Kenapa Pesawat
dan Helikopter TNI Indonesia sering jatuh sehingga lebih dari 150 orang tewas
di tahun 2008-2009?
Kenapa 120 juta
rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan (versi Bank Dunia)?
Kenapa meski
SD-SMP gratis tapi SMU dan Perguruan Tinggi Negeri justru mahal dan tidak
terjangkau bagi rakyat miskin?
Kenapa
pelayanan kesehatan umum di Indonesia sangat mahal dan tidak terjangkau?
Kenapa korupsi
merajalela di Indonesia?
Kenapa rel
kereta api dan kabel telpon dicuri?
Kenapa
penculikan anak sering terjadi, begitu pula perampokan yang tak jarang
menimbulkan korban jiwa?
Kenapa Hutang
Luar Negeri Indonesia terus meningkat dari Rp 1.200 trilyun di tahun 2004 jadi
Rp 1.600 trilyun di tahun 2009?
Kenapa
Indonesia selalu bergantung pada Investor Asing dan jika tak ada Investor Asing
datang maka pembangunan tidak berjalan?
Jawaban dari
semua pertanyaan di atas adalah karena Indonesia tidak punya cukup uang. Kenapa
tidak punya cukup uang? Karena kekayaan alam Indonesia dikuras asing dan
perekonomiannya dikuasai asing. Contohnya untuk tambang emas dan perak di
Papua, Freeport dapat 99% sementara 230 juta rakyat Indonesia harus puas dgn 1%
saja. Bagaimana Indonesia tidak miskin?
Akibatnya,
mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Sebagian dari mereka
terpaksa mencuri, menculik, merampok dan sebagainya untuk mendapatkan uang.
Seorang anggota Kapak Merah yang didor polisi berkata, “Biarlah saya ditembak
mati. Habis saya cuma lulus SD. Cari kerja susah. Jadi merampok guna mendapatkan
uang”
Pemerintah
tidak bisa membeli pesawat dan helikopter baru untuk menggantikan pesawat dan
helikopter lama yang umurnya sudah 30 tahun lebih. Pemerintah hanya bisa
memberi bantuan Rp 100 ribu/bulan untuk kurang dari 40 juta rakyat Indonesia.
Itu pun BLT tidak bisa berjalan rutin setiap bulan. Pemerintah tidak bisa
membiayai penuh pendidikan dan kesehatan sehingga mayoritas rakyat Indonesia
meski tergolong miskin versi Bank Dunia harus membayar mahal untuk pendidikan
dan kesehatan.
Dengan mahalnya
biaya pendidikan di SMU dan Perguruan Tinggi Negeri, maka jika zaman ORBA
mayoritas rakyat lulusan SMA, maka dalam 5-10 tahun mendatang jika kebijakan
Ekonomi tidak berubah rata-rata pendidikan hanya lulus SMP saja.
Karena
pemerintah tidak punya cukup uang, maka terpaksa harus berhutang dan
menggantungkan pada datangnya Investor Asing. Jika tidak, pembangunan tidak
akan jalan. Menurut penganut paham Ekonomi Neoliberalisme tanpa hutang tidak
mungkin ada pembangunan. Padahal kalau hutang sudah membukit dan si peminjam
sampai mendikte bangsa Indonesia untuk menyerahkan kekayaan alam dan menjual
BUMN yang dimiliki serta menaikkan berbagai harga yang menyengsarakan rakyat,
itu sudah tidak sehat lagi.
Hutang
Indonesia yang sudah mencapai 68% dari GNP jelas sudah sangat besar dibanding
Singapura yang hanya 14%, Arab Saudi 11%, Iran 8%, atau bahkan Malta yang 0%!
Jangan “Besar Pasak daripada Tiang!” begitu kata-kata yang bijak dari nenek
moyang kita.
Korupsi
merajalela di negara kita karena gaji pejabat dan pegawai negeri di Indonesia
sangat kecil. Menurut seorang staf Bappenas, GAJI POKOK pejabat tertinggi hanya
Rp 3 juta. Padahal di AS, gaji pengantar Pizza saja yang menurut ukuran sana
miskin, mencapai Rp 14 juta. Itu pun belum termasuk Tips!
