Rabu, 08 Agustus 2012

Marty: Insiden Ramallah Jadi 'Senjata' Diterimanya Palestina

Insiden yang diterima sejumlah Menteri Luar Negeri yang ditolak masuk Ramallah akan dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa mengatakan akan membawa peristiwa tersebut sebagai ‘senjata’ ke meja PBB.


“Kita akan terus bekerja untuk menciptakan momentum berdasarkan episode ini ke arah diterimanya Palestina di PBB,” katanya saat ditemui di Istana Merdeka, Selasa sore (7/8).

Ia sendiri menyesalkan sikap Israel yang menolak kedatangan beberapa Menlu, karena negaranya tidak mengakui kedaulatan Isreal. Menurutnya, dengan peristiwa Ramallah semakin terang benderang posisi Israel. “Saya kira masalah Ramalah itu sekarang makin terang benderang. Siapa Isreal itu, negara yang menduduki Palestina selama puluhan tahun, selama berdekade dia duduki Palestina,” katanya.

Sebenarnya, lanjutnya, ada kesempatan bagi Israel untuk menunjukkan sikap konstruktif. Tetapi, yang diperlihatkan justru menegaskan Palestina berada di bawah kendali mereka. Menurutnya, dengan ada sikap seperti itu semakin mengonfirmasi kepada masyarakat internasional bahwa di tengah perubahan yang terjadi di Timur Tengah, yakni demokratisasi, namun di Israel tetap terjadi insiden seperti itu.

“Masyarakat internasional GNB menentang, mengecam sikap Israel ini, bahkan kemarin kita sudah antisipasi sikap seperti itu. Maka sangat kita sesalkan, kita kecam dan kita akan terus bekerja untuk menciptakan momentum berdasarkan episode ini ke arah diterimanya Palestina di PBB,” katanya.

Untuk diketahui, Konferensi darurat Komite Palestina Gerakan Non Blok (GNB) di Ramallah, Palestina, batal digelar pada akhir pekan lalu. Sebanyak 13 menteri luar negeri anggota GNB dijadwalkan menghadiri rapat darurat tersebut. Namun, ada situasi khusus, karena  tak semua menteri luar negeri bisa memasuki kawasan tersebut.

Pemerintah Isreal menolak kedatangan negara yang tidak mengakui kedaulatan Israel. Menlu Marty Natalegawa pun ditolak untuk masuk Ramallah. Kota itu memang berada di teritori Palestina. Tetapi siapa pun yang ingin memasuki kota terebut harus melewati pintu gerbang di wilayah Israel.