Myanmar adalah salah satu Negara di kawasan Asia Tenggara yang terdiri dari
banyak etnik. Negara yang berbatasan dengan Thailand dan Bangladesh ini dihuni
oleh mayoritas pemeluk Budha sebagaimana di Thailand. Hanya sedikit penduduk
muslim, sekitar 4% yang terkumpul di Negara bagian Rakhine atau Arakan dan
dikenal dengan komunitas muslim Rohingnya. Mirisnya, yang minoritas ini selalu
menjadi bulan-bulanan Penguasa atau kelompok sipil mayoritas.
Sejak Myanmar diberi kemerdekaan oleh penjajajah Inggris, tercatat
seringkali terjadi konflik berdarah di negeri itu. Apalagi ketika
pemerintahannya dipegang oleh Junta Militer. Maka, rakyat sipil yang sebagian
besar beragama Budha itu tidak setuju dan berulangkali mengadakan aksi damai
menentang kekejaman rezim militer. Tercatat bentrokan besar itu terjadi
sepanjang tahun dan beberapa kali mengalami ledakan aksi masa.
Maka, dari gerakan itu muncullah seorang tokoh wanita yang diklaim dan
dinobatkan sebagai peraih nobel perdamaian lantaran mendukung perjuangan
Demokrasi dan Hak Asasi manusia. Adalah Aung San Suu Kyi. Ia dan partainya
berhasil memenangi pemilu dengan meraup 82% suara rakyat Myanmar. Meski
demikian, kemenangan rakyat itu dianulir oleh Junta Militer sehingga penindasan
di Negara tersebut terus terjadi, tanpa jeda lama. Bahkan, berdasarkan beberapa
sumber, kekerasan yang terjadi secara sistemik terhadap kalangan minoritas
Muslim bersebab adanya maksud pemusnahan generasi.
Terkait mengapa warga minoritas menjadi korban pembantaian, ada banyak
sumber yang beredar. Dimulai dari pemaksaan agar warga muslim keluar dari
agamanya, sampai kepada isu bahwa komunitas muslim bukanlah warga asli Myanmar.
Secara fisik, warga Rohingnya memang lebih mirip dengan penduduk Bangladesh
atau India. Berperawakan tinggi, kulit hitam, hidung mancung. Berbeda dengan
kebanyakan warga Myanmar yang bertubuh kecil, kulit putih dan mata agak sipit.
Tak heran jika kemudian Presiden Myanmar, Thien Sein, mengklaim bahwa Muslim
Rohingnya bukanlah warga asli Myanmar dan harus diungsikan ke kamp-kamp
pengungsian untuk dirawat oleh PBB. Semntara itu, sekjen PBB secara tegas
mengatakan bahwa warga Rohingnya adalah warga Myanmar dan merupakan komunitas
yang mengalami penindasan etnik paling mengenaskan sepanjang sejarah di seluruh
dunia.
Bentuk Penindasan
Awal juni lalu, kita dibuat terhenyak dengan berita yang disampaikan oleh
salah seorang ustadz yang bergiat dalam aneka aksi solidaritas muslim di
seluruh dunia. Sang ustadz menuturkan bahwa beliau menerima kabar dari
koleganya tentang pembantaian yang kembali dialami oleh saudara kita di
Rohingnya. Pembantaian bertahap itu terjadi sebanyak tiga kali sepanjang bulan
itu dengan korban antara 200 sd 700 Muslim yang insya Allah Syahid. (Lihat
lebih lanjut: http://chirpstory.com/li/10160)
Pembantaian ini bermula dari adanya kabar burung bahwa salah satu warga
Rohingnya melakukan pemerkosaan terhadap wanita Budha. Akhirnya, warga
mayoritas yang diliputi bara dendam melakukan aksi dengan melakukan pembantaian
membabi buta. Membakar masjid, rumah pendduduk beserta seluruh warganya
dihabisi tanpa ampun.
Pembantaian ini memnag sudah direncanakan. Sejumlah pelaku sengaja
melakukan makar dengan membakar pemukiman penduduk. Sedangkan sebagian lainnya
berjaga di sekeliling kampung dengan senjata lengkap berupa pedang sepanjang
satu meter dan aneka alat perang manual lainnya. Maka, warga yang rumahnya
dibakar itu secara otomatis berlari keluar kampung untuk menyelamatkan diri
beserta seluruh anggota keluarganya. Ironisnya, ketika keluar disinyalir
sebagai salah satu cara menyelamatkan diri, di sana mereka malah menemui Izrail
lantaran sudah ditunggu oleh para algojo bengis yang tengah berjaga-jaga. Inna
lillahi wa inna ilahi roji’un.
