Dahulu, DPR dikenal dengan julukan 5D, Datang, Duduk, Diam (dengkur atau
tidur kalau bisa), Dengar (kalau sempat), dan terakhir Duit. Kini, julukan
untuk lembaga yang katanya terhormat itu patut diganti, yakni menjadi 5M, yakni
renovasi toilet : 2 M, pembuatan kalender : 1,3 M, pemeliharaan halaman gedung
DPR : 1,8 M, pencetakan majalah : 2,97 M, dan pewangi ruangan DPR : 1,59 M.
Sudah cukup, ternyata belum, masih ada sekian M (Miliar) lagi untuk dikeluarkan
bagi pesta pora wakil rakyat di tengah penderitaan mereka yang diwakili. Total
proyek pesta pora tersebut mencapai 73, 7 Miliar, terlalu!
Negeri Para Perampok bak Serigala Lapar
Sungguh jauh berbeda keteladanan pemimpin di masa Islam dahulu, dengan para
pemimpin dan wakil rakyat di masa kini. Dahulu, para pemimpin lebih
mendahulukan bagaimana caranya agar bisa mengenyangkan perut rakyat. Kini, di
atas perut rakyat yang kelaparan, para pemimpin yang mengatas namakan wakil
rakyat berpesta pora menghambur-hamburkan uang rakyat.
Rencana Pembuatan Gedung Baru DPR RI
Belum hilang dari ingatan kita, rencana DPR membangun gedung baru senilai
1,6 Triliun, kini wakil rakyat ala sistem kafir demokrasi barat tersebut
merencanakan renovasi ruang Badan Anggaran DPR senilai 20 Miliar. Fantastik!
Konyolnya lagi, renovasi ruang Banggar itu hanya satu dari sekian proyek
fantastik wakil rakyat yang proyek-proyeknya tertuang dalam Rencana Anggaran
Kerja DPR 2012 dengan total nilai 73,7 Miliar.
Sungguh, angka-angka fantastik tersebut yang dikeluarkan untuk sesuatu yang
sebenarnya tidak perlu ( hanya merupakan pemuasan nafsu pesta pora dan
hedonistik para perampok negeri ini) menyakitkan hati rakyat negeri ini yang
mayoritas Muslim.
Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin, wakil rakyat, seharusnya menjadi
pelindung, dan lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya terlebih dahulu,
sebelum kepentingan pribadinya (baca : Belajar Dari Dua Umar). Namun, jika
kedudukan dan harta lebih didahulukan oleh para pemimpin dan wakil rakyat, maka
rusaklah masyarakat atau negara tersebut!
“Tidaklah dua serigala lapar yang dilepas di kumpulan kambing lebih merusak
dibanding ketamakan seorang kepada harta dan kehormatan.” (HR. Tirmidzi)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ketamakan manusia kepada
harta dan kedudukan lebih besar bahayanya terhadap agama dibanding bahaya
serigala lapar di kandang kambing (Majmu’ Fatawa, Juz 28 hal 390 – 392).
Harga Fantastik Sebuah Kursi Wakil Rakyat
Mau tahu berapa harga kursi wakil rakyat yang biasanya dipakai untuk tidur
ketika sedang sidang soal rakyat ? Rp. 24 juta per unitnya. Fantastik! Harga
kursi ruang rapat anggota Banggar DPR ini memang “gila” di tengah-tengah
penderitaan rakyat yang kadangkala tidak bisa makan normal tiga kali sehari.
Konon, kursi berwarna hitam untuk para wakil rakyat tersebut diimpor dari
Jerman, sangat berkelas dan sangat nyaman ibarat naik mobil Ferrari. Kursi-kursi
itu nantinya akan dipakai oleh para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR,
diproduksi oleh Vitra, perusahaan mebel asal Jerman. Bayangkan, jika dengan
kursinya terdahulu para wakil rakyat sudah tertidur lelap saat sidang wakil
rakyat, maka apa yang akan terjadi ketika mereka duduk di kursi nyaman dan
empuk seharga Rp. 24 juta?
