Selasa, 24 Januari 2012

Weekly Report (Pekan 3/Januari 2012) Pesta Pora Wakil Rakyat di Tengah Derita Rakyat, Terlalu!


 
Dahulu, DPR dikenal dengan julukan 5D, Datang, Duduk, Diam (dengkur atau tidur kalau bisa), Dengar (kalau sempat), dan terakhir Duit. Kini, julukan untuk lembaga yang katanya terhormat itu patut diganti, yakni menjadi 5M, yakni renovasi toilet : 2 M, pembuatan kalender : 1,3 M, pemeliharaan halaman gedung DPR : 1,8 M, pencetakan majalah : 2,97 M, dan pewangi ruangan DPR : 1,59 M. Sudah cukup, ternyata belum, masih ada sekian M (Miliar) lagi untuk dikeluarkan bagi pesta pora wakil rakyat di tengah penderitaan mereka yang diwakili. Total proyek pesta pora tersebut mencapai 73, 7 Miliar, terlalu!


Negeri Para Perampok bak Serigala Lapar

Sungguh jauh berbeda keteladanan pemimpin di masa Islam dahulu, dengan para pemimpin dan wakil rakyat di masa kini. Dahulu, para pemimpin lebih mendahulukan bagaimana caranya agar bisa mengenyangkan perut rakyat. Kini, di atas perut rakyat yang kelaparan, para pemimpin yang mengatas namakan wakil rakyat berpesta pora menghambur-hamburkan uang rakyat.
Rencana Pembuatan Gedung Baru DPR RI
Belum hilang dari ingatan kita, rencana DPR membangun gedung baru senilai 1,6 Triliun, kini wakil rakyat ala sistem kafir demokrasi barat tersebut merencanakan renovasi ruang Badan Anggaran DPR senilai 20 Miliar. Fantastik!

Konyolnya lagi, renovasi ruang Banggar itu hanya satu dari sekian proyek fantastik wakil rakyat yang proyek-proyeknya tertuang dalam Rencana Anggaran Kerja DPR 2012 dengan total nilai 73,7 Miliar.
Sungguh, angka-angka fantastik tersebut yang dikeluarkan untuk sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ( hanya merupakan pemuasan nafsu pesta pora dan hedonistik para perampok negeri ini) menyakitkan hati rakyat negeri ini yang mayoritas Muslim.

Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin, wakil rakyat, seharusnya menjadi pelindung, dan lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu, sebelum kepentingan pribadinya (baca : Belajar Dari Dua Umar). Namun, jika kedudukan dan harta lebih didahulukan oleh para pemimpin dan wakil rakyat, maka rusaklah masyarakat atau negara tersebut!

“Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas di kumpulan kambing lebih merusak dibanding ketamakan seorang kepada harta dan kehormatan.” (HR. Tirmidzi)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ketamakan manusia kepada harta dan kedudukan lebih besar bahayanya terhadap agama dibanding bahaya serigala lapar di kandang kambing (Majmu’ Fatawa, Juz 28 hal 390 – 392).

Harga Fantastik Sebuah Kursi Wakil Rakyat

Mau tahu berapa harga kursi wakil rakyat yang biasanya dipakai untuk tidur ketika sedang sidang soal rakyat ? Rp. 24 juta per unitnya. Fantastik! Harga kursi ruang rapat anggota Banggar DPR ini memang “gila” di tengah-tengah penderitaan rakyat yang kadangkala tidak bisa makan normal tiga kali sehari.
Konon, kursi berwarna hitam untuk para wakil rakyat tersebut diimpor dari Jerman, sangat berkelas dan sangat nyaman ibarat naik mobil Ferrari. Kursi-kursi itu nantinya akan dipakai oleh para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, diproduksi oleh Vitra, perusahaan mebel asal Jerman. Bayangkan, jika dengan kursinya terdahulu para wakil rakyat sudah tertidur lelap saat sidang wakil rakyat, maka apa yang akan terjadi ketika mereka duduk di kursi nyaman dan empuk seharga Rp. 24 juta?