Parahnya, warga Muslim yang didapati melaksanakan sholat berjama’ah di
masjid-masjid mereka langsung dibunuh di tempat oleh pihak militer maupun warga
mayoritas. Mari sejenak berfikir, di sana saudara kita ini harus menukar sholat
berjama’ah dengan nyawa mereka yang hanya satu itu. Sementara kita, dengan
senang hati, tanpa merasa bersalah, berdalih aneka rupa hanya karena malas
untuk berjama’ah di masjid. Apa kira-kira alasan yang akan kita kemukakan di
hadapan Allah jika kelak kita ditanyai tentang hal ini?
Hijrah
Ketika Rasulullah dan Para Sahabat diblokade, maka Allah memerintahkan
mereka untuk berhijrah sebagai salah satu strategi jitu. Terbukti, selepas
hijrah, kaum muslimin berhasil menunjukan taring kesantunannya dan kemudian
kembali ke Mekkah dengan gagah perkasa, tanpa pertumpahan darah, setetespun.
Demikian pula strategi yang diterapkan oleh komunitas Muslim Rohingnya.
Secara bertahap mereka melakuan hijrah laut dengan perahu kecil dari kayu yang
berkapasitas antara 100 sd 200 orang per perahu. Tentunya over kapasitas, tapi
lantaran penjagaan Allah, tak pernah sekalipun ditemui kapal ini oleng lantaran
perjalanan jauh.
Bangladesh adalah Negara yang dijadian sebagai tujuan utama untuk
berhijrah. Disamping dekat, bentuk fisik warga Muslim Rohingnya ini memang
mempunyai kemiripan dengan warga Bangladesh. Mungkin saja, karena kesamaan
fisik dan kesamaan agama ini, menurut pemikiran warga rohingnya, warga
Bangladesh akan menerima mereka dengan lapang dada seperti halnya Anshor
menerima Muhajirin kala itu.
Sayangnya, asumsi tak terbukti. Meski sama muslimnya dan sama cirri
fisiknya, polisi pantai dan sebagian warga Bangladesh tak mau menerima warga
Rohingnya lantaran takut dengan Junta Militer Myanmar. Maka, Muhajirin Myanmar
itu hanya dikumpulkan di tepi pantai, sambil telanjang dada, hanya bersarung
ala kadarnya dan dijemur diterik pantai yang tak terperih. Tanpa jeda lama,
mereka langsung disuruh kembali ke Negerinya dengan menaiki kapal yang sama
dengan sedikit belas kasih : sebotol air minum dan beras untuk bekal
perjalanan.
Jangan bayangkan bahwa beras itu akan dimasak sebelum dimakan. Karena di
dalam perahu yang kelebihan penumpang itu, tidak terdapat alat untuk memasak.
Maka dipastikan bahwa Saudara Muslim kita itu memakan beras mentah sepanjang
perjalanan laut. Sementara itu, di belahan bumi lain, kita sedang sibuk mencela
makanan yang tak enak secara nafsu, bahkan ada diantara kita yang tengah
memilih aneka makanan lezat di restauran mahal di negeri hijau bernama
Indonesia. Miris. Katanya, semuslim itu satu tubuh. Tapi, kita terbahak saat
mereka merintih, menjerit dalam kesusahan. Inilah fakta.
Setelah diusir dari Bangladesh, tak mungkin mereka kembali ke negerinya.
Karena di negerinya itu mereka hanya akan menemuai ajal dengan cara yang sangat
mengenaskan. Maka, terkatunglah perahu kayu itu di tengah samudera. Atas ijin
Alah, perahu itu ada yang kemudian sampai di ujung Thailand dan sebagiannya
berhasil mendarat di Aceh dengan keadaan lunglai bagai tak bernyawa.
Cerita ini masih terjadi hingga sekarang. Jika kita mau membuka mata, maka
sebenarnya pemerintah Junta Militer dan kaum mayoritas sengaja merawat konflik
ini hingga sekarang. Bahkan, ketika peristiwa pembantaian terjadi, di tempat
kejadian terdapat polisi yang asik menonton kaum mayoritas sedang menganiaya
kaum minoritas dengan peralatan perang manualnya.