Gaji Presiden
Indonesia kurang dari Rp 70 juta/bulan. Kekayaan Presiden SBY “hanya” RP 8,5
milyar! Padahal gaji CEO Chevron (satu perusahaan migas asing yang beroperasi
di Indonesia) mencapai US$ 7,8 juta/tahun atau Rp 7,1 milyar/bulan. Artinya
dalam 30 tahun masa kerja, CEO perusahaan migas asing ini pendapatannya
mencapai Rp 2,5 trilyun! Itu baru satu orang. Kalau Direksi ada 5 orang
dan komisaris ada 5 orang, semuanya bisa mendapat Rp 12 trilyun. Darimana uang
untuk menggaji mereka sebesar itu? Di antaranya ya dari minyak dan gas
Indonesia!
Coba anda
bayangkan, jika Dirut perusahaan migas asing total gajinya mencapai Rp 2,5
trilyun, sementara Dirut BUMN Pertamina hanya Rp 100 juta/bulan atau Rp 36
milyar, mana yang lebih banyak mengambil uang dari kekayaan alam Indonesia?
Tentu Dirut perusahaan asing bukan? Bahkan seandainya Dirut BUMN itu korupsi Rp
1 trilyun pun tetap saja lebih banyak uang yang diambil Dirut perusahaan asing
dari bumi Indonesia dengan gaji raksasanya yang “legal.”
Silahkan lihat
Daftar Perusahaan Terkaya versi Forbes 500:
1. Exxon Mobil,
pendapatan $390.3 billion/tahun, gaji CEO, Rex W. Tillerson, $4.12M/tahun
3. Shell,
pendapatan $355.8 billion/tahun, gaji CEO, Jeroen van der Veer, €7,509,244
4. British
Petroleum, pendapatan $292 billion/tahun, gaji CEO, Tony Hayward, $4.73M
6. Total S.A.,
pendapatan $217.6
7. Chevron
Corp., pendapatan 214.1 billion/tahun, gaji CEO, David J. O’Reilly, $7.82M
8. Saudi Aramco
(BUMN Saudi), pendapatan $197.9 billion/tahun
10.
ConocoPhillips, pendapatan $187.4 billion/tahun, gaji CEO, James Mulva, $6.88M
Total dari
perusahaan itu saja (10 perusahaan teratas versi Forbes 500) yang juga
beroperasi di Indonesia mengelola kekayaan alam kita, itu US$ 1.655 milyar atau
sekitar 17 ribu trilyun/tahun. Di antaranya berasal dari kekayaan alam
Indonesia. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya
mencapai Rp 1.037 Trilyun.
Dari data di
atas, cukup aneh jika Indonesia yang katanya untuk Migas dapat 85% (kalau
Pertambangan lain Indonesia memang cuma dapat 15%) dan asing cuma 15% ternyata
dapat tidak lebih dari Rp 350 trilyun/tahun dari Migas sementara 6 perusahaan
migas tersebut yang “cuma” dapat 15% bisa mendapat Rp 17.000 Trilyun! Atau
5.600% lebih! Menurut nalar saya itu tidak masuk di akal.
Itu belum dari
berbagai perusahaan lain seperti Freeport, Newmont, BHP, dsb yang menguasai
emas, perak, tembaga, nikel, dsb di Indonesia. Bisa jadi total penerimaan
mereka sekitar Rp 30 Ribu Trilyun/tahun.
Ada yang
menyebut bahwa selain yang 15% itu, pihak asing juga mengklaim “Cost Recovery”
untuk eksplorasi migas dan juga operasional sehingga besarnya bisa mencapai
30-40%. Selain itu besar migas yang diproduksi juga tidak jelas. Amien Rais
berkata, “Jika dari perusahaan migas langsung gasnya disalurkan melalui pipa ke
Singapura, bagaimana kita tahu berapa gas yang sebenarnya diproduksi?”