Parahnya lagi, untuk urusan kursi saja sudah terjadi kecurangan. Sekjen DPR Nining Indra saleh yang namanya saat ini menjadi sorotan, mengelak untuk memberikan jawaban terkait tudingan adanya dugaan mark up dalam pengadaan kursi di ruang Banggar DPR. Ia malah menyarankan untukmenunggu hasil audit BPKP.

Namun menurut Uchok Sky Khadafi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) audit oleh BPK atau BPKP dianggap tidak bisa menguak dugaan mark up pengadaan kursi atau renovasi ruang Banggar. KPK harus turun tangan, ujarnya. “Kursi yang ada sekarang aja bisa bikin politisi tidur saat rapat. Apalagi kalau dikasih kursi nyamandan mahal,” kritiknya soal hobi DPR memilih fasilitas mewah.

Kisruh kebobrokan wakil rakyat yang berpesta pora di tengah penderitaan rakyat ini masih ditambah dengan saling tuding diantara mereka untuk mencari kambing hitam. Ini satu bukti lain bahwa selain rezim ini dan para pemimpinnya memang sudah bobrok, sistemnya juga bobrok, karena menerapkan sistem buatan manusia, yakni sistem kafir demokrasi.

Sekjen DPR, Nining Indra Saleh nampaknya akan dijadikan sebagai kambing hitam dan diusulkan untuk ditendang dari kawasan DPR. Namun Nining melawan, dan mengatakan bahwa semua proyek yang dikerjakan Sekjen bukan peran lembaganya semata. Sebab, sebagian besar proyek di lingkungan DPR adalah usulan dari para anggota DPR sendiri, ujarnya. Lagi pula, setiap anggaran yang diajukan sudah melalui persetujuan anggota dewan yang duduk di Badan Anggaran dan Rumah Tangga (BURT) DPR. Jadi, siapa yang salah dalam masalah ini?

Saatnya Berubah!

Demikianlah jika negara yang mayoritas Muslim ini diatur oleh sebuah aturan yang tidak berasal dari Islam, menjadi negara gagal. Sudah 66 tahun negara ini menerapkan ideologi buatan manusia yang hanya memunculkan sistem kehidupan bermasyarakat, bernegara yang hedonistik, kapitalistik, dan hanya mementingkan segelintir manusia saja, terutama para pemimpin dan wakil rakyatnya.

Ideologi ini telah merusak kemurnian tauhid dan iman ummat Islam, maka rusak pulalah tauhid dan iman mereka, sehingga Islam yang mereka amalkan, Islam dan bahkan predikat haji yang mereka sandang hanya formalitas belaka, bercampur aduk antara yang haq (syariat Islam) dengan yang batil (ideologi ciptaan manusia). Dan pesta pora para wakil rakyat di tengah derita rakyat adalah bukti dan tanda yang jelas dari Allah SWT., agar kaum Muslimin segera bertindak, mengenyahkan seluruh kotoran-kotoran syirik dan menggantinya dengan tauhid yang murni dan riridhoi Allah SWT. Allahu Akbar!
(M Fachry/arrahmah.com)    
Weekly Report (Pekan 3/Januari 2012)

Mengapa Tidak Belajar Dari Dua Umar?
Mengapa tidak belajar dari dua Umar? Pertanyaan itu layak ditujukan kepada para pemimpin dan wakil rakyat negeri ini agar mereka dapat mencontoh bagaimana caranya mengenyangkan perut rakyat terlebih dahulu ketimbang mengeyangkan perut sendiri dan memperkaya diri. Dua Umar itu siapa lagi kalau bukan Umar Bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Berikut kisah mereka!

Umar Bin Khattab RA dan Ibu Pemasak Batu

Suatu masa dalam kepemimpinan Umar, terjadilah Tahun Abu. Masyarakat Arab, mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.

