Menjadi guru zaman sekarang harus ekstra sabar. Alih-alih ingin menanamkan
disiplin terhadap siswanya, seorang guru olah raga di Kabupaten Majalengka
malah diperlakukan kurang manusiawi oleh orang tua siswa.
Ini yang dialami oleh Aop Saopudin SPdI (32), seorang guru honorer di SDN
Panjalin Kidul V, Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka. Pekan lalu ia
mendapatkan penganiayaan, lecet di wajahnya, serta rambutnya yang digunting
paksa oleh lima orang, termasuk salah satunya orang tua siswanya.
Kronologisnya, Senin pagi (19/3) pukul 08.30 usai upacara bendera, ia
terpaksa menggunting sedikit rambut beberapa siswanya, termasuk siswa
berinisial Tm, karena dianggap terlalu panjang. Sebelumnya pada Jumat (16/3),
siswa kelas 3 ini sudah diperingatkan oleh Aop agar rambutnya dipotong
menjelang UAS. Selain Tm, ada beberapa murid yang juga dipotong rambutnya oleh
Aop.
Aop tak sadar, itulah awal dari “bencana” yang akan dialaminya.
Rupanya, orang tua Tm, yakni IH alias Iwan (38) tak terima dengan tindakan Aop.
Maka, pada hari yang sama (19/3) pukul 10.30, Iwan mendatangi Aop ke sekolah
tempat anaknya sekolah. Namun saat itu Aop sudah pulang. Tetapi, pada pukul
13.00 Iwan menemukan Aop sedang nyambi mengajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs)
PUI Panjalin Kecamatan Sumberjaya. Di sekolah tersebut Aop mengaku sempat
dipukul lalu dilerai oleh guru-guru yang ada di sekolah itu. Iwan kemudian
pulang ke rumah. Aop pun mengaku sudah meminta maaf.
“Waktu di MTs itu dipisahin sama guru-guru. Tapi, yang bikin saya sakit
hati, saya sudah minta maaf, bukannya dimaafkan, tapi saya malah
diteriaki kata-kata kasar. Dia (Iwan, red) bilang, jangan sok-sokan, baru
jadi guru honorer saja sudah sombong, emang guru honorer bisa apa” Berani
ngelawan pengusaha yang banyak duit?,” kata Aop itu saat ditemui media di
rumahnya, (25/3).
Ternyata, masalahnya tak selesai di sini. Masih di hari yang sama Iwan
kembali mencari Aop. Tapi kali ini Iwan tidak sendiri, melainkan membawa 4
temannya. Pada pukul 13.30, kelima orang ini kemudian berhasil mencegat Aop di
pintu masuk halaman SDN Panjalin 1, saat Aop hendak mengikuti rapat bersama
guru lain di sekolah dekat Pasar Prapatan tersebut. Saat itu Aop mengaku
dipukul dari belakang saat masih memakai helm.
Iwan, masih belum puas. Di tempat itu pula tangan dan kaki Aop dipegang
oleh kawan-kawannya dan rambutnya digunting paksa oleh Iwan. Rambut sebelah
kanan dan kiri habis dipangkas. Anehnya, banyak guru-guru yang hendak rapat itu
melihatnya, tapi tak ada yang berani menolong.
Setelah dikerjai, hari itu juga Aop langsung melaporkan kekerasan atas
dirinya kepada Polsek Sumberjaya. Namun, entah kenapa oleh pihak polsek Aop
“disarankan” untuk melapor ke Polres Majalengka. Saran itu dituruti Aop, ia
melapor ke Polres Majalengka. Tetapi, hingga berita ini ditulis, Polres
Majalengka belum juga memproses kasus yang dianggap sebagai penghinaan terhadap
kaum pendidik tersebut.
Arief Rismawan, salah satu keluarga korban menyayangkan kejadian yang
menimpa kerabatnya ini. Menurut pria yang juga berkecimpung di dunia pendidikan
ini, perbuatan yang dilakukan orang tua siswa tersebut cukup membuat geram
kalangan pendidik. Menurutnya, jika kejadian ini tidak diusut secara tuntas,
bukan tidak mungkin kejadian serupa bisa terulang dan martabat pendidik dalam
menegakan aturan sekolah akan diabaikan.
“Di lingkungan kampus saja, polisi tidak boleh masuk kampus. Tapi, ini kok di dalam lingkungan sekolah, para preman dengan leluasa melancarkan tindak kekerasan yang sangat tidak manusiawi,” jelas Arief.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka Drs H Sanwasi
MM mengatakan, pihaknya masih mendalami dan mencaritahu duduk perkara
yang sebenarnya atas kejadian ini. Sanwasi enggan berkomentar banyak mengenai
laporan polisi yang telah dilakukan Aop beberapa saat usai kejadian yang
menimpanya ini.
“Saya sudah utus Kasie ke sekolah, juga ke UPTD untuk cari keterangan yang
sebenarnya. Nanti kalau sudah jelas duduk perkaranya, kami akan sampaikan
keterangan resminya kepada publik,” jelas pria yang juga pernah berporfesi
sebagai guru ini.
Kasatreskrim Polres Majalengka, AKP Mukmin Hidayat menyatakan, pihaknya
akan menindaklanjuti kasus ini. Menurutnya, saat ini keduanya masih dalam
bentuk pengaduan, belum masuk laporan. “Masing-masing mengadu kepada Polres,
belum dalam bentuk laporan. Tapi kita kan pelajari ini,” ucapnya.
