Selasa, 12 Juni 2012

HTI : Liberal dan gereja sengaja membawa beberapa masalah menjadi persoalan internasional


Terkait pernyataan Ustadz Haris Abu Ulya sebelumnya pada pertemuan MUI dengan ormas-ormas Islam, bahwa ada perselibatan antara pihak gereja dengan LSM antek penjajah sehingga Dewan HAM PBB menuding umat Islam Indonesia intoleran, ia menegaskan kembali ketika dikonfirmasi, bahwa hal tersebut merupakan hasil pengamatan dirinya terkait interaksi yang dibangun mereka.


“Iya, dari monitoring saya terhadap alur komunikasi antara pihak gereja HKGB dengan kelompok liberal mereka intens secara sengaja membawa masalah gereja Yasmin dan Bekasi plus Ahmadiyah menjadi perhatian internasional dan PBB dengan isu intoleransi,diskriminasi, pelanggaran HAM,” katanya kepada arrahmah.com melalui pesan singkat, Jakarta, Sabtu (9/6).

Lanjut ketua Lajnah Faaliyah DPP HTI ini, aksi yang selama ini dilakukan oleh umat Islam bukanlah tindakan tanpa sebab, yang tiba-tiba dilakukan. Akan tetapi, merespon dari makar yang dilakukan kelompok liberal dan gereja.

“Jadi reaksi kita adalah terhadap akibat yang disebabkan ulah mereka,” ujarnya.

Justru selama ini, menurutnya, kelompok liberal lah yang selalu menghalangi umat Islam mewujudkan aspirasinya di negara yang mengklaim demokratis.

“Paradigma sekuler liberal dan kepentingan oportunis dari Setara Institute menjadi motif untuk mengganjal semua formalisasi syariah dan umat Islam untuk dapatkan haknya di ruang demokrasi. Contoh Setara dan jaringan liberal di parlemen menggugat Perda No. 12 Tahun 2009 di Tasikmalaya,” beber Ustadz Haris.

Oleh karena itu, dia menghimbau kepada kaum Muslimin agar tidak tunduk dan diatur-atur oleh kelompok liberal dan kristen serta terkesan minder dengan serangan propaganda mereka.

“Kita tidak boleh didikte dan bersikap defensif apologetik atas terma-terma seperti intoleransi dan lain-lain karena ini alat dan topeng imperialisme,” tegasnya.

Karena menurutnya, jika berbicara intoleransi di Indonesia, secara kenyataan Umat Islam tidak kalah hebat mengalaminya, terutama dibasis-basis mayoritas non Muslim. Inilah yang  tidak diungkap oleh kelompok liberal dan gereja.

“Banyak fakta yang tidak seimbang ketika bicara intoleransi. Muslim Bali mau buat masjid juga sulit, mau ngubur jenazah juga sulit. Di Papua, Jayapura, masjid lingkungan brimob juga mangkrak tidak boleh dibangun dan lain lain. Ini arogansi minoritas di negeri umat Islam yang bernama Indonesia,” pungkas Ustadz Haris.