Direktur The Community of Ideological
Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai penangkapan santri Pesantren el
Suchari bernama Ali Zainal Abidin oleh Densus 88 di daerah Gemuruh, Purbalingga
Jawa Tengah merupakan upaya pasukan kepolisian untuk mencitrakan buruk pondok
pesantren.
"Tindakan dengan menuduh Ali
terlibat jaringan Farhan sangat tidak bijak. Densus 88 nampaknya mencari-cari
kesalahan Ali Zainal Abidin agar bisa ditangkap. Penangkapan ini upaya Densus
88 memberikan citra buruk terhadap Pondok Pesantren," ujar Harits.
Harits menilai, tindakan Densus 88
masih terkait dengan war on terorism yang dikumandangkan Amerika Serikat kepada
dunia Islam. Untungnya, umat sudah tidak bisa dibodohi propaganda tersebut.
namun, anehnya, kata Harits, dilevel domestik proyek war on terorism masih
dijalankan oleh BNPT dan Densus 88 dengan pola-pola kasar.
"Hanya karena alasan terkait
dan diduga, seseorang ditangkap dan diekspos kepublik sebagai terduga
teroris," tegasnya.
Continuitas proyek dengan sasaran
para aktifis menggunakan alasa "teroris" ala BNPT dan Densus 88
mengisyaratkan ada upaya dan langkah pembusukan terhadap institusi pesantren
tertentu, kriminalisasi aktifis.
"Dan bidikan besarnya adalah
memberangus gerakan dakwah yang dianggap ancaman potensial kedepan bagi tatanan
sistem thoghut demokrasi" beber Harits.
Oleh karena itu, umat harus sadar
bahwa selama negara ini dikelola oleh orang-orang yang wala' dan baro
(loyalitas dan permusuhannya) kepada toghut. Maka, selama itu pula para
pengemban dakwah akan dijadikan sebagai musuh bebuyutan.
"Dan ini adalah kezaliman
sistemik terhadap umat Islam," lontar Harits
Selain itu, Harits juga mengatakan,
Densus 88 yang menangkap santri tersebut telah melukai umat Islam. "Saya
melihat tindakan Densus 88 sangat kontraproduktif dan kesekian kalinya melukai
perasaan umat Islam," paparnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
Densus 88 Mabes Polri menangkap seorang santri asal Pondok Pesantren el Sucahri
bernama Ali Zainal Abidin (20), Minggu (16/12) pagi.
Densus 88 menangkap Ali Zainal
di daerah Gemuruh, Purbalingga Jawa Tengah. Pihak pasukan antiteror milik
kepolisian itu menduga Ali Zainal terlibat dalam kegiatan teroris dan terkait
jaringan Farhan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun,
Ali dijemput oleh anggota Densus 88 saat membeli sayuran di pasar dan langsung
dimasukkan ke dalam mobil untuk dibawa ke Jakarta.
Sedangkan, pengasuh Pondok Suchary
Ahmad Toha Husein menegaskan, pihaknya tidak tahu menahu mengenai penyebab
pasti mengapa Ali dibawa oleh Tim Densus 88. Dia hanya menjelaskan bahwa Ali yang
merupakan pemuda asal Desa Cemani, Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo
tersebut masuk ke pondok tersebut pada 26 September lalu.
Pondok tersebut memang hanya hanya
memiliki santri dengan jumlah terbatas. Ali datang dan saat di tes mampu lolos
dan boleh belajar di sana. memiliki santri dengan jumlah terbatas. Ali datang
dan saat di tes mampu lolos dan boleh belajar di sana.