Perbedaan
signifikan besarnya angka pendapatan yang diperoleh 6 perusahaan Migas dengan
minimnya pendapatan yang diperoleh bangsa Indonesia harusnya menjadi satu
indikasi yang harus diinvestigasi.
Freeport yang
sekedar “Tukang Cangkul” di Papua mendapat royalti emas dan perak sebesar 99%,
sementara lebih dari 230 juta rakyat Indonesia yang merupakan pemilik tambang
emas dan perak cuma diberi 1%. Menkeu Agus Martowardojo juga menyatakan bahwa
ada ilegal ekspor tambang. Penambang asing cuma mengaku mengekspor 5 juta ton
hasil tambang. Sementara data impor tambang tersebut di luar negeri dari
Indonesia mencapai 20 juta ton:
Jadi jika
ternyata yang diakui asing jumlahnya cuma 1/4, dan dari 1/4 itu Indonesia hanya
diberi 1%, Indonesia itu cuma dapat 0,25% dari hasil tambang emas, perak, dsb.
Inilah sebabnya kenapa negeri Indonesia yang kaya dengan hasil alamnya,
ternyata mayoritas rakyatnya hidup miskin dan melarat.
Arab Saudi
cukup cerdas menasionalisasi perusahaan Aramco tahun 1974. Tahun 1970-an, Arab
Saudi masih termasuk negara miskin. Kekayaan alam mereka berupa minyak tidak
dapat mensejahterakan mereka karena dikuasai perusahaan AS, Aramco. Namun sejak
raja Faisal menasionalisasi Aramco, maka seluruh hasil minyak dapat dinikmati
oleh rakyat Saudi Arabia. Jumlah uang yang masuk untuk pembangunan pun
berlimpah sehingga listrik di sana gratis, sementara bensin cuma Rp 1700/liter.
Ini jauh lebih murah ketimbang Indonesia yang Rp 4.500/liter saja sudah ribut
soal kurangnya subsidi karena 90% migas kita dikuasai perusahaan migas asing.
Foto di atas
adalah foto Masjidil Haram saat Arab Saudi masih dilanda kemiskinan meski saat
itu mereka sudah memproduksi minyak lewat perusahaan AS, Aramco. Foto di bawah
adalah foto Masjidil Haram saat Arab Saudi kaya setelah menasionalisasi Aramco:
Chavez presiden
Venezuela juga menasionalisasi perusahaan migas di sana sehingga Venezuela yang
merupakan negara penghutang terbesar, sekarang rasio hutangnya hanya kurang
dari 40% total GDPnya. Di bawah Indonesia yang rasio hutangnya sudah mencapai
68% dari GDP dan terus bertambah sekitar Rp 100 trilyun/tahun. Kuwait dan Qatar
juga mengandalkan BUMN mereka untuk mengelola kekayaan alamnya sehingga tidak
bocor ke asing.
Akibatnya
negara mereka makmur. Ketika saya tinggal di Arab Saudi selama 6 bulan di rumah
satu warga negaranya, di sana bukan cuma bensin lebih murah, tapi sekolah,
listrik, rumah sakit gratis. Bahkan di sana kalau kuliah diberi uang saku.
Negara-negara
yang maju/makmur seperti AS, Inggris, Perancis, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, dsb
itu tidak pernah menyerahkan kekayaan alam mereka ke asing. Mereka mengelola
sendiri kekayaan alam mereka. Qatar dan Kuwat meski SDMnya sedikit, mereka
tetap buat BUMN sendiri. Tenaga ahli mereka cari dari luar negeri termasuk dari
Indonesia. Coba lihat Kompas Sabtu-Minggu di kolom lowongan kerja, banyak iklan
lowongan kerja dari BUMN Qatar, Kuwait, dsb yang mencari ahli migas dari
Indonesia. Dan memang SDM Migas Indonesia cukup ahli dan melimpah karena
sebagian besar pekerja di perusahaan migas asing di Indonesia juga merupakan
putra-putri Indonesia.
