''Jamaah, tolong doakan saya, agar
Allah memberi kesempatan 10 detik saja tubuh saya bisa bergerak normal sehingga
saya bisa bersujud kepada-Nya,'' pinta Syeikh Ammar Haitsam Bugis di Daarul
Qur'an, Ketapang, Tangerang, Selasa, (25/12/2012) kemarin.
Permohonan itu diterjemahkan Ustadz
Slamet Ibnu Syam selaku sohibul bayt, yang mendampingi tujuh Syeikh asal
Timur Tengah di Kampung Qur’an dari Saudi, Yaman, Suriah, dan Iraq. Mereka
hadir untuk berbagi ilmu qiro’at Qur’an, pengalaman menghafal Kitabullah, dan
menyuntikkan motivasi bagi segenap keluarga besar Kampung Qur’an.
Kehadiran mereka disambut segenap
pimpinan Yayasan Daarul Qur’an Indonesia dan PPPA Daarul Qur’an, serta ratusan
jamaah dari Aceh sampai Papua.
Ammar Bugis, masih berdarah
Makassar. Ia lahir di Amerika Serikat, 22 Oktober 1986. Nama Bugis diambil dari
nama kakek buyutnya yang berasal dari Sulawesi, Syeikh Abdul Muthalib Bugis.
Beliau hijrah dari Sulawesi ke Mekah dan mengajar Tafsir di Masjidil Haram.
Syeikh Ammar lumpuh total sejak 2
bulan, hanya mata dan mulutnya yang masih berfungsi, walau nada bicaranya agak
tidak jelas. Itu semua tak mengurangi semangatnya untuk hidup dan berarti.
Dengan pendidikan homeschooling,
Ammar sudah hafal 30 juz Qur'an sejak usia 13 tahun dalam waktu 2 tahun saja.
Ia lulus dari Jurusan Jurnalistik King Abdul Aziz University. Menjadi wartawan
olahraga Harian Al Madinah yang terbit di Jeddah, dan kolumnis Harian Ukaz
terbitan Riyadh.
Ammar juga menjadi dosen di
Universitas Dubai sambil meneruskan pendidikan S-2 di sana atas beasiswa
Pangeran Uni Emirat Arab, Hamdan bin Muhammad bin Rasyid Al Maktum Al Fazza.
Kakak lelaki Ammar, Hasan Bugis,
tubuhnya normal, seorang pilot Saudi Airline. Sedang adiknya, perempuan, yang
juga lumpuh seperti Ammar, adalah seorang dokter.
Selain untuk sujud, 10 detik yang
dipinta Ammar Haitsam Bugis juga akan dimanfaatkan untuk membuka mushaf Al
Qur'an yang belum pernah dapat dilakukannya sendiri.
Banyak di antara ratusan jamaah
menangis terharu mendengar permintaan Syeikh Ammar. Termasuk Ustadz Yusuf
Mansur yang berada di sebelahnya.
Kepada Pendiri Daarul Qur’an, Syeikh
Ammar menyatakan ingin memasukkan anaknya, Yusuf (14), ke Ponpes Daarul Qur’an
Ketapang. ‘’Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an adalah pendidikan untuk meraih
dunia-akhirat,’’ tandas Syeikh Ammar, yang menuliskan perjuangan hidupnya dalam
buku berjudul "Qohir Al Mustahil" (Penakluk Kemustahilan).
Dalam taushiyahnya Ustadz Yusuf
Mansur menegaskan, fenomena Syeikh Ammar menunjukkan bahwa tidak ada yang
mustahil bagi Allah SWT. ‘’Namun pikiran dan perasaan kita sendiri yang suka
memustahilkan diri kita. Akhirnya itu jadi do’a buat kita sendiri,’’ katanya.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT
menyatakan bahwa ‘’Aku ini sebagaimana prasangka hamba-Ku.’’ Artinya, Allah
akan ‘’menuruti’’ persangkaan pikiran dan perasaan manusia akan takdirnya
sendiri.
Ustadz Yusuf mencontohkan, banyak
orang merasa mustahil bisa naik haji karena kondisinya miskin atau banyak
utang. Akibatnya, ya mustahil beneran. Padahal, dengan bersandar pada Allah
Yang Maha Kuasa, kemiskinan dan utang bukan hambatan untuk ke Tanah Suci.
Turut memeriahkan silaturahim
tersebut, penampilan para santri Daarul Qur’an dalam defile drumband, atraksi
senam Daqu, koor hymne dan mars Daqu, serta muhadhoroh (pidato)
dwilingual Arab-Inggris.
Acara diakhiri jelang waktu dhuhur
dengan menyaksikan bersama pemasangan tiang pancang sebagai peresmian
dimulainya pembangunan Masjid Daarul Qur’an.*/Kiriman Nur Bowo