Parahnya lagi, untuk urusan kursi saja sudah terjadi kecurangan. Sekjen DPR
Nining Indra saleh yang namanya saat ini menjadi sorotan, mengelak untuk
memberikan jawaban terkait tudingan adanya dugaan mark up dalam pengadaan kursi
di ruang Banggar DPR. Ia malah menyarankan untukmenunggu hasil audit BPKP.
Namun menurut Uchok Sky Khadafi dari Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) audit oleh BPK atau BPKP dianggap tidak bisa menguak dugaan
mark up pengadaan kursi atau renovasi ruang Banggar. KPK harus turun tangan,
ujarnya. “Kursi yang ada sekarang aja bisa bikin politisi tidur saat rapat.
Apalagi kalau dikasih kursi nyamandan mahal,” kritiknya soal hobi DPR memilih fasilitas mewah.
Kisruh kebobrokan wakil rakyat yang berpesta pora di tengah penderitaan
rakyat ini masih ditambah dengan saling tuding diantara mereka untuk mencari
kambing hitam. Ini satu bukti lain bahwa selain rezim ini dan para pemimpinnya
memang sudah bobrok, sistemnya juga bobrok, karena menerapkan sistem buatan
manusia, yakni sistem kafir demokrasi.
Sekjen DPR, Nining Indra Saleh nampaknya akan dijadikan sebagai kambing
hitam dan diusulkan untuk ditendang dari kawasan DPR. Namun Nining melawan, dan
mengatakan bahwa semua proyek yang dikerjakan Sekjen bukan peran lembaganya
semata. Sebab, sebagian besar proyek di lingkungan DPR adalah usulan dari para
anggota DPR sendiri, ujarnya. Lagi pula, setiap anggaran yang diajukan sudah
melalui persetujuan anggota dewan yang duduk di Badan Anggaran dan Rumah Tangga
(BURT) DPR. Jadi, siapa yang salah dalam masalah ini?
Saatnya Berubah!
Demikianlah jika negara yang mayoritas Muslim ini diatur oleh sebuah aturan
yang tidak berasal dari Islam, menjadi negara gagal. Sudah 66 tahun negara ini
menerapkan ideologi buatan manusia yang hanya memunculkan sistem kehidupan
bermasyarakat, bernegara yang hedonistik, kapitalistik, dan hanya mementingkan
segelintir manusia saja, terutama para pemimpin dan wakil rakyatnya.
Ideologi ini telah merusak kemurnian tauhid dan iman ummat Islam, maka
rusak pulalah tauhid dan iman mereka, sehingga Islam yang mereka amalkan, Islam
dan bahkan predikat haji yang mereka sandang hanya formalitas belaka, bercampur
aduk antara yang haq (syariat Islam) dengan yang batil (ideologi ciptaan
manusia). Dan pesta pora para wakil rakyat di tengah derita rakyat adalah bukti
dan tanda yang jelas dari Allah SWT., agar kaum Muslimin segera bertindak,
mengenyahkan seluruh kotoran-kotoran syirik dan menggantinya dengan tauhid yang
murni dan riridhoi Allah SWT. Allahu Akbar!
(M Fachry/arrahmah.com)
Weekly Report (Pekan 3/Januari 2012)
Mengapa Tidak Belajar Dari Dua Umar?
Mengapa tidak belajar dari dua Umar? Pertanyaan itu layak ditujukan kepada
para pemimpin dan wakil rakyat negeri ini agar mereka dapat mencontoh bagaimana
caranya mengenyangkan perut rakyat terlebih dahulu ketimbang mengeyangkan perut
sendiri dan memperkaya diri. Dua Umar itu siapa lagi kalau bukan Umar Bin
Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Berikut kisah mereka!
