Universitas Airlangga Surabaya mencatat 70 persen perokok aktif adalah
orang miskin, karena itu rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang
pengendalian produk tembakau perlu segera disahkan untuk melindungi mereka.
"RPP itu penting karena 70 perokok aktif adalah orang miskin dan 71
persen keluarga di Indonesia memiliki pengeluaran untuk rokok," kata
Koordinator Teknis Sentra Advokasi Lingkungan Bebas Rokok (SALBR) FKM Unair
Surabaya Dr dr Imam S Mochny MPH di Surabaya, Rabu (30/5).
Didampingi Sekretaris SALBR FKM Unair dr Santi Martini M.Kes dalam temu
pers untuk memperingati "Hari Tanpa Tembakau Se-Dunia" (HTTS), ia
menjelaskan masyarakat perokok sering dirugikan akibat rokok, sedangkan
pengusaha rokok justru aman.
"Para pengusaha rokok itu sering menjadikan buruh pabrik rokok atau
petani tembakau sebagai tameng, padahal hanya 3.000 orang," katanya,
didampingi aktivis dari Pusat Advokasi Pengendalian Tembakau (TCSC).
Selain itu, katanya, pengusaha rokok juga sering beralasan bahwa pajak dari
rokok cukup besar, padahal hanya Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun yang hanya
7-10 persen dari APBN.
"Tapi, nilai kerugian dari penyakit akibat rokok mencapai Rp 125
triliun hingga Rp 130 triliun, sehingga hampir Rp 100 triliun ditanggung
pembayar pajak lainnya dan rakyat miskin banyak yang menjadi korban akibat
penyakit itu," katanya yang juga didampingi aktivis Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jatim.
Apalagi, katanya, cukai yang sering dijadikan alasan itu sesungguhnya hanya
kebohongan para pengusaha rokok, sebab cukai itu berasal dari para perokok dan
cukai itu juga bukan merupakan sesuatu yang positif, melainkan cukai itu
sebagai kompensasi dari dampak merusak sebuah produk.
"Fakta lain tentang rokok di Indonesia sesuai hasil Susenas 2001
adalah 92 persen perokok merokok di rumah, sehingga menciptakan perokok pasif
yakni 65 juta perempuan dan 43 juta anak-anak dalam usia 0-14 tahun,"
paparnya.
Selain itu, 70 persen remaja di Jatim sudah merokok sebelum usia 17 tahun
dan 13 persen remaja di Jatim justru mulai merokok sejak usia 14 tahun, tapi
fakta paling mengerikan adalah 70 persen perokok aktif merupakan orang miskin.
Tidak hanya itu, kalau kecelakaan lalu lintas hanya mengorbankan 3-4 orang
tewas dalam sehari, tapi rokok justru menyebabkan satu orang meninggal dunia
dalam satu menit saja, sehingga masyarakat perlu dilindungi.
"Apalagi, kalau dipetakan, kebutuhan masyarakat Indonesia adalah 72
persen kebutuhan pokok atau beras; 11,5 persen rokok; 11 persen ikan, daging,
susu, dan sejenisnya; pendidikan 3,2 persen; dan kesehatan 2,3 persen. Artinya,
ikan, daging, susu, pendidikan, dan kesehatan masih kalah penting daripada
rokok," tukasnya.