Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj yang dinobatkan sebagai Ketua Umum Lembaga
Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dalam sambutannya di Gedung PBNU, Jakarta,
Jumat (1 Juni 2012), mengatakan, hari ini tidak ada lagi prasangka (suuzon)
diantara ormas Islam. LPOI dideklarasikan bukan karena untuk kepentingan
politik ataupun kekuasaan, tapi persaudaraan dengan semua umat Islam. Biar beda
tapi sama.
“Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari, sepulang dari Makkah bercita-cita untuk
mewujudkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah insaniyah. Adapun
ukhuwah Islamiyah adalah sebuah ikatan persaudaraan yang didasarkan oleh iman
dan akidah yang sama. Dengan spirit persaudaraan, apapan mahzabnya, apapun
ormas, dan tempat kelahirannya, kita adalah bersaudara.”
Said Aqil mengatakan, untuk menghindari sikap jumud, radikal, dan teroris,
ukhuwah Islamiyah saja tidak cukup, harus disertai dengan ukhuwah wathoniyah,
yakni persaudaraan sebangsa dan setanah air, apapun agamanya.
“Ukhuwah Wathoniyah saja juga tidak cukup, nanti bisa jadi abangan dan
sekuler. Jadi harus menyatu antara ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathoniyah.
Seperti kita ketahui, bahwa Indonesia terdiri dari 17 ribu pulau, 400 suku,
diapit oleh dua negara besar. Cina dan Australia tidak senang jika umat Islam
Indonesia kuat,” kata Said.
Di satu sisi, lanjut Said Aqil, kalau Islam di Indonesia terlalu keras,
maka negara ini akan di “Irakkan”, di “Afghanistankan”, di “Libyakan”, dan di
“Syiriakan”. Kalau Islamnya terlalu lemah, juga pasti akan diinjak-injak.“Kalau
kebenaran dikalahkan oleh kepentingan politik golongan pasti ancur,” ujarnya.
Said menjelaskan, kita sepakat Indonesia adalah negara kebangsaan, bukan
negara agama. Indonesia adalah negara Darussalam bukan Darul Islam. “Tujuh kata
yang dicoret dalam Piagam Jakarta -- “berkewajiban menjalankan syariat Islam –
adalah sesuatu yang eksklusif dan menimbulkan gap. Sehingga KH. Wahid Hasyim
setuju agar 7 kata itu dicoret dalam Piagam Jakarta. Namun beliau mengusulkan
agar ada Kementerian agama untuk menjaga kualitas pemahaman agama umat Islam di
Indonesia,” jelas Said.
Said Agil Siroj juga menyindir Front Pembela Islam (FPI), bahwa seharusnya
yang dibela itu adalah tanah air, bukan Islam. “Ketika itu Soekarno, Muhammad
Hatta, Jenderal Soedirman bertanya kepada KH. Hasyim di Tebu Ireng, apa
hukumnya membela tanah air. Jadi bukan membela Islam, seperti FPI. Tapi membela
Tanah Air.”
Selanjutnya dikatakan Said, jika ukhuwah Islamiyah dan wathoniyah sudah
mapan, maka berlanjut pada misi ukhuwah insaniyah, yang dipersambahkan untuk
dunia. Dengan demikian, dunia ini bebas perang. Setiap menyelesaikan konflik
harus diselesaikan dengan dialog. “Sesungguhnya tidak ada istilah perang suci,
itu sebuah kesalahan sejarah. “
Sosok ulama sekaliber Yusuf Qaradhawi saja, kata Said, tidak mampu meredam
konflik di Timur tengah. Diharapkan ormas Islam yang tergabung di LPOI bisa
menjadi penengah dan kekuatan sosial, civil society, penjaga keutuhan
masyarakat kita.
“Jika pada 1 Juni lalu terjadi Insiden Monas, maka 1 Juni 2012 LPOI ini
dibentuk dan dideklarasikan. Jika sebelumnya terjadi peristiwa berdarah-darah di
Monas, dan polisi tahu siapa pelakunya, maka disini kita menjaga keutuhan
berbangsa dan bernegara,” ungkap Said lagi-lagi menyindir FPI.
Said Aqil mengingatkan, ormas apapun yang merongrong Pancasila, mengganggu
stabilitas dan keutuhan NKRI harus dilarang. Anggap saja ormas yang melakukan
itu adalah ormas kriminal. Tapi jika ada ormas yang memperkuat Pancasilan dan
NKRI, maka harus didukung. Ini harus tegas, tidak bisa dibiarkan. “Saya mohon
pada pemerintah agar tegas untuk membubarkan ormas kriminal.”
Ketika ditanya wartawan, LPOI untuk menghadapi FUI dan FPI? Said Aqil
mengatakan, kita tidak sedang menghadapi siapa-siapa. “Tidak ada
tandingan-tandingan,” tukas Said. Desastian