Umar Bin Khattab RA dan Ibu Pemasak Batu
Suatu masa dalam kepemimpinan Umar, terjadilah Tahun Abu. Masyarakat Arab,
mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan
mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak
hampir menghitam seperti abu.
Putus asa mendera di mana-mana. Saat itu Umar sang pemimpin menampilkan
kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya
saksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari ia
menginstruksikan aparatnya menyembelih onta-onta potong dan menyebarkan
pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong rakyat datang untuk makan.
Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati
gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui
kehancuran di tangan ini.”
Umar menabukan makan daging, minyak samin, dan susu untuk perutnya sendiri.
Bukan apa-apa, ia khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani
itu, hanya menyantap sedikit roti dengan minyak zaitun. Akibatnya, perutnya
terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu
dengan api”. Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan
berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya
berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai
rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.”
Hampir setiap malam Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani
salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk
mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang
belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.
Malam itu pun, bersama Aslam, Khalifah Umar berada di suatu kampung
terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu
Khalifah terperanjat. Dari sebuah kemah yang sudah rombeng, terdengar seorang
gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan Aslam bergegas
mendekati kemah itu, siapa tahu penghuninya membutuhkan pertolongan mendesak.
Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci
di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus
saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.
“Assalamu’alaikum,” Umar memberi salam.
Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakan kepala seraya menjawab salam
Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci.
“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.
Dengan sedikit tak peduli, ibu itu menjawab, “Anakku….”
“Apakah ia sakit?”
“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Ia kelaparan.”
Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai
lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya
terus mengaduk-aduk isi pancinya.
Umar tidak habis pikir, apa yang sedang dimasak oleh ibu tua itu? Sudah
begitu lama tapi belum juga matang. Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata,
“Apa yang sedang kau masak, hai Ibu? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu
itu?”
Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri!”
Umar dan Aslam segera menjenguk ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya
ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut. Sambil masih terbelalak
tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau memasak batu?”
Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.
“Buat apa?”
Dengan suara lirih, perempuan itu kembali bersuara menjawab pertanyaan
Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan
Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan
rakyatnya sudah terpenuhi belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari
pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh
berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun
ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa
tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya
ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi
anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak.
Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan.”
Ibu itu diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, “Namun apa dayaku? Sungguh
Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan
rakyatnya.”
Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, Aslam akan menegur perempuan itu.
Namun Umar sempat mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak
Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul
gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.
Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam berkata, “Wahai Amirul
Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu….”
Dengan wajah merah padam, Umar menjawab, “Aslam, jangan jerumuskan aku ke
dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira
engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?”
Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika tersuruk-suruk Khalifah
Umar bin Khattab berjuang memikul karung gandum itu. Angin berhembus. Membelai
tanah Arab yang dilanda paceklik.
Umar bin Abdul Aziz RA dan Fasilitas Negara
Umar bin Abdul Aziz menulis pada Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm
(gubernur Madinah), “Amma ba’du“. Aku membaca suratmu pada Sulaiman
(Sulaiman bin Abdul Malik khalifah sebelum Umar yang juga saudaranya). Kamu
menyebutkan bahwa para amir kota Madinah sebelum kamu telah diberikan jatah berupa
lilin jenis begini dan begini. Mereka menjadikannya penerang saat mereka
keluar. Aku merasa tersiksa atas jawabanmu dalam surat itu. Sungguh, aku telah
menjanji padamu, hai Ibnu Ummu Hazm, agar kamu keluar dari rumahmu dalam
keadaan gelap gulita, tidak memakai penerang. Sungguh, kamu dulu lebih baik
daripada kamu sekarang dan lentera yang rusak sudah bisa membuatmu cukup.Wassalam.
