Oleh, Farid Wadjdi
Pengamat Hubungan Internasional
Sikap tegas mujahidin menolak campur
tangan Amerika, menolak demokrasi, dan menginginkan negara Islam membuat
Amerika sangat khawatir.
Setelah berupaya mensolidkan front
politik oposisi melalui Aliansi Nasional , Amerika berupaya menyatukan pasukan
oposisi Suriah di bawah kontrolnya. Dalam reorganisasi sayap militer ini,
Amerika berupaya menyingkar kelompok mujahidin yang menolak berkompromi dengan
Amerika terutama Brigade Jabhat al Nusra dan Ahrar al Sham.Dalam pertemuan di
Turki pada Sabtu (8/12), komando pasukan gabungan oposisi yang baru terbentuk
sepakat memilih Brigadir Salim Idris sebagai komandan tertinggi. Idris adalah
salah satu perwira militer Suriah yang membelot. Dalam pertemuan ini diklaim
dihadiri 500 utusan faksi militer oposisi yang telah memilih 30 anggota Dewan
Militer Tertinggi dan satu kepala staf. Pertemuan yang diadakannya di Turki ini
sekaligus menunjukkan pengkhianatan rezim Erdogan , sebagaimana penguasa Qatar,
yang menjadi fasilitator pertemuan-pertemuan yang dirancang untuk kepentingan
penjajahan Amerika di kawasan ini. Dalam strateginya, Amerika memang
menggunakan kaki tangannya di kawasan ini ,yaitu penguasa-penguasa Arab untuk
menjalankan kepentingan dan strategi politik luar negerinya.
Sebelumnya, gabungan kelompok
Mujahidin Suriah yang berperang langsung melawan rezim bengis Assad menolak
Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi, aliansi baru yang
dibentuk pada pertemuan di Qatar pada 11 November 2012 lalu. Berbagai cara
dilakukan oleh Amerika untuk menyingkirkan para Mujahidin dan mengaborsi
perjuangan rakyat Suriah untuk menegakkan Khilafah. Seperti biasa, Barat
melalui medianya melakukan penyesatan politik, dengan mengaitkan kelompok yang
berjihad ini dengan terorisme dengan tudingan memiliki agenda radikal. Untuk
itu, Barat juga menggunakan organisasi dunia yang merupakan alat politiknya ,
yaitu PBB.
Dalam laporannya, Komisi PBB yang
melakukan penyelidikan di negara tersebut mengatakan kehadiran para militan
asing, Islam radikal atau para jihadi, membuat Barat khawatir.
Kepala Komisi Sergio Pinheiro kepada
wartawan hari Selasa (17/10) memperkirakan ada ratusan kombatan asing yang ikut
bertempur di Suriah. Pinheiro menambahkan bahwa komisi itu khawatir para
kombatan asing ini tidak berjuang untuk “membangun negara demokratis di
Suriah”, tetapi “untuk agenda mereka sendiri.” Seakan-akan agenda Amerika
adalah untuk kepentingan rakyat Suriah.Padahal semua pihak tahu, campur tangan
Amerika tidak lain untuk melestarikan tiga kepentingan politiknya di Timur
Tengah.
Pertama, mempertahankan suplay
energy terutama migas dengan harga murah.
Kedua mempertahankan eksistensi
aggresor Yahudi. Ketiga, mencegah berdirinya negara Khilafah di Timur Tengah
yang akan mengancam eksistensi penjajahan Amerika. Clinton sendiri secara
terbuka memperingatkan kecendrungan Suriah ini.
Amerika dengan teknik propagandanya
yang mudah terbaca menuduh para mujahidin dengan ekstrimisme dan terorisme,
mengkaitkannya dengan al Qaida. Berkibarnya bendara La ilaha ila Allah
Muhammadurrasulullah, bergemanya teriakan takbir, ditambah kesolehan para
mujahidin yang tekun beribadah dan membaca Al Qur’an meskipun dalam kondisi
perang yang berat, menjadi dasar tudingan Amerika bahwa mereka adalah al Qaida.
Amerika pura-pura tidak tahu yang melakukan perlawanan di Suriah adalah seluruh
umat Islam. Simbol-simbol yang dituding oleh Amerika merupakan simbol-simbol
Islam, bukan al Qaida saja. Tidak hanya itu Amerika malah balik menuduh para
mujahidin sebagai ekstrimis yang ingin membajak perjuangan rakyat Suriah.
Menteri Luar Negeri AS Hilary
Clinton mendesak oposisi Suriah agar melawan berbagai upaya oleh kelompok
ekstremis untuk “membajak revolusi.”Berbicara dalam perjalanan ke Kroasia, ia
mengatakan kepemimpinan pemberontak harus lebih inklusif terhadap mereka yang
bertempur di Suriah. Ia juga mengatakan ada sejumlah “laporan yang merisaukan”
mengenai ekstremis Islam memasuki Suriah untuk mengambil keuntungan dari
pemberontakan melawan Presiden Bashar al-Assad. Pemberontak harus “dengan tegas
menolak segala upaya oleh ekstremis untuk membajak revolusi Suriah,” demikian
peringatan Clinton(BBC,1/11/2012).
Tampak jelas Amerika ingin memecah
belah antara apa yang dia sebut dengan pemberontak dengan para ekstrimis.
Amerika Serikat juga berupaya melakukan kriminalisasi perjuangan para mujahidin
dengan bukti video yang diklaim merupakan bentuk kejahatan.
Menurut PBB video semacam ini bisa
dipakai sebagai bukti kejahatan perang.Sementara pemerintah AS menyatakan
“mengutuk pelanggaran HAM oleh pihak mana pun di Suriah”. Video ini semacam ini
kemungkinan akan digunakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya untuk
menyingkirkan kelompok mujahidin pasca tumbangnya Assad dengan tudingan
pelanggaran HAM. Upaya kriminalisasi mujahidin ini terbukti kemudiann.
Pada Rabu (5/12/2012) kpresiden
Obama secara resmi memasukkan kelompok mujahidin Jabhah Nushrah di Suriah dalam
daftar baru organisasi teroris. Jabhah Nushrah selama ini dikenal sebagai
kelompok jihad yang paling keras menghantam militer rezim Nushairiyah Suriah.
Jika pada hari Rabu Obama memasukkan Jabhah Nushrah dalam daftar organisasi
teroris internasional, maka pada hari Jum’at (7/12) umat Islam Suriah tumpah
ruah ke jalanan dalam aksi-aksi demonstrasi mendukung mujahidin Jabhah Nushrah
dan menolak Pasukan “Penjaga Perdamaian” PBB. Di kota Binniys, propinsi Deir
Ezzur, ribuan kaum muslimin turun dalam aksi demonstrasi pada Jum’at siang.
Mereka mengelu-elukkan mujahidin Jabhah Nushrah. Mereka serentak memekikkan
yel-yel Jabhah Nushrah, Allah yahmikum. Jabhah Nushrah, Allah melindungi
kalian. Allahu Akbar, kejayaan hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
yang beriman.
Dengan izin Allah segala bentuk
makar Amerika dan sekutunya ini akan gagal. Tawaran demokrasi Amerika , insya
Allah , tidak akan laku di Suriah. Karena rakyat Suriah menginginkan berdirinya
negara Islam, negara Khilafah di sana. Bumi yang diberkahi oleh Syam, sudah
dibasahi oleh darah para mujahidin yang sahid. Dengan pertolongan Allah bumi
Syam tidak akan bisa dikotori oleh pera pengkhianat-pengkhianat yang menjadi
kaki tangan Amerika.