Tudingan terhadap umat Islam yang
disebut intoleran dalam kasus Gereja Philadelpia Bekasi dan Gereja GKI Yasmin
Bogor saat perayaan Natal lalu, masih menyisakan kebingungan di benak banyak
kalangan.
Anggota Dewan Pakar Pusat Hak Asasi
Manusia Islam (Pushami) Dr. Saharuddin Daming, SH,MH, bahkan menilai tuduhan
itu sebagai isu murahan, tendensius, dan sangat eksploitatif
Menurutnya apa yang dilakukan
kelompok-kelompok itu yang didukung sepenuhnya oleh kalangan liberal merupakan
wujud usaha dari mereka untuk mengeksploitasi kebebasan berdasar HAM Barat
secara mutlak buta tanpa melihat fakta-fakta.
“Padahal penolakan warga itu
tidaklah berdiri sendiri. Pasti terkait dengan fakta yang lain. Seharusnya
dipahami latar belakang kenapa warga melakukan reaksi yang kemudian dituduh
intoleran,” kata Saharuddin Daming kepada hidayatullah.com,
Jum’at (2812/2012).
Sementara, lanjut Daming, reaksi
warga bertepatan dengan Natal hanya terjadi pada 2 tempat yaitu Bekasi dan
Bogor tersebut. Semestinya, kalau memang umat Islam itu intoleran, seharusnya
penolakan terhadap gereja liar ilegal tidak hanya di dua tempat itu, tapi di
seluruh Indonesia.
“Ada yang melakukan tindakan
berbagai macam cara untuk membangun rumah ibadah dengan mengeksploitasi atas
nama warga seolah-olah telah mendapat persetujuan warga. Wajar kalau kemudian
warga marah karena dilanggar hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi.
Kalau begini, siapa yang intoleran,” kata Daming.
Apalagi kedua pemerintah kota
terkait sudah memberi solusi terbaik. Selain karena pendirian rumah gereja itu
bertentantangan dengan kemauan warga setempat, pendiriannya juga dinilai
bertentangan dengan peraturan Menteri Agama dan tak mendapat persetujuan dari
warga setempat yang mayoritas Muslim.
”Jadi ini harusnya dihormati oleh
pihak gereja. Tapi bukan saja intoleran, pihak gereja ini malah memaksakan
kehendak,” tegas Daming.*