Mungkin kita zaman sekarang terheran-heran dengan kebijakan Umar bin Abdul
Aziz masalah lilin ini. Begitu sederhana dan wara‘nya beliau tidak hanya
terhadap dirinya tetapi juga terhadap para pegawainya. Seakan-akan beliau ingin
menegaskan bahwa kesederhanaan dan qanaah adalah hal mutlak yang perlu
diikuti oleh seluruh pejabat negara dalam kepemimpinannya. Dengan kebijakannya
itu apakah kinerja kekhalifahan masa Umar bin Abdul Aziz juga sederhana? Mari
kita simak kisah berikut : Yahya bin Said berkata,” Umar bin Abdul Aziz
mengutusku menarik zakat di Afrika maka aku jalankan. Aku mencari-cari
sekiranya ada kaum fakir yang dapat kami beri bagian zakat itu, ternyata tidak
kami temui orang fakir sama sekali dan tidak aku temui orang yang mau mengambil
zakat dariku. Akhirnya, uang zakat itu aku belikan budak dan budak itu aku
merdekakan, dan mereka setia pada kaum muslimin.”
Ternyata dengan fasilitas yang amat bersahaja, Umar bin Abdul Azis dapat
membuat rakyatnya sejahtera dalam periode kepemimpinannya yang hanya 2 tahun 5
bulan 5 hari.
Sedangkan bagi anak-anaknya dia hanya meninggalkan warisan 1/2 Dinar atau
1/4 Dinar untuk setiap anaknya yang berjumlah 11 anak. Bandingkan dengan
khalifah sebelumnya yang juga saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik yang
mewariskan 1 juta Dinar bagi masing-masing anak yang juga berjumlah 11 anak. Di
akhir hayatnya Umar bin Abdul Aziz berpesan kepada anak-anaknya, “jika kalian
saleh, maka Allah yang akan mengurusmu”
Setelah menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz melakukan gebrakan yang tidak
biasa dilakukan para pemimpin Bani Umayyah sebelumnya. Para petugas protokoler
kekhalifahan terkejut luar biasa. Umar menolak kendaraan dinas. Ia memilih
menggunakan binatang tunggangan miliknya sendiri. Al-Hakam bin Umar
mengisahkan,”Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus
kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah.
Waktu itu Umar berkata, ’Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil
penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik kendaran ini saja (hewan
tunggangan).’”
’Atha al-Khurasani berkata, ”Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk
memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian
Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu
bakar dengan satu dirham.”
’Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan
lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum
Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan
segera menyalakan lampu miliknya sendiri.
Yunus bin Abi Syaib berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk
ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat
kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya,
pasti saya bisa menghitungnya.”
Abu Ja’far al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan
Umar bin Abdul Aziz, ”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai
Khalifah?” Abdul Aziz menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi,
”Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus
dinar. Itu pun kalau belum berkurang.”
Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz
yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata
kepada istri Umar, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?” Fathimah menjawab, ”Demi
Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.”
Ketika shalat Jum’at di masjid salah seorang jamaah bertanya, ”Wahai Amirul
Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa
tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?” Umar bin Abdul Aziz
berkata, ”Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita
kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”
Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui
istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan
kepadanya, ’Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah
menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin.” ’Amr bin
Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua
dirham.”
Suatu saat Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan Bani Marwan. Ia berkata,
”Sesungguhnya Rasulullah saw. memiliki tanah fadak, dan dari tanah itu dia
memberikan nafkah kepada keluarga Bani Hasyim. Dan dari tanah itu pula
Rasulullah saw. mengawinkan gadis-gadis di kalangan mereka. Suatu saat Fathimah
memintanya untuk mengambil sebagian dari hasil tanah itu, tapi Rasulullah saw.
menolaknya. Demikian pula yang dilakukan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. Kemudian
harta itu diambil oleh Marwan dan kini menjadi milik Umar bin Abdul Aziz. Maka,
saya memandang bahwa suatu perkara yang dilarang Rasulullah saw. melarangnya
untuk Fathimah adalah bukan menjadi hakku. Saya menyatakan kesaksian di hadapan
kalian semua, bahwa saya telah mengembalikan tanah tersebut sebagaimana pada
zaman Rasulullah saw.” (riwayat Mughirah).
