Terkait pernyataan Ustadz Haris Abu Ulya sebelumnya pada pertemuan MUI
dengan ormas-ormas Islam, bahwa ada perselibatan antara pihak gereja dengan LSM
antek penjajah sehingga Dewan HAM PBB menuding umat Islam Indonesia intoleran,
ia menegaskan kembali ketika dikonfirmasi, bahwa hal tersebut merupakan hasil
pengamatan dirinya terkait interaksi yang dibangun mereka.
“Iya, dari monitoring saya terhadap alur komunikasi antara pihak gereja
HKGB dengan kelompok liberal mereka intens secara sengaja membawa masalah
gereja Yasmin dan Bekasi plus Ahmadiyah menjadi perhatian internasional dan PBB
dengan isu intoleransi,diskriminasi, pelanggaran HAM,” katanya kepada
arrahmah.com melalui pesan singkat, Jakarta, Sabtu (9/6).
Lanjut ketua Lajnah Faaliyah DPP HTI ini, aksi yang selama ini dilakukan
oleh umat Islam bukanlah tindakan tanpa sebab, yang tiba-tiba dilakukan. Akan
tetapi, merespon dari makar yang dilakukan kelompok liberal dan gereja.
“Jadi reaksi kita adalah terhadap akibat yang disebabkan ulah mereka,”
ujarnya.
Justru selama ini, menurutnya, kelompok liberal lah yang selalu menghalangi
umat Islam mewujudkan aspirasinya di negara yang mengklaim demokratis.
“Paradigma sekuler liberal dan kepentingan oportunis dari Setara Institute
menjadi motif untuk mengganjal semua formalisasi syariah dan umat Islam untuk
dapatkan haknya di ruang demokrasi. Contoh Setara dan jaringan liberal di
parlemen menggugat Perda No. 12 Tahun 2009 di Tasikmalaya,” beber Ustadz Haris.
Oleh karena itu, dia menghimbau kepada kaum Muslimin agar tidak tunduk dan
diatur-atur oleh kelompok liberal dan kristen serta terkesan minder dengan
serangan propaganda mereka.
“Kita tidak boleh didikte dan bersikap defensif apologetik atas terma-terma
seperti intoleransi dan lain-lain karena ini alat dan topeng imperialisme,”
tegasnya.
Karena menurutnya, jika berbicara intoleransi di Indonesia, secara
kenyataan Umat Islam tidak kalah hebat mengalaminya, terutama dibasis-basis
mayoritas non Muslim. Inilah yang tidak diungkap oleh kelompok liberal
dan gereja.
“Banyak fakta yang tidak seimbang ketika bicara intoleransi. Muslim Bali
mau buat masjid juga sulit, mau ngubur jenazah juga sulit. Di Papua, Jayapura,
masjid lingkungan brimob juga mangkrak tidak boleh dibangun dan lain lain. Ini
arogansi minoritas di negeri umat Islam yang bernama Indonesia,” pungkas Ustadz
Haris.