Wahai umat Muhammad, tak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah
ketika melihat salah seorang hamba-Nya melakukan zina. (HR. Bukhari:
5221, Muslim: 901)
Semakin tinggi derajat keimanan seseorang, semakin tinggi pula ujiannya.
Mungkin itulah kalimat yang pas bagi Sayyid Quthb. Doa dan goresan
pengalamannya memberi pelajaran bagi kita tentang arti keimanan yang sejati.
Iman yang tak tergadai meski lautan dunia sudah siap menanti.
Bayangkan di tengah ikhtiarnya untuk memperbaiki diri, ujian datang silih
berganti. Sayyid Quthb yang baru saja ditolak cinta oleh pujaan hatinya untuk
dipersunting menjadi istri, harus mengalami ujian sulit ketika sosok wanita
cantik justru mengajaknya untuk berbuat haram lagi bersedia untuk ditiduri.
Kisah ini terjadi ketika Sayyid Quthb masih dalam perjalanan di atas kapal
laut menuju Amerika, setelah ditugaskan Departemen Pendidikan Mesir meneliti di
negeri Paman Sam tersebut.
Di atas kapal, orang-orang Amerika telah tahu keberadaan Sayyid. Iya, anak
muda dari Kairo, pengarang buku Keadilan Sosial dalam Islam itu. Pemuda itu
terkenal gigih akan perlawanannya terhadap Sekularisme, ia tidak menyetujui
bahwa Agama dan Kehidupan haruslah terpisah.
Kaum Kuffar itu mengenali dengan jelas siapa pemuda berjas itu. Iya itu
pasti Sayyid Quthb, tidak salah, gumam mereka. Sayyid Quthb yang terkenal
seantero Mesir sebagai pemuda pintar dan soleh.
Kenapa mereka sampai ingin menjebak Sayyid Quthb? Sebab bagi bangsa jahili
itu, Sayyid bisa berubah menjadi musuh Amerika setibanya di negeri Paman Sam.
Didasari atas kekhawatiran itu, mereka tak hilang akal. Mereka tahu titik lemah
pria pada umumnya, termasuk pria Mesir.
Orang-orang Amerika itu kemudian menyusun skenario untuk melumpunkan iman
Sayyid. Mereka memperalat seorang wanita untuk membujuk dan merayunya hingga
terjatuh di dalam lumpur kehina-dinaan. Hal ini justru terjadi setelah Sayyid
bertekad untuk menjadi tentara Allah.
Setelah Sayyid berinteraksi dan benar-benar merasakan limpahan rahmat Allah
hingga berkata: “Saya bermaksud menjadi orang kedua, yakni orang Islam
yang loyal dan kukuh, dan Allah berkehendak menguji saya: apakah maksud dan
niat saya ini benar, atau hanya sekedar bisikan hati saja?”
Ujian dari Allah kepadanya terjadi beberapa menit setelah Sayyid bertekad
memilih jalan Islam, yakni ketika baru saja beliau memasuki kamarnya di atas
kapal. Inilah ujian sesungguhnya. Ujian yang datang dari suara seseorang
mengetuk pintu.
Sayyid Quthb lalu membukanya. Ia membuka pintu secara penuh ketabahan,
sampai pada beberapa waktu, ternyata di hadapannya, telah berdiri seorang
wanita cantik lagi semampai dan setengah telanjang dengan gaya merangsang. Sang
wanita itu menyapa Sayyid lewat bahasa Inggris, “bolehkah saya menjadi tamu
tuan malam ini?”
Sayyid terperangah. Ia hampir saja kalap. Namun bukan Sayyid Quthb namanya
jika tidak tahu bahwa inilah jawaban yang diberikan oleh Allah ketika ia
betul-betul berjanji ingin memperbaiki diri. Ia lekas mengangkat
kepalanya, lalu menolak rayuan wanita itu secara halus. Namun Wanita itu
bergeming. Melihat gelagat kondisi tidak berubah ke arah lebih baik, Sayyid
mengatakan, “Di kamar hanya ada satu tempat tidur, maaf.”
Namun sapanyanya, mendengar jawaban Sayyid, wanita itu semakin mendesak
untuk masuk. Ia bak singa lapar ingin menerkam mangsa di hadapannya lewat
tampilan sensual penuh godaan. Pada titik itulah, Sayyid bersikap lebih tegas,
lewat iman yang teguh, ia mengusir sang wanita itu keluar menjauh dari kamar.
Beberapa saat kemudian wanita itu terjatuh di lantai papan. Saat itu,
Sayyid sadar bahwa wanita itu sedang mabuk. Inilah gadis Amerika pada umumnya.