Wahib al-Wadud mengisahkan, suatu hari beberapa kerabat Umar bin Abdul Aziz
dari Bani Marwan datang, tapi Umar tak bisa menemui mereka. Lalu mereka
menyampaikan pesan lewat Abdul Malik, ”Tolong katakan kepada ayahmu bahwa para
Khalifah terdahulu selalu memberikan keistimewaan dan uang kepada kami, karena
mereka tahu kedudukan kami. Sementara ayahmu kini telah menghapuskannya.”
Abdul Malik menemui ayahnya. Setelah kembali, Abdul Malik menyampaikan
jawaban Umar bin Abdul Aziz kepada mereka, ”Sesungguhnya aku takut akan azab
hari yang besar, jika aku mendurhakai Tuhanku.” Umar mengutip ayat 15 surat
Al-An’am.
Umar bin Abdul Aziz pun pernah memanggil istrinya, Fathimah binti Abdul
Malik, yang memiliki banyak perhiasan pemberian ayahnya, Khalifah Abdul Malik.
”Wahai istriku, pilihlah olehmu, kamu kembalikan perhiasan-perhiasan ini ke
Baitul Maal atau kamu izinkan saya meninggalkan kamu untuk selamanya. Aku tidak
suka bila aku, kamu, dan perhiasan ini berada dalam satu rumah.” Fathimah
menjawab, ”Saya memilih kamu daripada perhiasan-perhiasan ini.”
’Amr bin Muhajir meriwayatkan, suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin makan
apel, kemudian salah seorang anggota keluarganya memberi apel yang diinginkan.
Lalu Umar berkata, ”Alangkah harum aromanya. Wahai pelayan, kembalikan apel ini
kepada si pemberi dan sampaikan salam saya kepadanya bahwa hadiah yang dikirim
telah sampai.”
’Amr bin Muhajir mempertanyakan sikap Umar itu, ”Wahai Amirul Mukminin,
orang yang memberi hadiah apel itu tak lain adalah sepupumu sendiri dan salah
seorang yang masih memiliki hubungan kerabat yang sangat dekat denganmu.
Bukankah Rasulullah saw. juga menerima hadiah yang diberikan orang lain
kepadanya?”Umar bin Abdul Aziz menjawab, ”Celaka kamu, sesungguhnya hadiah yang
diberikan kepada Rasulullah saw. adalah benar-benar hadiah, sedangkan yang
diberikan kepadaku ini adalah suap.”
Suatu ketika Abdul Malik, putra Umar, menemui ayahnya, dan berkata, ”Wahai
Amirul Mukminin, jawaban apa yang engkau persiapkan di hadapan Allah swt. di
hari Kiamat nanti, seandainya Allah menanyakan kepadamu, ’Mengapa engkau
melihat bid’ah, tapi engkau tidak membasminya, dan engkau melihat Sunnah, tapi
engkau tidak menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat?’”
Umar menjawab, ”Semoga Allah swt. mencurahkan rahmat-Nya kepadamu dan
semoga Allah memberimu ganjaran atas kebaikanmu. Wahai anakku, sesungguhnya
kaummu melakukan perbuatan dalam agama ini sedikit demi sedikit. Jika aku
melakukan pembasmian terhadap apa yang mereka lakukan, maka aku tidak merasa
aman bahwa tindakanku itu akan menimbulkan bencana dan pertumpahan darah, serta
mereka akan menghujatku.
Demi Allah, hilangnya dunia bagiku jauh lebih ringan daripada munculnya
pertumpahan darah yang disebabkan oleh tindakanku. Ataukah kamu tidak rela jika
datang suatu masa, dimana ayahmu mampu membasmi bid’ah dan menghidupkan
Sunnah?”
Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sangat memprioitaskan kesejahtera rakyat
dan tegaknya keadilan. Fathimah binti Abdul Malik pernah menemukan suaminya
sedang menangis di tempat biasa Umar melaksanakan shalat sunnah.
Fathimah berusaha membesarkan hatinya. Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Wahai
Fathimah, sesungguhnya saya memikul beban umat Muhammad dari yang hitam hingga
yang merah. Dan saya memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan,
orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian
dan orang yang tersisihkan, yang teraniaya dan terintimidasi, yang terasing dan
tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memiliki banyak
kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di
seluruh pelosok negeri. Saya tahu dan sadar bahwa Tuhanku kelak akan menanyakan
hal ini di hari Kiamat. Saya khawatir saat itu saya tidak memiliki alasan yang
kuat di hadapan Tuhanku. Itulah yang membuatku menangis.”
Malik bin Dinar berkata, ”Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, para
penggembala domba dan kambing berkata, ”Siapa orang saleh yang kini menjadi
Khalifah umat ini? Keadilannya telah mencegah serigala memakan domba-domba
kami.”
Masya Allah! Demikianlah teladan dari dua Umar yang kata-kata biasa tidak
lagi sanggup untuk mengungkapkannya. Dua Umar telah berhasil mengenyangkan
perut rakyat terlebih dahulu ketimbang perut mereka sendiri dan berhasil
mencegah serigala memakan domba-domba dan kambing para pengembala. Akankah masa
itu muncul kembali? Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)
Weekly Report (Pekan 3/Januari 2012)
Negara Gagal, Ganti Sistem Ganti Rezim
Kini, sebagian besar masyarakat telah mengetahui bahwa Negara ini adalah
Negara gagal, untuk itu perlu dilakukan pergantian sistem maupun rezim. Lalu,
sistem dan rezim yang seperti apakah yang siap untuk menggantikannya?
Rezim Diktaktor dan sistem Syirik yang Perlu Diganti
Negara Gagal, Ganti Rezim Ganti Sistem. Ungkapan dan semboyan tersebut kini
begitu memasyarakat. Betapa tidak, masyarakat akhirnya muak dan tidak tahan
lagi dengan rezim yang korup, bermewah-mewah, dan tidak memperhatikan
rakyatnya. Sementara itu, sistemnya sendiri adalah sistem atau ideologi syirik man
made yang merusak hakikat dan kemurnian tauhid dan iman umat Islam.
Tidak hanya di tabloid-tabloid dan majalah saja tulisan Negara Gagal, Ganti
Rezim Ganti Sistem, di pintu gerbang DPR Senayan – tempat para wakil rakyat
menghambur-hamburkan uang rakyat – spanduk besar bertuliskan Ganti Rezim Ganti
Sistem terpampang. Dalam berbagai diskusi dan perbincangan seruan tersebut juga
muncul, juga beredar via sms, face book, dan twiter. Masalahnya kemudian,
sistem dan rezim apa yang harus dipersiapkan untuk mengganti rezim korup dan
sistem syirik yang ada sekarang ini? Sebagai seorang Muslim, tentunya mereka
harus mengambil pelajaran dari gelombang tsunami revolusi yang telah melanda
Timur Tengah dan kini siap menghantam negeri-negeri lainnya.
Revolusi dalam perspektif Islam
Syekh Hasan Umar, dari Global Islamic Media Front (GIMF) mengetengahkan
sebuah artikel yang menarik berjudul Ruha al-Islam Dairah (Roda Islam
terus berputar) untuk menjelaskan hakikat sebuah revolusi. Di artikel
pertamanya, beliau mengutip sebuah hadits dari Muadz bin Jabal yang berkata:
“Saya mendengar Rasululah SAW bersabda :
“Sesungguhnya roda pengilingan Islam terus berputar, maka hendaklah kalian
berputar bersama kitab Allah kemanapun ia berputar. Ketahuilah, sesungguhnya
al-Qur’an akan berpisah dengan kekuasaan, maka janganlah kalian memisahkan diri
dari Al-Qur’an.Ketahuilah, sesungguhnya akan datang kepada kalian para penguasa
yang memutuskan perkara untuk kepentingan diri mereka sendiri dan tidak
memutuskannya untuk kepentingan kalian. Jika kalian tidak menaati mereka,
niscaya mereka akan membunuh kalian. Namun jika kalian menaati mereka, niscaya
mereka akan menyesatkan kalian.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami lakukan?”
