Senin, 06 Agustus 2012

Lima Menteri GNB Ditolak Israel Masuk Palestina Memperkuat Dukungan

Penolakan Israel terhadap lima menteri luar negeri anggota Gerakan Non-Blok (GNB untuk memasuki Ramallah, Palestina, justru akan memperkuat dukungan dan komitmen Indonesia dan negara-negara anggota gerakan itu atas Palestina, kata seorang pengamat.


"Penolakan tersebut perlu digunakan negara-negara anggota GNB untuk secara konkrit mendukung keanggotaan Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi multilateral atau internasional lainnya," kata Direktur Departemen Diplomasi Indonesia Center for Democracy, Diplomacy and Defence (IC3D) Ludiro Madu dalam perbincangan dengan ANTARA di Jakarta, Senin (6/8).

Penolakan Israel itu berkaitan dengan rencana pertemuan GNB tingkat menteri di Ramallah, Palestina, pada 5 Agustus. Selain itu, para menteri luar negeri juga akan mengunjungi wilayah Palestina untuk mengetahui situasi terakhir negara tersebut secara langsung.

Penolakan Israel itu ditujukan kepada menteri luar negeri Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Kuba, dan Aljazair karena kelima negara itu tidak mengakui kedaulatan Israel.

Padahal, pertemuan di Ramallah itu merupakan tahapan awal bagi negara-negara anggota GNB untuk menyusun agenda bagi Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-16 GNB di Teheran, Iran, akhir Agustus ini.

"KTT GNB merupakan salah satu forum multilateral terpenting bagi Indonesia. Selain meningkatkan aktivisme dan profil global Indonesia, KTT itu juga mendorong komitmen Indonesia sebagai salah satu negara pendiri GNB," kata pengamat politik internasional itu.

Karena itu, Ludiro mengimbau pemerintah Indonesia untuk menegaskan kembali pentingnya pengakuan atas negara Palestina dan kontribusi GNB untuk mencapai perdamaian dan keadilan di Palestina melalui langkah-langkah yang konkrit.

"Menlu RI dapat meningkatkan komunikasi dengan negara-negara anggota GNB untuk mengupayakan diplomasi total... upaya-upaya melibatkan masyarakat GNB juga perlu dipertimbangkan untuk memperkuat dan memperluas komitmen GNB terhadap isu Palestina, dan juga Suriah serta etnis Rohingya di Myanmar," katanya.

Perlu diingat bahwa masyarakat, sebagai bagian dari aktor-non negara dalam hubungan internasional, tetap perlu bertindak konstruktif dalam memperjuangkan solidaritas terhadap Palestina agar tidak menimbulkan situasi kontra-produktif bagi perjuangan pemerintah negara-negara GNB, kata Ludiro.

Indonesia sebagai negara demokrasi dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia juga memiliki modal untuk mengambil posisi aktif memperjuangkan Palestina di GNB dan forum-forum global lainnya, kata Ludiro.