Bahkan Malaysia
pun yang serumpun dengan kita dengan jumlah penduduk lebih sedikit dan di bawah
kita kualitas SDMnya tetap mengelola sendiri migas mereka via BUMNnya Petronas
sehingga 4 kali lipat lebih makmur dari kita. Gedung Petronas pun berdiri megah
sebagai gedung tertinggi kedua di dunia sebagai bukti nyata keberhasilan BUMN
tersebut.
Selama kekayaan
alam Indonesia masih dinikmati oleh asing, Indonesia tidak akan pernah bebas
dari kemiskinan.
Tidak ada satu
bangsa pun yang maju dan sejahtera yang menyerahkan kekayaan alamnya ke pihak
asing. Jika kita lihat negara-negara yang maju/makmur seperti AS, Inggris,
Perancis, Jerman, Swis, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Venezuela, dan sebagainya,
mereka tidak mau menyerahkan kekayaan alamnya ke pihak asing. Harusnya ekonom
Indonesia berjuang agar Indonesia bisa mandiri. Bisa berdikari.
AS, Inggris, Perancis, Belanda, dsb maju dan makmur karena selain mengelola
kekayaan alamnya sendiri, mereka juga menguras kekayaan alam negara lain. Tak
heran jika Anggaran Belanja Militer AS saja mencapai US$ 655 Milyar/tahun atau
Rp 6.550 Trilyun/tahun sementara Anggaran Belanja Militer Indonesia cuma Rp 36
Trilyun saja. Kurang dari 1% anggaran AS!
Bukan justru
membujuk rakyat/pemerintah agar Indonesia tidak mandiri dan bergantung kepada
perusahaan2 asing yang ternyata justru memperkaya perusahaan dan direksi mereka
sendiri
Oleh karena
itu, dari Rp 30 Ribu Trilyun/tahun yang didapat perusahaan-perusahaan asing
tersebut, bisa jadi 10-20% berasal dari kekayaan alam Indonesia atau minimal Rp
3.000 Trilyun/tahun.
Saat ini APBN Indonesia
hanya sekitar Rp 1.000 trilyun untuk 240 juta rakyat Indonesia. Artinya tiap
orang hanya mendapat sekitar US$ 34/bulan. Masih di bawah garis kemiskinan Bank
Dunia yang US$ 60/bulan/orang. Tak heran Indonesia tidak punya cukup uang untuk
mensejahterakan rakyat, memberi pendidikan yang terjangkau dari SD hingga
Perguruan Tinggi, memberi layanan Rumah Sakit yang terjangkau, Pembaruan
Alutsista, menyelamatkan anak-anak jalanan, dan sebagainya.
Bayangkan
seandainya Indonesia mandiri dan mendapat tambahan Rp 3.000 trilyun dari hasil
kekayaan alamnya sehingga APBN kita menjadi Rp 4.000 trilyun/tahun. Artinya ada
US$ 138/bulan untuk setiap orang. Seluruh penduduk Indonesia bisa lepas dari
garis kemiskinan VERSI BANK DUNIA yang US$ 60/bulan. Indonesia bisa melunasi
hutangnya yang Rp 1.600 trilyun dengan mudah. Indonesia tidak perlu
menunggu-nunggu “INVESTOR ASING” untuk membangun negerinya.
Segala janji
bahwa pendidikan murah, layanan Rumah Sakit murah, pembaruan alutsista, atau
pun mensejahterakan rakyat itu hanya omong kosong belaka jika Presiden kita
tidak mau mandiri mengelola kekayaan alam Indonesia. Indonesia tidak akan punya
cukup uang selama hasil kekayaan alam kita yang menikmati justru
Kompeni-kompeni gaya baru yang didukung oleh pemerintah mereka.
Lihat video di
mana Kompeni gaya baru yang didukung AS dan Inggris turut campur untuk
menguasai kekayaan alam Indonesia sehingga 1 juta korban tewas:
Indonesia butuh
pemimpin yang bijak dan berani seperti Raja Faisal dari Arab Saudi dan Hugo
Chavez dari Venezuela yang berani menasionalisasi perusahaan pertambangan asing
dan mandiri mengelola kekayaan alamnya.