Beliau SAW menjawab, “Lakukanlah sebagaimana hal yang dilakukan oleh para
pengikut setia nabi Isa bin Maryam. Mereka digergaji dengan gergaji besi dan
disalib di atas sebatang kayu. Mati di atas ketaatan kepada Allah lebih baik
daripada hidup dalam kemaksiatan kepada Allah.” (HR. Ath-Thabarani).
Beliau menjelaskan :
“Setiap muslim dan muslimah harus memperhatikan hadits yang agung di atas,
yang mengungkapkan semangat revolusi Islam. Hadits ini menjelaskan bahwa
kekuasaan sering kali membenci syariat Allah, kitab Allah, dan dien Allah.
Kenapa? Karena kepentingan-kepentingan para penguasa bertabrakan dan
menyelisihi dien Allah, kitab Allah, dan para pengikut kebenaran. Andai saja
para penguasa membiarkan para pengikut kebenaran atau membuka pintu bagi mereka
untuk mengemukakan pendapat dan mengingkari kemungkaran. Namun para penguasa
itu menindas masyarakat dan memberikan tekanan hebat kepada para pengikut
kebenaran. Karena selalu ada pertarungan antara dua manhaj; manhaj dien Allah
di bawah panji kitab Allah dan manhaj setan dan penguasa yang batil di bawah
panji-panji jahiliyah dengan beragam nama baik pada masa dahulu maupun masa
sekarang.”
Dari penjelasan Syekh Hasan Umar, kita bisa memahami hakikat rusaknya rezim
dan system yang ada dewasa ini, dimanapun, karena pada hakikatnya itu adalah
sebuah sunatullah alias fitrah konfrontasi antara al haq (kebenaran) dengan al
batil (kerusakan).
Syekh Hasan Umar juga menambahkan, bahwa hadits ini merupakan salah satu
contoh revolusi Islam melawan para pengikut kebatilan dan contoh kerasnya
pertarungan antara kebatilan dan kebenaran. Ia sekaligus pesan kepada para
pengemban agama Islam ini, bahwa Islam tidak akan tegak tanpa adanya
pengorbanan-pengorbanan dan keteguhan-keteguhan. Dien Islam tidak akan tinggi
dan Berjaya tanpa adanya persembahan nyawa para pengembannya. Maka
persiapkanlah diri kalian untuk mengembannya, didiklah generasi-generasi Islam
di atas prinsip ini.
Tumbangnya para diktaktor, tegaknya kembali Khilafah Islam
Di artikel beliau yang kedua, Syekh Hasan bin Umar hafizhahullah mengaitkan
fenomena tumbangnya pemerintahan diktator dengan kabar gembira dari nabi
Muhammad SAW., tentang akan tegaknya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah.
Rasulullah SAW., bersabda:
”Kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa waktu yang
dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak
untuk mengangkatnya. Kemudian khilafah ‘ala minhaj nubuwwah berlangsung selama
masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian mengangkatnya jika Dia
telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian kerajaan yang diwariskan
berlangsung selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah kemudian
mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian kerajaan
yang dikatator berlangsung selama masa waktu yang dikehendaki oleh Allah. Allah
kemudian mengangkatnya jika Dia telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian
khilafah ‘ala minhaj nubuwwah berlangsung.” Kemudian Rasulullah SAW., diam.
