Dalam kesempatan aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk kaum muslimin
Rohingya di Masjid Agung Rohingya Jum'at (10/8), hadir pula 2 ustadz dari Dewan
Dakwah Islam Indonesia (DDII) Jawa Tengah yang ditugaskan untuk berdakwah ke
pedalaman Nusantara, yakni Ustadz Tri Artoro dan Ustadz Abdur Rosyid.
Ustadz Abdul Rosyid, da'i yang mengemban misi dakwah di lereng Gunung
Merapi dari DDII Jawa Tengah ini menuturkan kondisi dakwah yang memprihatinkan
di lereng Gunung Merapi sebelum atau sesudah Merapi memuntahkan isi yang ada
diperut bumi.
"Pasca bencana letusan Gunung Merapi, kondisi ummat islam dan dakwah
di lereng merapi amat memprihatinkan, pasalnya banyak terjadi pemurtadan dengan
memanfaatkan kondisi sulit masyarakat disana," Kata Ustadz Abdul Rosyid.
Ia menambahkan sejumlah cara dilakukan oleh fihak Nashrani untuk
memalingkan kaum muslimin dari agama islam. Sejumlah cara yang dilakukan adalah
dengan melakukan propaganda bahwa seluruh agama itu sama dan berpindah agama
adalah hal yang wajar.
Dengan trik yang demikian busuknya tersebut, akhirnya banyak dari
ummat Islam menjadi berpaling dari agama Islam karena memang pemahaman
keagamaan mereka sangat sedikit dan bahkan bisa dibilang sangat kurang sekali.
Selain itu, Ustadz didikan DDII ini pun menuturkan bahwa kondisi
peribadatan umat islam disana juga sangat ironis. Dalam catatan dakwahnya,
Ustadz Abdur Rosyid mengungkapkan bahwa ummat islam di lereng Gunung Merapi
tepatnya di desa Sumberrejo tidak boleh mengumandangkan adzan dengan pengeras
suara dan tak boleh memberi kubah pada atap masjid mereka.
"Kami dilarang mengumandangkan adzan dengan pengeras suara dan tidak
diperkenankan memberi kubah pada atap masjid", tuturnya dihadapan ratusan
jama'ah yang memadati area masjid Agung Surakarta.
Tak luput dari pengamatan dan catatannya, pada tanggal 11 Mei 2012 terendus
sebuah pertemuan besar pastur seluruh Indonesia. Pertemuan tersebut dilakukan
sebagai upaya mengkonsentrasikan gerakan pemurtadan di daerah yang gerakan
dakwah Islamnya lemah.
Tak cukup itu saja, seakan "setali tiga uang" para pastur-pun
akhirnya membuat sebuah rekomendasi untuk mendatangkan bantuan dari Universitas
Katholik (UNIKA) Semarang yang kemudian dari fihak UNIKA mengirimkan 310
misonaris yang mengemban misi pemurtadan berkedok gerakan kemanusiaan di
sejumlah desa di lereng Gunung Merapi.
"Tanggal 11 Mei 2012 para pastur mengadakan pertemuan besar yang
akhirnya membuahkan hasil dengan dikirimnya 310 missionaris dari Universitas
Katholik (UNIKA) Semarang kedaerah-daerah lereng Gunung Merapi", ungkapnya
Cara pemurtadan yang dilakukan para missioaris juga sangat vulgar
seakan-akan menantang kaum muslimin. Salah satu "dakwah" mereka
membenturkan bahwa Islam adalah anti budaya dan menyamakan waktu acara
kristenisasi mereka dengan jadwal waktu sholat agar masyarakat khususnya
anak-anak tidak pergi kemasjid untuk melaksanakan sholat.
Ustadz Abdul Rosyid juga menuturkan bahwa penghinaan terhadap umat islam
juga tampak dari sejumlah perilaku yang di sinyalir dilakukan secara sengaja.
Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi sasaran pelecehan, yaitu dengan berjualan
daging babi di samping KUA. Papan mana KUA pun ditutup dengan tulisan jualan
baging babi, dan berbagai bentuk pelecehan lainnya.
"Bahkan penghinaan terhadap institusi Islam di lakukan dengan
menyengaja jualan daging babi di samping KUA dan menutup papan mana KUA dengan
tulisan jualan babi", pungkasnya.
Realita seperti ini jelas sangat memprihatinkan sekali bagi sebuah bangsa
yang katanya mayoritas muslim dan para pejabat pemerintahannya juga mengaku
sebagai muslim. Tidak sekedar institusi pemerintahan yang jauh dari nilai
Islam, KUA saja sudah berani mereka para kaum kafirin lecehkan. Jika hal ini
dibiarkan saja, mak tidak mungkin mereka akan bisa berbuat yang lebih berbahaya
dari sekedar hal tersebut. (bilal/FAI/arrahmah.com)