Putus asa mendera di mana-mana. Saat itu Umar sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya saksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari ia menginstruksikan aparatnya menyembelih onta-onta potong dan menyebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran di tangan ini.”

Umar menabukan makan daging, minyak samin, dan susu untuk perutnya sendiri. Bukan apa-apa, ia khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu, hanya menyantap sedikit roti dengan minyak zaitun. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu dengan api”. Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.”

Hampir setiap malam Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.

Malam itu pun, bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu, siapa tahu penghuninya membutuhkan pertolongan mendesak.

Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.
Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci.
“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.
Dengan sedikit tak peduli, ibu itu menjawab, “Anakku….”
“Apakah ia sakit?”

“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Ia kelaparan.”

Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya.
Umar tidak habis pikir, apa yang sedang dimasak oleh ibu tua itu? Sudah begitu lama tapi belum juga matang. Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata, “Apa yang sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu itu?”

Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri!”
Umar dan Aslam segera menjenguk ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut. Sambil masih terbelalak tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau memasak batu?”

Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.
“Buat apa?”

Dengan suara lirih, perempuan itu kembali bersuara menjawab pertanyaan Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan.”

Ibu itu diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, “Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, Aslam akan menegur perempuan itu. Namun Umar sempat mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.

Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu….”

Dengan wajah merah padam, Umar menjawab, “Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?”

Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika tersuruk-suruk Khalifah Umar bin Khattab berjuang memikul karung gandum itu. Angin berhembus. Membelai tanah Arab yang dilanda paceklik.

Umar bin Abdul Aziz RA dan Fasilitas Negara 

Umar bin Abdul Aziz menulis pada Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm (gubernur Madinah), “Amma ba’du“. Aku membaca suratmu pada Sulaiman (Sulaiman bin Abdul Malik khalifah sebelum Umar yang juga saudaranya). Kamu menyebutkan bahwa para amir kota Madinah sebelum kamu telah diberikan jatah berupa lilin jenis begini dan begini. Mereka menjadikannya penerang saat mereka keluar. Aku merasa tersiksa atas jawabanmu dalam surat itu. Sungguh, aku telah menjanji padamu, hai Ibnu Ummu Hazm, agar kamu keluar dari rumahmu dalam keadaan gelap gulita, tidak memakai penerang. Sungguh, kamu dulu lebih baik daripada kamu sekarang dan lentera yang rusak sudah bisa membuatmu cukup.Wassalam.
Mungkin kita zaman sekarang terheran-heran dengan kebijakan Umar bin Abdul Aziz masalah lilin ini. Begitu sederhana dan wara‘nya beliau tidak hanya terhadap dirinya tetapi juga terhadap para pegawainya. Seakan-akan beliau ingin menegaskan bahwa kesederhanaan dan qanaah adalah hal mutlak yang perlu diikuti oleh seluruh pejabat negara dalam kepemimpinannya. Dengan kebijakannya itu apakah kinerja kekhalifahan masa Umar bin Abdul Aziz juga sederhana? Mari kita simak kisah berikut : Yahya bin Said berkata,” Umar bin Abdul Aziz mengutusku menarik zakat di Afrika maka aku jalankan. Aku mencari-cari sekiranya ada kaum fakir yang dapat kami beri bagian zakat itu, ternyata tidak kami temui orang fakir sama sekali dan tidak aku temui orang yang mau mengambil zakat dariku. Akhirnya, uang zakat itu aku belikan budak dan budak itu aku merdekakan, dan mereka setia pada kaum muslimin.”

Ternyata dengan fasilitas yang amat bersahaja, Umar bin Abdul Azis dapat membuat rakyatnya sejahtera dalam periode kepemimpinannya yang hanya 2 tahun 5 bulan 5 hari.