Dimanakah Kita?
Hingga saat ini, pembantaian itu masih terjadi dengan berbagai skalanya.
Besar ataupun kecil. Dan, dunia, diam. Amerika, diam. PBB, bisu. Lantas,
Dimanakah kita? Apa yang harus kita lakukan?
Islam adalah agama yang paling menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa orang yang beriman adalah bersaudara. Dalam
hadits nabi juga disebutkan bahwa orang mukmin itu bagaikan satu tubuh. Jika
ada anggota tubuh yang terluka atau tersakiti, maka anggota tubuh yang lain
akan mengalami sakit serupa.
Maka, persaudaraan dalam konsep islam tidak terbatas wilayah. Apalagi
sekedar wilayah teritorial seperti batas desa, kota, kabupaten atau negara.
Persaudaraan Islam, batasnya adalah Aqidah. Dimanapun beradanya, ketika Robbnya
adalah Allah dan Rasulnya adalah Muhammad, maka kita wajib untuk membantunya
karena mereka adalah saudara seaqidah kita. Tak peduli mereka berada di luar
daerah atau luar negeri sekalipun. Karena nasionalisme buta adalah produk
dagangan musuh Islam yang hendak mencerai-beraikan kekuatan kamu muslimin.
Sederhananya, mari membayangkan! Apa kiranya perasaan kita ketika yang
dibakar adalah rumah kita? Apa yang kita rasakan bila yang berada di dalam kapal
yang terkatung-katung di tengah samudera itu adalah kita, anak kita dan saudara
kandung kita? Bagaimana jika yang dibunuh adalah Ibu kita? Bibi, Paman,
Keponakan, Sepupu atau Saudara Kandung kita? Bagaimana jika yang diperkosa
adalah adik kita yang baru akan mekar? Atau, istri yang barus aja kita nikahi?
Dan anak-anak yang meregang nyawa itu adalah anak kandung kita yang telah
ditunggu kehadirannya sejak lama? Mungkinkah kita berdiam diri dan berkata
pongah,” Buat apa mengurusi mereka yang jauh? Yang dekat saja masih banyak?”
Jika masih saja berkata demikian, semoga saja Allah mengganti hati kita dengan
hati yang lain. Kerena berdasarkan riwayat Imam Atb Thabrani disebutkan, “siapa
saja yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukan golonganku
(nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam).
Mari, lakukan sesuatu sebisa kita. Doakan mereka disetiap waktu. Agar Allah
menolong para Mujahidin dan saudara muslim kita di Rohingnya, Suriah,
Palestina, Moro, Pattani, dan di daerah-daerah lain. Semoga Allah menguatkan
mereka dan memasukkan kita ke dalam golongan mereka. Golongan yang berperang di
jalan Allah, kemudian mereka membunuh atau terbunuh, Karena balasan bagi mereka
adalah surga yang lebih luas dari langit dan bumi.
Lalu, sebarkan berita yang benar. Berita yang berasal dari sumber aslinya.
Bukan berita olahan kaum kafir atau media kafir lainnya. Sebarkan kepada
khalayak, dan biarkan nurani mereka menilai, mana yang lebih dekat dengan
kebenaran.
Jangan lupa untuk mengalokasikan harta kita. Ingat! Bukan pemberian.
Melainkan saham! Ya, tanamkan Saham Jihad kita untuk saudara-saudara kita yang
teraniaya itu. Alokasikan sebanyak-banyaknya, sesuai kapasitas kita. Karena
Allah akan mengganti dengan kelipatan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat.
Tanamkan saham itu secepatnya, sebelum Allah menarik karunia harta itu lantaran
tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Dan, jangan lupa untuk mempersiapkan diri. Karena perjuangan, dimulai dari
sekarang. Jika kita tidak terlibat dalam aksi kebaikan, maka secara otomatis,
kita tengah berada dalam proyek keburukan, disadari atau tidak, besar atau
kecil skalanya.
Akhirnya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan menguatkan kita untuk
terus berjuang meninggikan kalimatNya. Karena kemenangan itu Janji Allah yang
pasti terwujud, cepat atau lambat, dengan atau tanpa kita.