Rabu, 28 November 2012

Mayoritas Perempuan Turki Ingin Menggunakan Hijab

Perlahan-lahan bangsa Turki yang berpenduduk 80 juta jiwa, dan  99 persen Muslim itu, kini mereka ingin kembali ke jati dirinya sebagai entitas Muslim. Perempuan-perempuan Turki, yang dikenal itu, mereka ingin kembali ke karakter dasar mereka sebagai Muslim.


Sekulerisme yang menggerus kehidupan mereka selama lebih enam dekade itu, sekarang sekulerisme mulai ditinggalkan, dan menjadi barang yang tak berharga lagi. Kemal Atturk yang menjadi pendiri sekulerisme Turki, sudah mulai dilupakan bangsa yang pernah diwah naungan Khilafah Islamiyah dari Daulah Otsmani.

Belum lama ini, sebuah laporan yang dibuat oleh Yayasan Studi Ekonomi dan Sosial Turki (TESEV) telah mengungkapkan bahwa 76,3 persen Muslim Turki menginginkan perempuan yang berhijab melakukan aktivitas di sektor publik.

Sebuah polling (jajak pendapat)  berjudul "Definisi dan Harapan Mengenai Konstitusi Baru," disiapkan oleh TESEV, berdasarkan partisipasi dari 2.699 orang dari 29 provinsi, dan  menunjukkan keinginan masyarakat Turki, agar para perempuan di negeri itu, dapat menggunakan hijab, dan diberi kebebasan melakukan aktifitas di sektor publik.

Menurut hasil survei yang ada,  76,3 persen Mulsim menyatakan bahwa perempuan yang menggunakan hijab harus memiliki hak, dan diberikan hak mereka bekerja di sektor publik termasuk menjadi pejabat negara.

Sementara itu, Partai Rakyat Republik (CHP) yang berhaluan sekuler, memberikan pandangan dan sikap yang sangat membatasi para perempuan yang menggunakan hijab dilarang bekerja di sektor publik.

CHP menginginkan agar perempuan  berhijab tidak boleh bekerja di sektor publik, termasuk dikantor-kantor. Lebih 51,1 persen pendukung CHP menolak perempuan berhijab melakukan aktifitas di sektor publik.

Sementara itu, Partai AKP yang berbasis Islam, 95 persen membolehkan para perempuan yang berhijab bekerja di sektor pulbik, termasuk menjadi pejabat publik.


Dibagian lain, Muslim sebagian besar mereka menginginkan prinsip yang menjadi dasar negara yang paling asas adalah keadilan (65,1 persen), dan kesataraan (50,4 persen), serta sisanya kebebasan (35,6 persen).

Betapa rakyat Turki yang berpenduduk 80 juta, dan 99 persen Muslim itu, menginginkan keadilan (Islam) menjadi prinsip dasar negara di dalam konstitusi yang baru. Namun, mayoritas Muslim Turki masih tetap menginginkan agar sekulerisme (50,6 peren) tidak dihapus dalam konstitusi yang baru. Hanya 8,6 persen, yang benar-benar menginginkan sekulerisme dihapus dari konstitusi Turki.

Memang, sekulerisme yang ditanamkan oleh Kemal Attaturk, selama hampir lebih dari enam dakade, dan menjadikan militer sebagai garda yang menjaga seulerisme dan konstitusi Turki, tidak mudah menghapuskan dari konstitusi negeri itu.

Sedangkan Partai AKP baru berkuasa sejak tahun 2006, dan dihitung belum satu dekade. Tetapi, AKP dibawah telah berhasil melakukan perubahan yang sangat luas. Termasuk mengembalikan peran Turki sebagai alat negara, dan tidak lagi diperkenankan terlibat dalam politik.

Perdana Menteri Turki, Recep Tayyib Erdogan, yang berasal dari kubu Islamis, benar-benar berhasil mengantarkan Turki menjadi negara yang makmur tingkat ekonominya, dan mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan, serta relatif stabil dan tidak ada gejolak politik. Erdogan memanjarakan lebih 300 orang  jenderal yang berusaha melakukan kudeta. 

Partai AKP dan Erdogan yang baru saja terpilih kembali keempat kalinya sebagai Ketua AKP telah mengantarkan Turki menjadi pemain utama dalam percaturan politik di tingkat regional dan global. Posisi Turki sangat diperhitungkan oleh Amerika dan Uni Eropa. Inilah sejarah penting yang dicata oleh Turki dibawah AKP.

Arsitek politik luar negeri Turki yang handal yaitu Prof. Ahmed Dovutoglu, yang sekarang menjadi arsitek politik luar negeri Turki, seorang profesor dibidang politik, dan menentukan arah kebijakan luar negeri Turki. Turki terus mendekatkan dengan negara-negara Islam, dan menjadi negara-negara Islam sebagai basis hubungan politik dan ekonomi serta keamanan.

Turki memainkan peranan yang sangat penting dalam konflik di Timur Tengah, termasu konflik yang terjadi di Suriah. Turki bersama dengan Mesir, sangat memperhatikan nasib rakyat Palestina, dan terus bersama dengan negara-negara Islam lainnya, memperjuangkan Palestina menjadi bangsa yang merdeka tidak lagi dibawah penjajah Zionis-Israel.

Turki dibawah Erdogan mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap dunia Islam, seperti ketika terjadi krisis di Somalia, Libya, Myanmar, dan Suriah. Bahkan, ketika terjadi kelaparan di  Somalia, Erdoga bersama dengan isterinya Emina dan anak perempuannya Sumayyah mengunjungi Somalia bersama dengan menterinya dan memberikan bantuan $ 500 juta dollar kepada Somalia. Semoga. Wallahu'alam.