Sabtu, 29 Desember 2012

Kasus Gereja Illegal Dinilai Terlalu Eksploitatif


Tudingan terhadap umat Islam yang disebut intoleran dalam kasus Gereja Philadelpia Bekasi dan Gereja GKI Yasmin Bogor saat perayaan Natal lalu, masih menyisakan kebingungan di benak banyak kalangan.


Anggota Dewan Pakar Pusat Hak Asasi Manusia Islam (Pushami) Dr. Saharuddin Daming, SH,MH, bahkan menilai tuduhan itu sebagai isu murahan, tendensius, dan sangat eksploitatif

Menurutnya apa yang dilakukan kelompok-kelompok itu yang didukung sepenuhnya oleh kalangan liberal merupakan wujud usaha dari mereka untuk mengeksploitasi kebebasan berdasar HAM Barat secara mutlak buta tanpa melihat fakta-fakta.

“Padahal  penolakan warga itu tidaklah berdiri sendiri. Pasti terkait dengan fakta yang lain. Seharusnya dipahami latar belakang kenapa warga melakukan reaksi yang kemudian dituduh intoleran,” kata Saharuddin Daming kepada hidayatullah.com, Jum’at (2812/2012).

Sementara, lanjut Daming, reaksi warga bertepatan dengan Natal hanya terjadi pada 2 tempat yaitu Bekasi dan Bogor tersebut. Semestinya, kalau memang umat Islam itu intoleran, seharusnya penolakan terhadap gereja liar ilegal tidak hanya di dua tempat itu, tapi di seluruh Indonesia.

“Ada yang melakukan tindakan berbagai macam cara untuk membangun rumah ibadah dengan mengeksploitasi atas nama warga seolah-olah telah mendapat persetujuan warga. Wajar kalau kemudian warga marah karena dilanggar hak-haknya yang dijamin oleh konstitusi.  Kalau begini, siapa yang intoleran,” kata Daming.

Apalagi kedua pemerintah kota terkait sudah memberi solusi terbaik. Selain karena pendirian rumah gereja itu bertentantangan dengan kemauan warga setempat, pendiriannya juga dinilai bertentangan dengan peraturan Menteri Agama dan tak mendapat persetujuan dari warga setempat yang mayoritas Muslim.

”Jadi ini harusnya dihormati oleh pihak gereja. Tapi bukan saja intoleran, pihak gereja ini malah memaksakan kehendak,” tegas Daming.*