Sedangkan bagi anak-anaknya dia hanya meninggalkan warisan 1/2 Dinar atau 1/4 Dinar untuk setiap anaknya yang berjumlah 11 anak. Bandingkan dengan khalifah sebelumnya yang juga saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik yang mewariskan 1 juta Dinar bagi masing-masing anak yang juga berjumlah 11 anak. Di akhir hayatnya Umar bin Abdul Aziz berpesan kepada anak-anaknya, “jika kalian saleh, maka Allah yang akan mengurusmu”

Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak biasa dilakukan para pemimpin Bani Umayyah sebelumnya. Para petugas protokoler kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar mengisahkan,”Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata, ’Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini saja (hewan tunggangan).’”

’Atha al-Khurasani berkata, ”Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu bakar dengan satu dirham.”

’Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.

Yunus bin Abi Syaib berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.”

Abu Ja’far al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, ”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?” Abdul Aziz menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi, ”Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.”

Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?” Fathimah menjawab, ”Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.”

Ketika shalat Jum’at di masjid salah seorang jamaah bertanya, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?” Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”
Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, ’Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin.” ’Amr bin Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua dirham.”

Suatu saat Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan Bani Marwan. Ia berkata, ”Sesungguhnya Rasulullah saw. memiliki tanah fadak, dan dari tanah itu dia memberikan nafkah kepada keluarga Bani Hasyim. Dan dari tanah itu pula Rasulullah saw. mengawinkan gadis-gadis di kalangan mereka. Suatu saat Fathimah memintanya untuk mengambil sebagian dari hasil tanah itu, tapi Rasulullah saw. menolaknya. Demikian pula yang dilakukan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Kemudian harta itu diambil oleh Marwan dan kini menjadi milik Umar bin Abdul Aziz. Maka, saya memandang bahwa suatu perkara yang dilarang Rasulullah saw. melarangnya untuk Fathimah adalah bukan menjadi hakku. Saya menyatakan kesaksian di hadapan kalian semua, bahwa saya telah mengembalikan tanah tersebut sebagaimana pada zaman Rasulullah saw.” (riwayat Mughirah).

Wahib al-Wadud mengisahkan, suatu hari beberapa kerabat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Marwan datang, tapi Umar tak bisa menemui mereka. Lalu mereka menyampaikan pesan lewat Abdul Malik, ”Tolong katakan kepada ayahmu bahwa para Khalifah terdahulu selalu memberikan keistimewaan dan uang kepada kami, karena mereka tahu kedudukan kami. Sementara ayahmu kini telah menghapuskannya.”
Abdul Malik menemui ayahnya. Setelah kembali, Abdul Malik menyampaikan jawaban Umar bin Abdul Aziz kepada mereka, ”Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.” Umar mengutip ayat 15 surat Al-An’am.

Umar bin Abdul Aziz pun pernah memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul Malik, yang memiliki banyak perhiasan pemberian ayahnya, Khalifah Abdul Malik. ”Wahai istriku, pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke Baitul Maal atau kamu izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak suka bila aku, kamu, dan perhiasan ini berada dalam satu rumah.” Fathimah menjawab, ”Saya memilih kamu daripada perhiasan-perhiasan ini.”

’Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin makan apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi apel yang diinginkan. Lalu Umar berkata, ”Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim telah sampai.”

’Amr bin Muhajir mempertanyakan sikap Umar itu, ”Wahai Amirul Mukminin, orang yang memberi hadiah apel itu tak lain adalah sepupumu sendiri dan salah seorang yang masih memiliki hubungan kerabat yang sangat dekat denganmu. Bukankah Rasulullah saw. juga menerima hadiah yang diberikan orang lain kepadanya?”Umar bin Abdul Aziz menjawab, ”Celaka kamu, sesungguhnya hadiah yang diberikan kepada Rasulullah saw. adalah benar-benar hadiah, sedangkan yang diberikan kepadaku ini adalah suap.”
Suatu ketika Abdul Malik, putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, ”Wahai Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah swt. di hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, ’Mengapa engkau melihat bid’ah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi engkau tidak menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat?’”

Umar menjawab, ”Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan semoga Allah memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya kaummu melakukan perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku melakukan pembasmian terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa aman bahwa tindakanku itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta mereka akan menghujatku.

Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada munculnya pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak rela jika datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bid’ah dan menghidupkan Sunnah?”

Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sangat memprioitaskan kesejahtera rakyat dan tegaknya keadilan. Fathimah binti Abdul Malik pernah menemukan suaminya sedang menangis di tempat biasa Umar melaksanakan shalat sunnah.

Fathimah berusaha membesarkan hatinya. Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Wahai Fathimah, sesungguhnya saya memikul beban umat Muhammad dari yang hitam hingga yang merah. Dan saya memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan terintimidasi, yang terasing dan tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri. Saya tahu dan sadar bahwa Tuhanku kelak akan menanyakan hal ini di hari Kiamat. Saya khawatir saat itu saya tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Tuhanku. Itulah yang membuatku menangis.”

Malik bin Dinar berkata, ”Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para penggembala domba dan kambing berkata, ”Siapa orang saleh yang kini menjadi Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba kami.”

Masya Allah! Demikianlah teladan dari dua Umar yang kata-kata biasa tidak lagi sanggup untuk mengungkapkannya. Dua Umar telah berhasil mengenyangkan perut rakyat terlebih dahulu ketimbang perut mereka sendiri dan berhasil mencegah serigala memakan domba-domba dan kambing para pengembala. Akankah masa itu muncul kembali? Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)   
Weekly Report (Pekan 3/Januari 2012)

Negara Gagal, Ganti Sistem Ganti Rezim
Kini, sebagian besar masyarakat telah mengetahui bahwa Negara ini adalah Negara gagal, untuk itu perlu dilakukan pergantian sistem maupun rezim. Lalu, sistem dan rezim yang seperti apakah yang siap untuk menggantikannya?

Rezim Diktaktor dan sistem Syirik yang Perlu Diganti

Negara Gagal, Ganti Rezim Ganti Sistem. Ungkapan dan semboyan tersebut kini begitu memasyarakat. Betapa tidak, masyarakat akhirnya muak dan tidak tahan lagi dengan rezim yang korup, bermewah-mewah, dan tidak memperhatikan rakyatnya. Sementara itu, sistemnya sendiri adalah sistem atau ideologi syirik man made yang merusak hakikat dan kemurnian tauhid dan iman umat Islam.

Tidak hanya di tabloid-tabloid dan majalah saja tulisan Negara Gagal, Ganti Rezim Ganti Sistem, di pintu gerbang DPR Senayan – tempat para wakil rakyat menghambur-hamburkan uang rakyat – spanduk besar bertuliskan Ganti Rezim Ganti Sistem terpampang. Dalam berbagai diskusi dan perbincangan seruan tersebut juga muncul, juga beredar via sms, face book, dan twiter. Masalahnya kemudian, sistem dan rezim apa yang harus dipersiapkan untuk mengganti rezim korup dan sistem syirik yang ada sekarang ini? Sebagai seorang Muslim, tentunya mereka harus mengambil pelajaran dari gelombang tsunami revolusi yang telah melanda Timur Tengah dan kini siap menghantam negeri-negeri lainnya.

Revolusi dalam perspektif Islam

Syekh Hasan Umar, dari Global Islamic Media Front (GIMF) mengetengahkan sebuah artikel yang menarik berjudul Ruha al-Islam Dairah (Roda Islam terus berputar) untuk menjelaskan hakikat sebuah revolusi. Di artikel pertamanya, beliau mengutip sebuah hadits dari Muadz bin Jabal yang berkata: “Saya mendengar Rasululah SAW bersabda :

“Sesungguhnya roda pengilingan Islam terus berputar, maka hendaklah kalian berputar bersama kitab Allah kemanapun ia berputar. Ketahuilah, sesungguhnya al-Qur’an akan berpisah dengan kekuasaan, maka janganlah kalian memisahkan diri dari Al-Qur’an.Ketahuilah, sesungguhnya akan datang kepada kalian para penguasa yang memutuskan perkara untuk kepentingan diri mereka sendiri dan tidak memutuskannya untuk kepentingan kalian. Jika kalian tidak menaati mereka, niscaya mereka akan membunuh kalian. Namun jika kalian menaati mereka, niscaya mereka akan menyesatkan kalian.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami lakukan?”

