Bagi mualaf di Houston, AS, perayaan Idul Fitri kian memantapkan keimanan
mereka. Suasana haru tampak terasa ketika mereka menjadi panitia acara Shalat
Id.
Abdullah Oduro, pembina mualaf, mengatakan keterlibatan mereka dalam perayaan Idul Fitri merupakan kesempatan untuk merasakan seperti apa semangat hari kemenangan. Mereka lalu merasakan pelukan, senyuman dan ucapan selamat Idul Fitri dari saudara-saudaranya.
"Kalau saya, 15 tahun lalu, ketika jadi mualaf, yang saya rasakan begitu sepi. Karena saya belum memahami perayaan Idul Fitri," kenang dia seperti dikutip onislam.net, Ahad (19/8).
Hal serupa juga dialami Isa Parada, mualaf Hispanik ketika masih menjadi mualaf. Isa, yang kini menjabat Direktur Pendidikan Masjid Sabireen, butuh beberapa tahun untuk benar-benar memahami konsep Idul Fitri. "Saudaraku yang lain begitu gembira ketika menyambut Idul Fitri. Tapi saya merasa seperti jauh dari hal itu," kata dia.
Tak mau pengalaman itu kembali terulang pada mualaf lain, Isa dan Oduro menggelar perayaan Idul Fitri dengan melibatkan para mualaf. Kedua ingin memberikan pemahaman bahwa Idul Fitri itu merupakan hari kebahagiaan bagi setiap Muslim. Seperti halnya, ketika mereka masih merayakan Natal.
"Inilah semangat yang ingin dikembalikan," kata Oduro. Merayakan Idul Fitri bagi Mike Ball dan keluarganya, merupakan pengalaman baru. "Jujur, saya masih terkejut," komentar dia.
Menurutnya, ketika mualaf telah mengikrarkan diri memeluk Islam, selesai
itu tidak ada pembimbing. Di keluarga, tidak ada dukungan memadai.
"Intinya, mereka kehilangan arah," kata dia.
Perayaan Idul Fitri berlangsung begitu sederhana. Mereka bermain, masak bersama dan berbagi hadiah. "Aku begitu bersemangat dengan perayaan ini," kata Ana Turner, 26 tahun, mualaf Hispanik. Ia mengatakan begitu antusias setelah merasakan atmosfer Idul Fitri tahun lalu.
Suaminya, Russell, berharap dapat melihat inisiatif lebih guna membantu mualaf di masa depan.
"Hal ini sangat dibutuhkan. Karena beberapa dari kita tak mudah melalui proses memeluk Islam," ungkapnya