SYAIR
“Tombo Ati” alias obat hati yang
berjumlah lima amalan ibadah adalah syair berbahasa Jawa yang populer secara
turun-temurun. Syair yang berisi nasihat ini semakin booming setelah masuk ke dunia rekaman yang dilantunkan seniman
Muslim Emha Ainun Najib dan dilanjutkan oleh penyanyi Opick dengan versi bahasa
Indonesianya.
Ada pihak yang menyebutkan bahwa syair Tombo Ati ini berasal dari Sunan Bonang salah satu ulama shalih penyebar Islam di tanah Jawa, di mana beliau menggunakan syair itu dalam sebagai media dakwah.
Meski demikian, apakah bisa
dikatakan bahwa otomatis beliau perumus Tombo Ati? Bisa
jadi, namun kemungkinan hal itu kecil, karena Wali Songo adalah ulama yang
dikenal menganut metode sanad
dalam ajarannya hingga kemungkinan
besar ajaran yang disampaikan merujuk kepada ulama sebelumnya.
Jika seandainya bukan Sunan Bonang, lalu siapa ulama sebelum beliau yang merumuskannya?
Pertanyaan itu terjawab oleh kitab Shifat Ash Shafwah karya Ibnu Al Jauzi (597 H) ulama besar madzhab Hanbali, di
mana saat beliau menulis biografi Yahya Bin Muadz Ar Razi ulama yang wafat di
Naishabur tahun 258 H, beliau menuliskan bahwa Yahya menyampaikan 5 obat hati
(lihat, Shifat
Ash Shafwah, 4/92).
Dalam kitab itu Yahya bin Muadz menyatakan, ”dawa’ al qalb khomsah asya’” (obat hati ada 5 perkara), yang dalam bahasa Jawa, ”tombo ati iku limo perkarane” (obat hati ada 5 perkara).
Dari lima perkara itu Yahya bin
Muadz merinci, ”qira’ah
Al Qur’an bi at tafakkur” (membaca Al
Qur’an dengan perenungan), yang dalam bahasa Jawa, ”moco Quran angen-angen sakmaknane”.
Yang kedua adalah “khala’ al bathn” (kosongkan perut atau berpuasa), yang dalam bahasa jawa, ”weteng siro kudu luwe”.
Obat hati selanjutnya adalah, ”qiyam al lail” kalau dijawakan menjadi, ”sholat wengi lakonono”.
Selanjutnya adalah, ”tadzarru’ indza as sahr” (merendahkan diri saat waktu sahur) kalau dalam versi Jawa, ”dzikir wengi ingkang suwe”.
Sedangkan obat hati yang terakhir
yang disebut Yahya bin Mu'adz adalah, ”mujalasah as shalihin” (bermajelis
dengan orang-orang shalih) yang dalam versi Jawanya, ”wong kang sholeh kumpulono.”
Jika demikian, maka hal ini merupakan salah satu indikator bahwa ajaran Walisongo bersumber kepada ulama terdahulu, tinggal generasi Islam saat ini, tidak hanya bisa manghafal, namun juga dituntut untuk mengamalkan 5 perkara yang amat dianjurkan itu, hingga hati menjadi tenang.*