Aksi kekerasan terhadap umat Islam
di Myanmar terus berlanjut. Aksi kali ini tidak lagi menyasar pada muslim
Rohingya, tetapi juga komunitas muslim Kaman, yang secara resmi diakui sebagai
warga negara Myanmar.
Seperti dikutip Voice Of America, Ahad (2/12), komunitas Muslim Kaman mengaku terkejut dengan serangan itu. Akibat serangan itu, satu keluarga tewas, karena tenggelam setelah berusaha melarikan diri menggunakan perahu.
"Kami tidak tahu mengapa mereka menyerang kami. Kami tidak pernah bertengkar dengan mereka ketika berada di desa yang sama," kata Ma Yay Phyu, 74 tahun.
Insiden ini menimbulkan pertanyaan besar. Sebab, sulit menyimpulkan apakah insiden ini murni karena kesalahan identifikasi target serangan atau memang ada perluasan konflik. Yang pasti, kondisi ini bukan pertanda baik.
May Kyaw Mar, 55 tahun, mengaku tidak hanya etnis Bengali (Rohingya) yang membuat masalah, mereka (Kaman) juga. Mereka identik. Pendapat senada juga diutarakan U Bat Di Ya, kepala biksu Biara Dari Phyu. Ia menyatakan, Kaman itu seperti kular, manusia berkulit gelap.
Merespon kondisi itu, Presiden Myanmar Thein Sein menegur para pemimpin Buddhis untuk tidak memperburuk keadaan soal konflik Rohingya. Juru bicara negara bagian Rakhine, Myain Win, menolak pandangan bahwa konflik telah meluas. "Ini bukan masalah etnis atau agama. Ini akibat kelompok ekstrimis yang membuat masalah," kata dia.
Juru bicara Partai Pembangunan Kebangsaan Rakhine, membantah tuduhan bahwa mereka ambil bagian dalam aksi kekerasan terhadap muslim. "Meskipun Kaman adalah muslim, mereka memiliki hak untuk menjadi warga negara. Tapi ada etnis Bengali yang berpura-pura menjadi mereka untuk mendapatkan kewarganegaraan," kata dia.
Pemimpin komunitas muslim, U Thar Din menilai pemerintah perlu beri perhatian soal masalah ini. Jika pemerintah tidak bisa mengendalikannya, kekerasan akan mungkin terjadi lagi. "Kami tidak akan bersabar lagi," kata dia.