Jumat, 04 Januari 2013

MENGENANG 67 TAHUN YOGYAKARTA IBUKOTA RI


“Yogyakarta menjadi termasyur karena jiwa kemerdekaannya. Hidupkanlah terus jiwa kemerdekaan itu.” Itulah sepenggal kesan Presiden RI 1 Ir. Soekarno sebelum meninggalkan Yogyakarta kembali menuju Jakarta pada Desember 1949 lalu, setelah hampir 4 tahun menjadikan Yogyakarta sebagai Ibukota RI. Yogyakarta dipilih sebagai Ibukota RI pada 4 Januari 1946 oleh Soekarno Hatta dan kabinetnya, karena Yogyakarta dianggap paling aman, sekaligus mendapat jaminan dari penguasa Kraton Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubawana IX dan penguasa Kadipaten Pura Pakualaman, Sri Paduka Pakualam VIII.


Bahkan pada saat pertama menjalani pemerintahan di Yogyakarta, Raja Yogyakarta tersebut menyumbangkan dana untuk operasional pemerintahan RI yang belum genap 1 tahun, sebesar 6.000.000 Gulden. Jumlah uang yang tidak sedikit pada waktu itu. Dengan modal itu, pemerintahan RI yang masih sangat belia terus menjalankan roda pemerintahannya. Di samping itu, pihak Kraton Kasultanan dan Pura Pakualaman juga memberikan tempat berteduh kepada segenap jajaran pejabat tinggi dari Jakarta yang ikut hijrah ke Yogyakarta. Mereka ada yang tinggal di lingkungan Kraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman.

Ketika hijrah ke Yogyakarta, rombongan Presiden Soekarno menggunakan Kereta Api Luar Biasa berlokomotif Uap C.2809 buatan Henschel (Jerman). Mereka hijrah ke Yogyakarta, di malam 4 Januari 1946 lalu. Keesokan harinya, rombongan tiba di Yogyakarta dan dijemput langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paduka Pakualam VIII, Jendral Sudirman, pejabat tinggi di Yogyakarta dan segenap rakyat kawula Yogyakarta. Mereka berarak-arakan menuju Gedung Agung melewati Jalan Malioboro.