Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq Syihab,
menilai, insiden penghadangan anggotanya di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya
pada Sabtu (11/02/2012), sarat dengan muatan politis. Habib menganggap, massa
penghadang yang mengatasnamakan Suku Dayak tersebut merupakan binaan dari
Gubernur Kalimantan Selatan Teras Narang.
Ada skenario yang harus diperhatikan di balik penolakan massa terhadap
utusan FPI. Skenario itu kata Habib berupa penyesatan opini publik bahwa
seakan-akan keberadaan FPI di Kalimantan Tengah dapat mengganggu kestabilan
masyarakat terutama Suku Dayak. Padahal, Menurut Habib Rizieq, FPI selama ini
memiliki hubungan sangat baik dengan berbagai suku Dayak se-Kalimantan.
DPP FPI sendiri kini tengah melakukan advokasi dan ligitasi membantu
masyarakat Dayak Seruyan dalam konflik agraria di Kabupaten Seruyan. FPI siap
membela seluruh masyarakat Dayak yang terzalimi di seluruh Kalimantan.
Kedatangan FPI ke Palangkaraya merupakan momok yang sangat mengusik kenyamanan
sejumlah penguasa dan pengusaha di Kalimantan Tengah.
Tidak semua warga Dayak menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di
Kalimantan Tengah. Berbeda dengan massa yang mengatasnamakan Dewan Adat Dayat
(DAD) dan Majelis Adat Dayak Nusantara (MADN) yang menolak kedatangan rombongan
Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Tengah, Sabtu, (11/2), tokoh Dayak
Seruyan mengakui jika mereka mendukung FPI.
"Saya dari masyarakat Dayak Seruyan. Betul kata Habib (Rizieq) tidak
semua masyarakat menolak FPI, kami akan tetap mendirikan FPI di Seruyan, Kobar,
Kotim, Sampit, dan Kuala Kapuas, secepat-cepatnya. Masyarakat mendukung dan
kami bahkan meminta," kata Budiardi, Senin (13/2).
Budiardi yang asli warga Dayak dari Kecamatan Hanau, Seruyan, Kalimantan
Tengah mengatakan bahwa yang menolak FPI bukanlah masyarakat Dayak di pedalaman,
melainkan sekelompok orang di Palangkaraya. “Masyarakat Dayak menginginkan FPI
ada di sana”, kata Budi yang juga pengurus Dewan Adat Dayak itu.
Budiardi dan 12 orang lain warga Desa Bahaur, Kecamatan Hanau, Seruyan,
hingga kini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan perusakan perkebunan
kelapa sawit pada 7 Desember lalu. Kasus Budiardi kini dilimpahkan ke Polda
Kalteng.
Sebenarnya, penetapan Budiardi sebagai tersangka merupakan bentuk tidak
berpihaknya negara pada kepemilikan tanah adat masyarakat. Pemerintah
seharusnya segera meluruskan masalah pemberian izin yang melanggar hak-hak
masyarakat ini.
Masyarakat Dayak Seruyan telah berkali-kali melakukan demonstrasi ke kantor
pemerintahan setempat. Namun, tidak pernah ada penyelesaian apa pun sampai sekarang.
Bahkan, Budiardi, seorang anggota DPRD Kalimantan Tengah yang mendukung aksi
masyarakat, malah dijadikan tersangka oleh polisi dengan tuduhan sebagai
provokator.
Habib Rizieq mengatakan, Budiardi adalah anggota dewan yang sedang melakukan
pembelaan terhadap masyarakat Dayak Seruyan yang tanahnya dirampas oleh
pengusaha lokal. "Setelah beliau berjuang selama bertahun-tahun, justru
beliau yang dikejar-kejar, mau dikerjai oleh Gubernur Kalteng dan mau dikerjai
oleh Kapolda Kalteng. Maka dari itu mereka meminta perlindungan pada FPI dan
kini FPI tengah melakukan advokasi dan litigasi," jelasnya.
Pada bulan Januari lalu, puluhan warga Kabupaten Seruyan, Provinsi
Kalimantan Tengah (Kalteng), berdemo mendatangi Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
mengadukan soal lahan tanah ulayat mereka yang dirampas oleh perusahaan
perkebunan kelapa sawit. Mereka juga meminta perlindungan hukum terhadap 12
orang masyarakat Seruyan yang ditahan pihak Kepolisian Polres Seruyan.
Banyak perusahaan perkebunan berlokasi di Kabupaten Seruyan yang sudah
membuka lahan melebihi izin resmi yang mereka terima. Hal ini menyebabkan
timbulnya konflik antara masyarakat dan perusahaan. Seperti yang terjadi di
kawasan PT Sawit Subur Lestari dan PT Best Agro Internasional.
Oleh karena itu, FPI sejak awal tengah membantu masyarakat Dayak pedalaman
di Kabupaten Seruyan untuk mendapatkan hak-hak mereka kembali atas tanah yang
diserobot oleh sejumlah perusahaan. Kasus agraria di masyarakat Dayak Seruyan
ini mirip Kasus Mesuji Lampung. Teras Narang sebagai Gubernur Kalteng mencium
aktivitas advokasi FPI ini. Karena itulah ia tidak menginginkan adanya FPI di
Kalteng.
Habib Rizieq yakin, penolakan kedatangan rombongan FPI bernuansa politis
dan buntut dari sengketa agraria itu. Habib Rizieq menilai, Teras Narang
sengaja menggerakkan massa untuk menolak FPI karena takut kebobrokannya
terbongkar, terutama soal perampasan tanah masyarakat Dayak oleh para
pengusaha. "Mereka takut dibongkar keboborokannya. (Justru) FPI sedang
membela Dayak Seruyan yang dizalimi pengusaha dan preman," katanya.
Menurut Habib Rizieq, mustahil masyarakat Dayak menolak, karena mereka juga
menginginkan perlindungan FPI. “Jadi ini kasusnya bukan sentimentil agama. Ini
bukan persoalan sara. Ini permasalahan pejabat korup, penjahat besar sengketa
agraria yang ingin mengadu domba anak bangsa untuk melindungi kepentingan
politiknya,” lanjut Habib
Sumber http://www.eramuslim.com