Beliau SAW menjawab, “Lakukanlah sebagaimana hal yang dilakukan oleh para pengikut setia nabi Isa bin Maryam. Mereka digergaji dengan gergaji besi dan disalib di atas sebatang kayu. Mati di atas ketaatan kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam kemaksiatan kepada Allah.” (HR. Ath-Thabarani).
Beliau menjelaskan :

“Setiap muslim dan muslimah harus memperhatikan hadits yang agung di atas, yang mengungkapkan  semangat revolusi Islam. Hadits ini menjelaskan bahwa kekuasaan sering kali membenci syariat Allah, kitab Allah, dan dien Allah. Kenapa? Karena kepentingan-kepentingan para penguasa bertabrakan dan menyelisihi dien Allah, kitab Allah, dan para pengikut kebenaran. Andai saja para penguasa membiarkan para pengikut kebenaran atau membuka pintu bagi mereka untuk mengemukakan pendapat dan mengingkari kemungkaran. Namun para penguasa itu menindas masyarakat dan memberikan tekanan hebat kepada para pengikut kebenaran. Karena selalu ada pertarungan antara dua manhaj; manhaj dien Allah di bawah panji kitab Allah dan manhaj setan dan penguasa yang batil di bawah panji-panji jahiliyah dengan beragam nama baik pada masa dahulu maupun masa sekarang.”

Dari penjelasan Syekh Hasan Umar, kita bisa memahami hakikat rusaknya rezim dan system yang ada dewasa ini, dimanapun, karena pada hakikatnya itu adalah sebuah sunatullah alias fitrah konfrontasi antara al haq (kebenaran) dengan al batil (kerusakan).

Syekh Hasan Umar juga menambahkan, bahwa hadits ini merupakan salah satu contoh revolusi Islam melawan para pengikut kebatilan dan contoh kerasnya pertarungan antara kebatilan dan kebenaran. Ia sekaligus pesan kepada para pengemban agama Islam ini, bahwa Islam tidak akan tegak tanpa adanya pengorbanan-pengorbanan dan keteguhan-keteguhan. Dien Islam tidak akan tinggi dan Berjaya tanpa adanya persembahan nyawa para pengembannya. Maka persiapkanlah diri kalian untuk mengembannya, didiklah generasi-generasi Islam di atas prinsip ini.

Tumbangnya para diktaktor, tegaknya kembali Khilafah Islam

Di artikel beliau yang kedua, Syekh Hasan bin Umar hafizhahullah mengaitkan fenomena tumbangnya pemerintahan diktator dengan kabar gembira dari nabi Muhammad SAW., tentang akan tegaknya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.

Rasulullah SAW., bersabda:
”Kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian khilafah ‘ala minhaj nubuwwah berlangsung selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian kerajaan yang diwariskan berlangsung selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian kerajaan yang dikatator berlangsung selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian khilafah ‘ala minhaj nubuwwah berlangsung.” Kemudian Rasulullah SAW., diam. (HR. Ath-Thayalisi, Ath-Thabari, dan al-Baihaqi dalam Minhaj an-Nubuwwah. Hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah dan dihasankan oleh syaikh Al-Arnauth).

Dalam artikel tersebut Syekh Hasan Umar menjelaskan kebenaran nubuwwah Rasulullah SAW., dimana fase-demi fase hadits itu terealisir dan kini telah sampai para fase menjelang akhir, yakni tumbangnya para diktaktor dan akan tegaknya kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian.