Di bawah adalah
sebagian hasil kekayaan alam Indonesia. Indonesia masih punya banyak kekayaan
alam yang melimpah selain statistik di bawah.
Berikut tulisan dari Ensiklopedi MS Encarta:
Saudi Arabia
The latter development, along with Saudi Arabia’s 1974 takeover of
controlling interest in the huge oil company Aramco, greatly increased
government revenue, thus providing funds for another massive economic
development plan.
BUMN yang Menguntungkan Negaranya:
Norway’s economy is a mixed one of public and private enterprises. Although
the economy is based on free-market principles, the government exercises
considerable supervision and control. The state owns railroads and most of the
public utilities, and state-owned enterprises largely control the vital oil and
natural gas sectors.
Microsoft ® Encarta
About PETRONAS
PETRONAS, the acronym for Petroliam Nasional Berhad, was
incorporated on 17 August 1974 under the Companies Act 1965. It is wholly-owned
by the Malaysian government and is vested with the entire ownership and control
of the petroleum resources in Malaysia through the Petroleum Development Act
1974.
Over the
years, PETRONAS has grown to become a fully-integrated oil and gas corporation
and is ranked among FORTUNE Global 500′s largest corporations in the world.
PETRONAS has four subsidiaries listed on the Bursa Malaysia and has ventured
globally into more than 32 countries worldwide in its aspiration to be a
leading oil and gas multinational of choice.
1973Saudi Arabia’s Government acquires a 25 percent participation interest in
Aramco.1975Master Gas System project is launched.1980Saudi
Government acquires 100 percent participation interest in Aramco, purchasing
almost all of the company’s assets.http://www.saudiaramco.com/irj/portal/anonymous?favlnk=%2FSaudiAramcoPublic%2Fdocs%2FAt+A+Glance%2FOur+Story&ln=en
Crude Petroleum Production (thousand barrels/year)
|
||||
No
|
Country
|
Production
|
Non BUMN Production
|
Description
|
1
|
Saudi Arabia
|
2.788.463
|
BUMN
|
|
2
|
Russia
|
2.705.835
|
2.705.835
|
BUMN?
|
3
|
United States
|
2.098.560
|
2.098.560
|
National Company
|
4
|
Iran
|
1.258.031
|
BUMN
|
|
5
|
China
|
1.238.070
|
1.238.070
|
BUMN?
|
6
|
Mexico
|
1.160.479
|
1.160.479
|
|
7
|
Norway
|
1.092.157
|
BUMN
|
|
8
|
Venezuela
|
951.091
|
BUMN
|
|
9
|
United Kingdom
|
837.053
|
837.053
|
National Company
|
10
|
Canada
|
792.812
|
792.812
|
National Company
|
11
|
Nigeria
|
773.549
|
773.549
|
|
12
|
United Arab Emirates
|
760.449
|
760.449
|
|
13
|
Iraq
|
738.901
|
738.901
|
|
14
|
Kuwait
|
691.842
|
BUMN
|
|
15
|
Brazil
|
531.509
|
531.509
|
|
16
|
Libya
|
481.590
|
481.590
|
|
17
|
Algeria
|
477.007
|
477.007
|
|
18
|
Indonesia
|
462.782
|
462.782
|
|
19
|
Oman
|
327.528
|
327.528
|
|
20
|
Angola
|
327.399
|
327.399
|
|
21
|
Kazakhstan
|
298.906
|
298.906
|
|
22
|
Argentina
|
276.510
|
276.510
|
|
23
|
Malaysia
|
255.113
|
255.113
|
|
24
|
Qatar
|
248.045
|
BUMN
|
|
25
|
India
|
