Keberadaan Twitter ternyata dikhawatirkan pemerintah bisa merusak
bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan kebiasaan-kebiasaan
para pengguna situs mikroblogging tersebut yang sering menggunakan
kata-kata tidak baku.
"Selain memiliki sisi positif, media sosial ini memiliki sisi negatif,
yakni merusak bahasa," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika,
Tifatul Sembiring, kepada wartawan di Istana Negara, Senin (6/2).
Ia mencontohkan penggunaan kata saya yang dibahasakan oleh para
pengguna Twitter dengan 'weh' (gue). Selain memperhatikan mengenai
masalah penggunaan bahasa para pengguna Twitter, pemerintah, kata Tifatul,
juga sedang mempelajari keberadaan banyaknya akun palsu Twitter yang kerap
kali merugikan pemilik identitas asli.
Sejauh itu, pemerintah baru sebatas melakukan edukasi sosial terkait
hal tersebut. "Sejauh ini kita masih mempelajari (hal tersebut).
Kalau miring-miring sedikit ya diperingkatkan. Kalau melanggar hukum ya
dihukum. Prinsipnya pemilik akun (palsu) tersebut bisa diketahui posisinya
dan dikejar," kata Tifatul.
Menurut dia, akun palsu tersebut bisa berdampak sangat serius.
"Meskipun anonim tetap (berakibat) signifikan, misalnya melakukan
penipuan, hacking terhadap badan resmi pemerintah, menjebol akun
orang lain, hingga menyebarkan konten pornografi," ujar Tifatul.
Sumber http://www.republika.co.id