Terbetik dalam hatinya, akan wanita solehah nun jauh di ujung Kairo sana.
Begitu lulus dari ujian yang pertama, Sayyid Quthb segera mengucap: “Alhamdulillah…
saya merasa bangga dan bahagia, karena saya telah berhasil memerangi hawa
nafsu. Dengan demikian nafsu itu berjalan di atas jalan tekad yang saya tentukan.”
Wanita itulah senjata pertama yang dirancang Amerika untuk menggoda dan
meruntuhkan iman Sayyid. Akan tetapi, Allah lebih mengetahui ketetapan jalan
yang beliau pilih, yakni jalan Allah, jalan keimanan, jalan cahaya Rabbani yang
terang menyala-nyala hingga Allah memberinya taufik dan pertolongan dalam
memenangkan ujian itu.
Namun bukan Amerika namanya jika masih belum jera memasukkan tiap muslim ke
lubang galian mereka. Lagi, mereka kembali memperalat seorang gadis guna
menaklukan iman Sayyid. Mereka menguntit dari satu universitas ke universitas
lain setibanya Sayyid di Amerika dan mulai bergerilya meneliti kampus-kampus di
sana.
Sampai suatu ketika, datang cobaan kedua menghampiri jiwa syahdu Sayyid.
Kini, seorang wanita yang berdebat dengannya tentang perlunya free sex di
Institut Keguruan di Colorado dan Galersi.
Wanita itu menjelasakan tentang indahnya kehidupan seks bebas beserta
segala racun dunianya. Namun lagi-lagi, godaan itu hanyalah isapan jempol
semata. Sayyid bergeming dan tidak tergoda akan kenikmatan dunia fana. Ia
kembali lolos lubang dari durjana.
Sudah selesaikah ujian untuk Sayyid? Ternyata tidak. Cobaan ketiga itu
datang dari seorang pegawai hotel yang dengan promosi cabulnya menawarkan
hostes-hostes dan wanita-wanita cantik, baik yang masih polos maupun yangover
acting. Sembari menahan beratnya ujian, Sayyid hanya tersentum dan menolak
tawaran memikat itu.
Bayangkan itu semua terjadi di tengah kondisi negara bebas seperti Amerika
dan dalam kondisi Sayyid sedang rindu akan sosok pendamping. Tak sedikit pemuda
muslim terjebak berada di sana, hanya dalam waktu satu hingga dua
bulan. Padahal Sayyid berada di Amerika selama 2,5 tahun. Inilah hasil
dari tarbiyah sejati dari seorang pecinta sejati, yang sejak kecil telah dididik
oleh ibunya lewat untaian rabbani.
Hingga cobaan keempat itu kembali datang, kali ini seorang pemuda Arab yang
mencoba mempengaruhi Sayyid dengan ceritanya tentang pergaulan bebas yang
dilakukannya dengan wanita-wanita Amerika.
Pemuda itu menceritakan bak setan tengah mempengaruhi manusia untuk
menjajal perilaku tercela, walau hanya sedetik berselimut syahwat jelata.
Lagi-lagi, Sayyid bersyukur. Ia mengucapkan alhamdulillah, betapa Allah amat
sayang kepadanya. Godaan demi godaan mampu ia tepis lewat sebongkah cahaya Iman
yang terpatri dalam hati.
Ternyata itu bukan kasus terakhir, kali ini berasal dari seorang perawat
ketika Sayyid sedang terbaring di rumah sakit. Perawat itu mendekati Sayyid
yang tengah berbaring tak berdaya. Ia menceritakan kelebihan-kelebihan yang
didamba oleh setiap laki-laki.
Juga upaya seorang mahasiswi untuk menghapus rasa jijik pada pikiran beliau
terhadap hubungan seksual yang kotor. Ia menganggap bahwa hubungan seksual
tidak lebih dari praktek hubungan biologis yang tidak ada alasan bagi seorang
manusia untuk mencelanya, baik dari segi etika maupun lainnya. Sekali
lagi, iman Sayyid sangat tebal. Itulah kunci ia mampu menjadi pria sejati
walaupun hingga akhir hayat ia tidak beristri. Kebathilan demi kebathilan
tersebut, tak mampu menghanyutkannya kepada dunia. Subhanallah.
Itulah Sayyid Quthb yang kelak sepulangnya dari Amerika, beliau bergabung
dengan barisan Ikhwan dan disebut-sebut sebagai ideologi kedua Ikhwan sekaligus
mujahid yang tercecer darah syuhada dalam hidupnya. Semoga Allah memberikan
menempatkan Asy Syahid Sayyid Quthb bersama kafilah Syuhada di jannah
nanti. Allahuma Aamiin.