Syekh Hasan Umar juga merinci ciri dan klasifikasi dari para diktaktor yang saat ini mulai berjatuhan, yakni aparat keamanan yang kuat yang menjaganya, dan kebiasaan mereka yang memberangus para oposisi. Mereka juga kerap mempergunakan media massa dan para jurnalis untuk ‘mencetak’ (membentuk) akal pemikiran rakyat sesuai kehendak para penguasa, suatu cara yang bisa disebut ‘operasi pencucian otak’.
Mereka memenuhi otak rakyat dengan pemikiran-pemikiran yang mendukung para penguasa atau melalaikan rakyat dari dien Allah dan problematika-problematika umat yang paling menentukan nasib mereka, yaitu media massa memberikan porsi yang sangat besar untuk aspek seni, olahraga, lagu-lagu (musik), lawakan, dan seterusnya.

Setelah itu, para tokoh agama yang berubah menjadi para pegawai pemerintahan. Ketika melihat kemungkaran, mereka memegang prinsip: ‘Saya tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak mengatakan’. Mereka berperan seperti para pendeta yang menganggap suci para penguasa, bukan berperan sebagai tokoh iman yang mengingkari kemungkaran penguasa dan meluruskan kekeliruannya, bukan pula berperan sebagai pemimpin umat yang mengembalikan hak-hak umat yang hilang.

Selain itu, masih menurut Syekh Hasan Umar, di antara metode terpenting para penguasa diktator tersebut adalah mengikuti kemauan Barat di bidang politik dan militer, dengan mencampakkan persoalan Palestina dari realita perjuangan, karena mereka semua sibuk menjalin perdamaian dengan Israel.

Maka kekuatan militer Amerika dipersilahkan bercokol di Kuwait, Teluk, dan Arab Saudi. Sikap politik negara-negara kawasan Teluk berada di bawah payung politik Amerika. Amerika bahkan melakukan intervensi sangat dalam, sampai taraf menentukan para penguasa di beberapa negeri Islam. Para penguasa tersebut meminta bantuan kekuatan adidaya (salibis Amerika dan Eropa) ini  dan mereka menindas rakyat mereka sendiri. Maka mereka layak menyandang nama ‘pemerintahan diktator’.

Syekh Hasan Umar melanjutkan, kini nasib para pemerintahan diktator ini mulai sempoyongan dan hendak roboh, dengan dimulainya revolusi rakyat di Tunisia, lalu di Mesir, lalu demonstrasi-demonstrasi dan bentrokan-bentrokan terjadi di Yaman, Libya, dan lain-lain. Semuanya terjadi secara berentetan, dengan kecepatan yang mengagumkan. Semuanya memiliki kemiripan dan beraksi secara cepat.

Kita tidak melihat ada penafsiran atas berbagai kejadian ini yang lebih jujur dari penafsiran Nabi SAW., yang telah memberitahukan kepada kita bahwa pemerintahan diktator akan menguasai umat ini selama masa yang Allah kehendaki. Allah kemudian akan mengangkatnya jika Allah telah menghendakinya.

Kini kita melihat dengan jelas permulaan hilangnya pemerintahan diktator, dengan izin Allah. Jika pemerintahan diktator telah hilang, niscaya akan digantikan oleh fase khilafah yang berjalan di atas minhaj (metode) kenabian, seperti yang telah diberitahukan oleh nabi Muhammad SAW.

Demikianlah pemaparan Syekh Hasan Umar yang begitu jelas dan tegas bagi siapapun yang mau mengambil pelajaran darinya. Persoalan Negara Gagal, Ganti Sistem Ganti Rezim, adalah sebuah sunatullah dan merupakan nubuwwah dari Rasulullah SAW., yang pasti akan terjadi, baik kita ikut mengupayakannya ataupun kita hanya berdiam diri saja.

Untuk itu, pesiapkanlah diri untuk menjadi orang yang membuka jalan bagi kejayaan dien ini, sehingga ia bisa mencapai apa yang dilalui oleh siang dan malam, bisa kembali menguasai dunia (izharudien), dan bisa kembali mensejahterakan umat Islam dan seluruh penjuru alam. Insya Allah!