Mukmin Hidayat menambahkan, kedua pihak, Iwan maupun Aop telah membuat
pengaduan tertulis. Alasan dari pihak Iwan, lanjutnya, karena merasa tidak
terima dengan anaknya diperlakukan demikian. “Merasa anaknya dipotong rambutnya
seperti itu, dia (orangtua murid) mengadu,” tegasnya.
Sementara Aop, juga merasa tidak terima dan juga mengadu ke Polres
Majalengka. Untuk memperjelas permasalahan tersebut, Polres Majalengka akan
memanggil saksi-saksi terkait kasus itu pada hari ini (26/3). Bahkan, bila
diperlukan, ujar Mukmin, pihaknya akan mengkonfrontir orangtua murid dan guru
untuk menjelaskan duduk permasalahannya kepada Polisi.
Meskipun mendapatkan atensi Polres Majalengka, ia menerangkan perkembangan
kasus tersebut tetap berjalan kondusif. “Yang bersangkutan tidak ada masalah.
Mungkin ini hanya pendengar dan penonton atau pengamat saja yang
membesar-besarkan,” ucapnya.
Merasa kedua belah pihak bisa diajak berdiskusi, maka, kata Mukmin Hidayat,
Polres akan mengagendakan jalan damai. “Kita tetap menegakkan hukum. Tetapi
tidak selalu dengan cara itu, bisa juga dengan cara damai,” tukasnya.
Ia menjamin, Polres Majalengka tidak akan memihak kepada salah satunya.
Mukmin berpendapat, guru tersebut tidak memiliki niat untuk melakukan
tindakan tidak terpuji, melainkan bertujuan mendidik. “Tapi orang tua murid
mungkin pikirannya sedang pusing. Jadi ia marah dan melakukan tindakan itu,”
ulasnya.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Iwan itu sudah merasa
menyesal. Untuk itu, Mukmin mengimbau kepada para guru agar menyikapi masalah
ini dengan baik. Begitupula orangtua murid, ia berpesan agar bersama-sama
mendidik anaknya dan tidak menyalahkan guru saat terjadi sesuatu atau kenakalan
dari anaknya. “Layaknya anak sekolah, harus berpenampilan seperti anak sekolah
pada umumnya. Jangan berpakaian atau berpenampilan rambut seperti anak jalanan
yang tidak berpendidikan,” paparnya.
PGRI Turun Tangan
Sekitar lima puluhan guru dari Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI)
Kabupaten Majalengka meluruk kantor Polres Majalengka, Senin siang (26/3),
sekitar pukul 13.00. Mereka mendesak polisi memproses penganiayaan terhadap
seorang guru SDN V Panjalin Kidul, Aop Saopudin (34) oleh orang tua siswanya.
Pimpinan rombongan PGRI, Drs Oo Sukatma Atmadja menjelaskan kedatangan para
guru tersebut untuk mendorong penuntasan kasus penganiayaan terhadap Aop
Saopudin oleh IH alias Iwan, orang tua salah satu murid korban. “Intinya kami
prihatin dan mengutuk keras perbuatan yang menimpa rekan kami Aop Saopudin yang
tengah menjalankan tugasnya sebagai pendidik,” ujar Oo kepada Radar, kemarin
(26/3).
Menurut wakil ketua PGRI kabupaten Majalengka itu, perbuatan yang dilakukan
Iwan tersebut, di samping penganiayaan, juga dianggap sebagai tindak pelecehan
terhadap profesi guru. Apalagi, penganiayaan tersebut terjadi di lingkungan
sekolah dan melibatkan para preman. Oo sepenuhnya mendukung langkah aparat
kepolisian dalam penegakkan hukum dan keadilan, dengan syarat dapat memproses
kejadian yang menimpa Aop hingga tuntas sesuai dengan fakta-fakta.
PGRI juga meminta kepada polisi sebagai petugas keamanan, untuk dapat
menjamin dan memberikan perlindungan fisik maupun psikis terhadap Aop dan
keluarganya, selama menjalani proses hukumnya hingga tuntas. “Harus diusut
tuntas. Jika tidak, ada ribuan guru yang ikut tersinggung dengan perbuatan
pelaku yang akan melakukan aksi yang lebih besar untuk mendorong penuntasan
kasus ini,” tegas Oo. Para guru juga bersikeras menanyakan lambannya proses
penangan kasus yang telah dilaporkan korban sejak sepekan lalu.
Kedatangan para guru ini diterima oleh Kabag Ops Kompol Ujang Suhanda dan
Kasatreskrim AKP Mukmin Hidayat di Aula Mapolres. Kapolres Majalengka AKBP Lena
Suhayati SIK Msi sedang cuti umrah dan Wakapolres Kompol Alfred Ramses SIK
tengah menjalankan tes Sespim Polri. Atas tuntutan para guru tersebut, Kabag
Ops Ujang Suhanda berjanji menuntaskan kasus ini. “Kami akan tuntaskan kasus
ini dengan profesional, proporsional, dan tidak memihak,” ujar Ujang di hadapan
puluhan guru.
Mengenai lambannya penerimaan aduan korban sepekan lalu yang baru diterima
laporan resminya kemarin (26/3), Ujang berdalih, dalam penanganan perkara,
pihaknya lebih mengutamakan proses lidik, sebelum melangkah ke penyidikan.
Sehingga perlu kehati-hatian ekstra untuk menyimpulkannya. Ujang mengakui
kelalaian aparaturnya dan meminta maaf jika kelambanan proses ini telah
menyinggung dan mengecewakan perasaan para guru terutama institusi tempat
korban bekerja. “Keamanan dan keselamatan pelapor, juga menjadi tanggung jawab
kami. Untuk menuntaskan sebuah proses hukum,” imbuh Ujang.
Sumbe http://www.fimadani.com