242.801
|
242.801
|
|
26
|
Egypt
|
230.605
|
230.605
|
|
27
|
Australia
|
228.634
|
228.634
|
|
28
|
Colombia
|
210.727
|
210.727
|
|
29
|
Syria
|
186.571
|
186.571
|
|
30
|
Yemen
|
161.911
|
161.911
|
|
31
|
Ecuador
|
143.371
|
143.371
|
|
32
|
Denmark
|
135.421
|
135.421
|
|
33
|
Vietnam
|
124.037
|
124.037
|
|
34
|
Azerbaijan
|
113.322
|
113.322
|
|
35
|
Gabon
|
91.751
|
91.751
|
|
36
|
Congo (ROC)
|
91.021
|
91.021
|
|
37
|
Sudan
|
87.210
|
87.210
|
|
38
|
Equatorial Guinea
|
77.638
|
77.638
|
|
39
|
Turkmenistan
|
65.588
|
65.588
|
|
40
|
Brunei
|
59.536
|
59.536
|
|
41
|
Thailand
|
46.446
|
46.446
|
|
42
|
Trinidad and Tobago
|
44.501
|
44.501
|
|
43
|
Romania
|
43.830
|
43.830
|
|
44
|
Peru
|
35.380
|
35.380
|
|
45
|
South Korea
|
33.140
|
33.140
|
|
46
|
Italy
|
31.178
|
31.178
|
|
47
|
Uzbekistan
|
29.013
|
29.013
|
|
48
|
Tunisia
|
27.689
|
27.689
|
|
49
|
Ukraine
|
27.543
|
27.543
|
|
50
|
Cameroon
|
25.501
|
25.501
|
|
51
|
Germany
|
25.152
|
25.152
|
|
52
|
Papua New Guinea
|
20.145
|
20.145
|
|
53
|
Pakistan
|
18.356
|
18.356
|
|
54
|
Cuba
|
17.275
|
17.275
|
|
55
|
Turkey
|
17.048
|
17.048
|
|
56
|
Netherlands, The
|
16.922
|
16.922
|
|
57
|
Belarus
|
13.334
|
13.334
|
|
58
|
Bahrain
|
12.784
|
12.784
|
|
59
|
Bolivia
|
11.748
|
11.748
|
|
60
|
New Zealand
|
11.100
|
11.100
|
|
61
|
France
|
9.832
|
9.832
|
|
62
|
Hungary
|
8.793
|
8.793
|
|
63
|
Philippines
|
8.588
|
8.588
|
|
64
|
Congo (DRC)
|
8.279
|
8.279
|
|
65
|
Croatia
|
8.036
|
8.036
|
|
66
|
South Africa
|
7.121
|
7.121
|
|
67
|
Austria
|
6.787
|
6.787
|
|
68
|
Côte d’Ivoire
|
6.715
|
6.715
|
|
69
|
Guatemala
|
6.573
|
6.573
|
|
70
|
Poland
|
6.114
|
6.114
|
|
71
|
Myanmar
|
5.479
|
5.479
|
|
72
|
Serbia and Montenegro
|
5.114
|
5.114
|
|
73
|
Belgium
|
4.383
|
4.383
|
|
74
|
Suriname
|
3.653
|
3.653
|
|
75
|
Lithuania
|
3.229
|
3.229
|
|
76
|
Czech Republic
|
2.738
|
2.738
|
|
77
|
Ghana
|
2.557
|
2.557
|
|
78
|
Spain
|
2.402
|
2.402
|
|
79
|
Albania
|
2.323
|
2.323
|
|
80
|
Bangladesh
|
2.192
|
2.192
|
|
81
|
Chile
|
2.192
|
2.192
|
|
82
|
Japan
|
1.948
|
1.948
|
|
83
|
Estonia
|
1.863
|
1.863
|
|
84
|
Singapore
|
1.461
|
1.461
|
|
85
|
Sweden
|
1.461
|
1.461
|
|
86
|
Greece
|
1.155
|
1.155
|
|
87
|
Georgia
|
731
|
731
|
|
88
|
Portugal
|
731
|
731
|
|
89
|
Kyrgyzstan
|
731
|
731
|
|
90
|
Kenya
|
365
|
365
|
|
91
|
Ireland
|
365
|
365
|
|
92
|
Panama
|
365
|
365
|
|
93
|
Slovakia
|
365
|
365
|
|
94
|
Dominican Republic
|
365
|
365
|
|
95
|
Bulgaria
|
365
|
365
|
|
96
|
Barbados
|
365
|
365
|
|
97
|
Benin
|
365
|
365
|
|
98
|
Switzerland
|
365
|
365
|
|
99
|
Morocco
|
183
|
183
|
|
100
|
Tajikistan
|
91
|
91
|
|
101
|
Israel
|
37
|
37
|
|
102
|
Jordan
|
15
|
15
|
|
103
|
Slovenia
|
7
|
7
|
|
Total
|
24.458.709
|
17.429.080
|
||
Value in US$
|
1.220.035.600.000
|
|||
Value in Rp
|
12.200.356.000.000.000
|
|||
15% of Sharing
|
1.830.053.400.000.000
|
|||
Microsoft ®
Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved.
