Presiden SBY tak tanggung-tanggung memberikan potongan hukuman (grasi) lima
tahun terhadap Schapelle Corby. Dengan potongan hukuman itu, “Ratu
Marijuana” Australia akan bebas , keluar penjara 2012 ini.
Corby mestinya baru akan bebas tahun 2024. Karena perempuan asal Australia
membawa marijuana seberat 4,2 kg dalam tas, saat mendarat di Bali, dan oleh
pengadilan diganjar hukuman 20 tahun penjara.
Schapelle Corby alias “Ratu Marijuana” benar-benar telah menekuk Presiden
SBY. Orang asing yang membawa ganja seberat 4,2 kg, memasuki wilayah hukum
negara Republik Indonesia, bagaimana bisa mendapatkan keringanan hukuman?
Semestinya Presiden SBY tidak bertindak melampaui batas, dan memberikan
keringanan hukuman terhadap Corby, yang terang-terangan membawa barang yang
sangat membahayakan bagi keamanan nasional Indonesia, berupa marijuana yang
jumlahnya sangat besar.
Mestinya Presiden SBY sebagai kepala negara berdasarkan konstitusi dapat
bertindak dengan tegas melindungi negaranya dari bahaya ancaman, termasuk
ancaman dari fihak asing yang berusaha merusak menghancurkan Indonesia, seperti
Corby.
Indonesia sekarang sudah menjadi pusat peredaran obat psychotropis
(narkotika, ganja, dan marijuana), yang peredaran sudah sangat luas, dan membahayakan
dan mengancam masa depan Indonesia, terutama generasi mudanya.
Berdasarkan penelitian sudah jutaan orang Indonesia yang terperangkap
sebagai pengguna dan mengkonsumsi barang “haram” itu, barang berupa
narkoba, ganja dan marijuana, dan ini sudah menjadi ancaman nasional.
Karena hukuman di Indonesia sangat ringan, sampai-sampai penjara pun
sekarang sudah menjadi pusat peredaran perdagangan narkoba. Hukuman di
Indonesia tak memilik efek jera sedikitpun bagi pengguna dan pengedar narkotik,
ganja, dan marijuana.
Apalagi dengan pemberian keringanan hukuman terhadap si Corby “Ratu
Marijuana” oleh Presiden SBY, pasti akan menjadi preseden buruk, dan semakin
meningkatkan peredaran narkotik, ganja, dan marijuana di Indonesia.
Presiden SBY sudah tidak mampu lagi melindungi negaranya, rakyatnya dari
bahaya dan ancaman fihak asing, yang secara terencana ingin menghancurkan
Indonesia. Karena begitu banyak para pengedar narkotik, ganja, dan marijuana,
yang masuk ke Indonesia, secara legal melalui pintu-pintu bandara, pelabuhan,
dan tempat-tempat transit lainnya di seluruh wilayah Indonesia.
Bandingkan dengan negara jiran Malaysia, siapapun yang kedapatan membawa
barang “haram”, tak peduli siapapun hukumannya sangat berat, gantung.
Jangankan membawa barang “haram” sampai 4,2 kg, membawa 0,5 gram
barang “haram” saja, sudah digantung di Malaysia.
Pemerintah Malaysia benar-benar memproteksi, melindungi negaranya dan
rakyatnya dari bahaya dan ancaman dari luar negeri, yang ingin menghancurkan
rakyatnya dengan narkotia, ganja, dan marijuana. Sehingga, Malaysia yang
berbatasan dengan Thailand, sekarang menjadi negara yang aman dari ancaman dan
bahaya narkotika, ganja, dan marijuana.
Dibagian lain, pakar hukum tata negara, Yusril Iha Mahendra mengkritik
dengan keras atas keputusan Presiden SBY yang memberikan keringanan hukum
terhadap warga Australia, Corby. Kata Yusril, sepanjang sejarah baru kali ini
Presiden RI memberikan grasi atau mengampuni kejahatan narkoba.
“Presiden-presiden sebelumnya tak pernah melakukan hal itu, baik terhadap napi
WNI maupun napi asing,” kata Yusril.
LSM Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) menilai grasi bagi terpidana,
Schapelle Leigh Corby melumpuhkan asas pemerintahan.
Grasi tersebut jelas telah mengabaikan isi UU Narkotika, yang menyatakan
bahwa kejahatan narkoba adalah termasuk kejahatan yang sangat serius, yang
dapat menghancurkan generasi penerus bahkan sebuah bangsa.
"Kejahatan narkoba diakui sebagai kejahatan yang dapat mengancam stabilitas negara dan keselamatan bangsa," tegas Ketua Umum Granat, Henry Yosodiningrat. Henry menyatakan masyarakat dunia melalui PBB telah mengeluarkan konvensi tentang Pemberantasan Narkotika dan Psikotropika tahun 1988.
Konvensi ini telah dirativikasi menjadi UU No 7 tahun 1997.
"Dengan memberikan grasi tersebut, Presiden telah bisa dikatakan telah
melanggar artikel pertama dari konvensi tersebut," tegasnya.
Keputusan Presiden Bambang Yudhoyono memberikan grasi pada Corby akan
berdampak negatif. Henry mengakui bahwa grasi adalah hak prerogatif
presiden.Tapi, katanya, grasi hendaknya diberikan dengan tidak mengesampingkan
moral, rasa keadilan masyarakat, serta arah pembangunan bangsa.
SBY nampaknya tidak memperhatikan lagi kepentingan nasional Indonesia dalam
memberikan grasi kepada Corby. Wallahu’alam.