Markas Besar Kepolisian berkukuh mengusut kasus korupsi simulator. Padahal,
Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang KPK dengan tegas menyebutkan, KPK lebih
berwenang. Berikut ini sejumlah kejanggalan sejak awal kasus ini muncul di
media massa.
1. Ada-tidaknya korupsi
Majalah Tempo edisi 23 April menuliskan korupsi proyek simulator. Pemberitaan itu dibantah oleh juru bicara Mabes Polri pada 13 Mei. Isinya, tidak ada korupsi di Korps Lalu Lintas Polri sebesar Rp 196 miliar terkait dengan proyek simulator.
Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri justru menyelidiki kasus simulator setelah melihat pemberitaan Tempo. Perintah penyelidikan bernomor Sprinlid /55/V/2012/Tipidkor tanggal 21 Mei 2012.
2. Awal mula pengusutan
KPK mengusut kasus simulator sejak Januari 2012. Pada 27 Juli 2012, KPK menetapkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, bekas Kepala Korps Lalu Lintas, sebagai tersangka. Polisi mengaku baru memeriksa 33 saksi. Belum ada tersangka.
3. Penggeledahan
Pada 30 Juli, KPK menggeledah kantor Korps Lalu Lintas. Polisi "menyandera" dengan alasan bahwa kasus simulator juga sedang diusut.
4. Penetapan tersangka
Pada 31 Juli, polisi menetapkan lima tersangka. Tiga orang di antaranya sama dengan KPK.
5. Kerja sama investigasi
Polisi dan KPK menggelar pertemuan dan membuat kesepakatan bersama pengusutan kasus simulator. Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang KPK dengan tegas menyebutkan, jika KPK mulai menyidik, Kepolisian dan Kejaksaan tak berwenang lagi.