Di tengah maraknya wacana pembubaran Front Pembela
Islam (FPI) yang dimotori oleh kalangan liberal, Muhammadiyah justru menolak
jika FPI dibubarkan. Justru Jaringan Islam Liberal (JIL) yang harus dibubarkan
karena menimbulkan kerusakan pemikiran dan fisik.
Hal itu
diungkapkan Pengurus Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustadz Agus
Trisundani SHI. Menurutnya, tanpa menafikan beberapa kekurangan yang ada,
keberadaan FPI masih diperlukan umat dalam rangka mencegah kemungkaran (nahi
munkar). “Terlepas dari kekuranganya FPI perlu ada agar gairah nahi
munkar tetap berkobar,” ujar Koordinator Divisi Dakwah Khusus PP Muhammadiyah
itu kepada voa-islam.com, Sabtu malam (18/2/2012).
Terhadap
beberapa kekurangan internal di tubuh FPI, Ustadz Agus mengimbau agar FPI
melakukan introspeksi dan memperbaiki diri agar dakwahnya tidak menimbulkan
kesan negatif di mata musuh Islam. “FPI harus dewasa dan arif serta
selektif dalam rekruitmen anggota, sehingga tidak dimanfaatkan musuh islam
untuk merusak dinul Islam,” imbau Ustadz Agus yang juga Sekretaris Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta itu.
Sebaliknya, Ustadz Agus setuju bila JIL yang
dibubarkan, karena menebarkan racun akidah yang menyebabkan kerusakan
pemikiran. “Kalau JIL perlu dibubarkan, karena kerusakan pemikiran itu jauh
lebih bahaya dari kerusakan fisik,” tegas Ustadz Agus.
Menurut
Sekretaris BPH Universitas HAMKA ini, pemikiran-pemikiran nyeleneh JIL selama
ini masuk dalam sepuluh kriteria aliran sesat yang difatwakan Majelis Ulama
Islam (MUI).
Dalam Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) MUI tanggal 4-6 November 2007, jelas Agus, MUI
menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat, yaitu: mengingkari salah satu dari
enam rukun iman; meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan
Al-Qur’an dan sunnah; meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an; mengingkari
otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Qur’an; melakukan penafsiran Al-Qur’an
yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir; mengingkari kedudukan hadits nabi
sebagai sumber ajaran Islam; menghina, melecehkan dan atau merendahkan para
nabi dan rasul; mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir;
mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan
oleh syariah; dan mengafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Berawal dari
kerusakan pemikiran itu, lanjut Ustadz Agus, JIL juga menimbulkan kerusakan
fisik, karena memicu emosi umat yang bisa berujung pada kerusuhan. “Selain itu
ia (JIL, red.) juga sering memancing emosi umat,” tutupnya. [silum]
Sumber http://www.voa-islam.com