Setiap ada rencana pembangunan masjid di Amerika Serikat, reaksi keras
bakal datang menghadang. Alasannya pun mudah ditebak, mulai dari masalah parkir
dan lalu lintas hingga keamanan lingkungan.
Data Uni Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) menyebutkan, sejak lima tahun terakhir telah terjadi kampanye anti masjid di AS. Kampanye itu telah menyebabkan sejumlah masjid di rusak. Bahkan ada pihak yang mengiming-imingin hadiah lima ribu dolar AS (sekitar Rp 45 juta) dalam setiap pengerusakan.
Data Uni Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) menyebutkan, sejak lima tahun terakhir telah terjadi kampanye anti masjid di AS. Kampanye itu telah menyebabkan sejumlah masjid di rusak. Bahkan ada pihak yang mengiming-imingin hadiah lima ribu dolar AS (sekitar Rp 45 juta) dalam setiap pengerusakan.
Direktur Kebebasan ACLU untuk kebebasan beragama, Daniel Mach mengatakan, alasan-alasan palsu itu hanya untuk menutup sentimen anti Islam dan Muslim. "Saya berharap pada akhirnya akan ada penerimaan lebih besar bagi seluruh agama, termasuk Islam," kata Mach seperti dikutip usatoday.com, Selasa (29/5).
Direktur Litigasi Dewan Hubungan Amerika-Islam Chicago (CAIR), Kevin Vodak mengatakan, pembangunan tempat ibadah sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Federal tahun 2000. UU ini dimaksudkan untuk mencegah adanya diskriminasi terhadap pembangunan tempat ibadah.
"UU ini sebenarnya ampuh. Dalam kasus perizinan Pusat Pembelajaran Irshad tahun 2010 misalnya, Pemerintah Federal telah meminta negara bagian Ilinois untuk mengabulkan permohonan itu guna mencegah terjadinya tindakan melawan hukum dan praktek diskriminatif," kata dia.
Menurut Vodak, dalam kasus itu masyarakat Ilinois menggunakan alasan terorisme guna menghadang proses perizinan. "Harus diakui, selepas tragedi 9/11, banyak ketakutan dan histeria tentang Islam dan Muslim," katanya.
Direktur Masyarakat Islam, Othman Atta mengatakan, penolakan terhadap rencana pmbangunan masjid lantaran dikhawatirkan tempat ibadah itu akan mengajarkan kekerasan dan memaksakan pelaksanaan hukum syariah di lingkungan sekitar masjid. "Ini yang disebut minimnya tingkat pengetahuan masyarakat AS tentang Islam. Mereka yang sebenarnya tidak mengerti tentang Islam dan muslim cenderung takut," ujarnya.
Secara terpisah Ebrahim Moosa, pakar studi Islam Universitas Duke mengatakan, diskriminasi terhadap Muslim terus terjadi. "Menangani sikap anti masjid itu butuh dialog dan saling memahami antara Muslim dan warga lokal," sebut dia.
Seperti diberitakan, jumlah masjid di Amerika Serikat bertambah sebanyak 74 persen sejak 2000 lalu. Pada 2000, tercatat 1.209 masjid di seluruh negeri Paman Sam. Jumlah masjid meningkat menjadi 2.106 masjid pada 2010.
Sebanyak 56 persen dari masjid tersebut mengkaji pendekatan harfiah untuk menafsirkan isi Alquran. Data tersebut berdasar survey terbaru dari koalisi kelompok sipil Islam, cendekiawan dan kelompok non-Muslim.
Seiring dengan bertambahnya masjid, diikuti pula dengan meningkatnya aksi penolakan warga AS terhadap keberadaan masjid. Aksi penolakan itu selanjutnya berkembang menjadi aksi negatif seperti pengerusakan dan vandalisme.