Bunda…apakah benar kau menyayangiku? Jika iya kenapa kau ingin
menghancurkan sebagian masa depanku?
Bunda.. jangan paksa aku memakai diapers atau popok karena aku sungguh
tidak nyaman, aku tidak bebas berjalan dan berlari. Ia menghalangiku
beraktifitas, tidak hanya itu aku sangat terganggu dengan beban yang harus aku
bawa walaupun beban itu adalah air kencingku sendiri. Apakah bunda memang tak
mau menanggung beban ini sehingga aku yang harus menaggungnya sendiri?, aku
hanya minta diantar kekamar mandi jika aku mulai berasa ingin pipis, atau bunda
tidak betah dengan bau ompolku yang membanjiri kasur? Bukankah ada perlak
seperti plastic yang bisa kau gunakan untuk alas tidurku? Semoga bunda lebih
kreatif dari sekedar memberiku popok jenis diapers untuk mengurangi
keletihanmu. Cobalah berpikir bagaimana rasanya jika bunda dipaksa
memikul beban yang bunda sendiri tidak suka dan membencinya?.
Bunda..semua kepayahan dan keletihanmu sangat mulia dihadapan Allah. Begitu
tinggi nilai pahala untukmu. Bersabarlah mengurus semua keperluanku, kasihilah
aku dengan segala cintamu. Tidak ada yang sia- sia untuk semua pengorbananmu,
karena kau telah melakukan untuk kebaikan anakmu. Begitupun juga diriku, Allah
pati akan menunjukkan semua kebaikan- kebaikanmu itu kelak setelah aku besar
dan akan aku balas semua kepayahan dan keletihanmu dengan bakti dan ketaanku
kepadamu. Wahai ibu itulah kenapa Rosulullah sampai menyebutmu tiga kali dalam
hadistnya sebelum menyebut ayah.
“Seorang lelaki datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya :
“Siapakah orang yang paling berhak untuk aku layani dengan sebaik-baiknya ?”
Rasulullah menjawab : “Ibumu”. Dia bertanya lagi : ” Kemudian siapa
?” Rasulullah menjawab : “Ibumu” . Dia bertanya lagi : “Kemudian siapa ?”
Rasulullah menjawab : “Ibumu”. Dia bertanya lagi : ” Kemudian siapa?”
Rasulullah menjawab : “Ayahmu”.
Betapa mulianya seorang ibu, ia memiliki 3 hak terhadap anaknya, lebih dari
seorang ayah.
Bunda…apakah kau tahu bahwa jenis diapers ini termasuk sampah yang sulit
untuk diuraikan? Ketahuilah wahai bundaku, kau telah mewarisi anak cucu dengan
sampah itu karena diapers hanya akan bisa terurai setelah 500tahun. Sebelum
mencapai angka itu ia akan tetap menjadi sampah! Cintailah lingkungan kita
bunda…alam juga termasuk makhluk hidup yang perlu dipertahankan kesuburannya,
semua itu demi kelangsungan hidup manusia.
Bunda…apakah kau pernah tahu dan pernah mencari tahu apa dampak positif dan
negatifnya popok jenis ini? Bunda aku akan mengungkapkan sedikit yang aku tahu
mengenai popok ini , dampak positifnya memang ada, mengurangi jumlah cucian
celana bayi, meringankan beban bunda agar tidak selalu mengepel lantai jika aku
pipis, kasur juga tetap bersih jauh dari bau pesing ompolku, hanya itu menurutku
bunda, tapi sisi negatifnya begitu membuatku merinding, aku tidak mau menjadi
bagian dari orang- orang yang mengalami nasib seperti itu bunda.
1) traces of Dioxin, zat kimia berbahaya,
produk sampingan dari proses pemutihan kertas. Dioxin ini adalah penyebab
kanker nomor satu. Dioxin sudah dilarang di banyak negara maju, tapi tidak tahu
di Indonesia sudah terlarang kah ?
2) Tributyl-tin (TBT) – pollutan
beracun yang diketahui menyebabkan masalah hormonal di manusia dan binatang
3) Sodium polyacylate, polimer berdaya
serap super (Super Absorbent Polymer/SAP) yang menjadi jelly saat terkena
cairan. Sejak tahun 1980 diketahui bahwa bahan ini meningkatkan resiko toxic
shock syndrome.
4) Juga disebutkan bahwa suhu testis bayi
laki-laki meningkat saat menggunakan popok disposable dan penggunaan popok
disposable dalam jangka panjang beresiko anak tersebut menjadi mandul,
Mempengaruhi kesuburanny dan menyebabkan ejakulasi dini. Dan bagi anak
perempuan akan susah mengalami orgasme.
5) selain ke empat hal tersebut popok
jenis diapers ini sangat menguras`isi kantong bunda, karena harganya yang
begitu mahal.
Bunda..tolong selamatkan aku dari bahaya diapers seperti pampers, Mamy moko
dan berbagai merk lainnya. Sayangilah aku bunda.tidak hanya saat ini tapi juga
untuk hari esokku dan masa dewasaku kelak.
I love u bunda…
Oleh : Iqtina Khansa