|
Natural Gas Production
|
|||
(Billion cu feet)
|
|||
1
|
Russia
|
21.012
|
BUMN
|
2
|
United States
|
19.917
|
19.917
|
3
|
Canada
|
6.639
|
6.639
|
4
|
United Kingdom
|
3.602
|
3.602
|
5
|
Algeria
|
2.790
|
2.790
|
6
|
Iran
|
2.649
|
BUMN
|
7
|
Netherlands, The
|
2.649
|
2.649
|
8
|
Indonesia
|
2.472
|
2.472
|
9
|
Norway
|
2.401
|
BUMN
|
10
|
Uzbekistan
|
2.048
|
2.048
|
11
|
Saudi Arabia
|
2.013
|
BUMN
|
12
|
Turkmenistan
|
1.907
|
1.907
|
13
|
Malaysia
|
1.730
|
1.730
|
14
|
United Arab Emirates
|
1.519
|
1.519
|
15
|
Mexico
|
1.342
|
1.342
|
16
|
Argentina
|
1.271
|
1.271
|
17
|
Australia
|
1.271
|
1.271
|
18
|
China
|
1.165
|
1.165
|
19
|
Qatar
|
1.059
|
BUMN
|
20
|
Venezuela
|
1.059
|
BUMN
|
21
|
Egypt
|
953
|
953
|
22
|
India
|
883
|
883
|
23
|
Pakistan
|
812
|
812
|
24
|
Germany
|
777
|
777
|
25
|
Thailand
|
671
|
671
|
26
|
Ukraine
|
636
|
636
|
27
|
Trinidad and Tobago
|
600
|
600
|
28
|
Oman
|
530
|
530
|
29
|
Italy
|
530
|
530
|
30
|
Nigeria
|
494
|
494
|
31
|
Romania
|
459
|
459
|
32
|
Kazakhstan
|
459
|
459
|
33
|
Brunei
|
388
|
388
|
34
|
Bangladesh
|
388
|
388
|
35
|
Bahrain
|
318
|
318
|
36
|
Brazil
|
283
|
283
|
37
|
Denmark
|
283
|
283
|
38
|
Kuwait
|
283
|
BUMN
|
39
|
Myanmar
|
283
|
283
|
40
|
New Zealand
|
212
|
212
|
41
|
Libya
|
212
|
212
|
42
|
Poland
|
212
|
212
|
43
|
Colombia
|
212
|
212
|
44
|
Bolivia
|
212
|
212
|
45
|
Syria
|
212
|
212
|
46
|
Azerbaijan
|
177
|
177
|
47
|
Hungary
|
106
|
106
|
48
|
Japan
|
106
|
106
|
49
|
Iraq
|
71
|
71
|
50
|
Croatia
|
71
|
71
|
51
|
France
|
71
|
71
|
52
|
Austria
|
71
|
71
|
53
|
South Africa
|
71
|
71
|
54
|
Tunisia
|
71
|
71
|
55
|
Philippines
|
71
|
71
|
56
|
Vietnam
|
71
|
71
|
57
|
Angola
|
35
|
35
|
58
|
Chile
|
35
|
35
|
59
|
Côte d’Ivoire
|
35
|
35
|
60
|
Equatorial Guinea
|
35
|
35
|
61
|
Ireland
|
35
|
35
|
62
|
Serbia and Montenegro
|
35
|
35
|
63
|
Spain
|
35
|
35
|
62.543
|
Sumber http://infoindonesia.wordpress.com