau agama apapun," seru Fahira.

Lalu bagaimana jika tuntutan itu tidak dipenuhi oleh pihak Multivision?. "Kami berharap ada itikad baik dari Hestu dan Hanung, Raam Punjabi dalam menyelesaikan masalah penghinaan ini," kata Fahira.

"Bilapun perjuangan kita belum berhasil, tidak usah kecewa. Karena yang paling penting adalah kita sudah berani bersikap tegas terhadap suatu yang salah," lanjutnya.


Fahira yang juga Ketua Perbakin DKI Jakarta ini mengaku saat ini sedang memonitor laporan masyarakat tentang film CTB kepada Polda Metro Jaya yang dilakukan pada 7 Januari 2013 lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Senin 7 Januari 2013 lalu masyarakat Minang seperti Badan Koordinasi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Alam Minangkabau (BK3AM), Keluarga Mahasiswa Minang Jaya (KMM Jaya) dan Ikatan Pemuda Pemudi Minangkabau Indonesia (IPPMI) telah melaporkan Hanung dan Raam Punjabi ke Polda Metro Jaya, terkait film tersebut.

Film garapan Hanung itu dianggap telah melanggar ketentuan dalam pasal 156 KUHP Jo Pasal 4 dan 16 UU.N0. 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis khususnya bagi suku Minang. (desastian)