(HR. Ath-Thayalisi, Ath-Thabari, dan al-Baihaqi dalam Minhaj an-Nubuwwah.
Hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah dan dihasankan oleh syaikh Al-Arnauth).
Dalam artikel tersebut Syekh Hasan Umar menjelaskan kebenaran nubuwwah
Rasulullah SAW., dimana fase-demi fase hadits itu terealisir dan kini telah
sampai para fase menjelang akhir, yakni tumbangnya para diktaktor dan akan
tegaknya kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian.
Syekh Hasan Umar juga merinci ciri dan klasifikasi dari para diktaktor yang
saat ini mulai berjatuhan, yakni aparat keamanan yang kuat yang menjaganya, dan
kebiasaan mereka yang memberangus para oposisi. Mereka juga kerap mempergunakan
media massa dan para jurnalis untuk ‘mencetak’ (membentuk) akal pemikiran
rakyat sesuai kehendak para penguasa, suatu cara yang bisa disebut ‘operasi
pencucian otak’.
Mereka memenuhi otak rakyat dengan pemikiran-pemikiran yang mendukung para
penguasa atau melalaikan rakyat dari dien Allah dan problematika-problematika
umat yang paling menentukan nasib mereka, yaitu media massa memberikan porsi
yang sangat besar untuk aspek seni, olahraga, lagu-lagu (musik), lawakan, dan
seterusnya.
Setelah itu, para tokoh agama yang berubah menjadi para pegawai pemerintahan.
Ketika melihat kemungkaran, mereka memegang prinsip: ‘Saya tidak melihat, tidak
mendengar, dan tidak mengatakan’. Mereka berperan seperti para pendeta yang
menganggap suci para penguasa, bukan berperan sebagai tokoh iman yang
mengingkari kemungkaran penguasa dan meluruskan kekeliruannya, bukan pula
berperan sebagai pemimpin umat yang mengembalikan hak-hak umat yang hilang.
Selain itu, masih menurut Syekh Hasan Umar, di antara metode terpenting
para penguasa diktator tersebut adalah mengikuti kemauan Barat di bidang
politik dan militer, dengan mencampakkan persoalan Palestina dari realita
perjuangan, karena mereka semua sibuk menjalin perdamaian dengan Israel.
Maka kekuatan militer Amerika dipersilahkan bercokol di Kuwait, Teluk, dan
Arab Saudi. Sikap politik negara-negara kawasan Teluk berada di bawah payung
politik Amerika. Amerika bahkan melakukan intervensi sangat dalam, sampai taraf
menentukan para penguasa di beberapa negeri Islam. Para penguasa tersebut
meminta bantuan kekuatan adidaya (salibis Amerika dan Eropa) ini dan
mereka menindas rakyat mereka sendiri. Maka mereka layak menyandang nama
‘pemerintahan diktator’.
Syekh Hasan Umar melanjutkan, kini nasib para pemerintahan diktator ini
mulai sempoyongan dan hendak roboh, dengan dimulainya revolusi rakyat di
Tunisia, lalu di Mesir, lalu demonstrasi-demonstrasi dan bentrokan-bentrokan
terjadi di Yaman, Libya, dan lain-lain. Semuanya terjadi secara berentetan,
dengan kecepatan yang mengagumkan. Semuanya memiliki kemiripan dan beraksi
secara cepat.
Kita tidak melihat ada penafsiran atas berbagai kejadian ini yang lebih
jujur dari penafsiran Nabi SAW., yang telah memberitahukan kepada kita bahwa
pemerintahan diktator akan menguasai umat ini selama masa yang Allah kehendaki.
Allah kemudian akan mengangkatnya jika Allah telah menghendakinya.
Kini kita melihat dengan jelas permulaan hilangnya pemerintahan diktator,
dengan izin Allah. Jika pemerintahan diktator telah hilang, niscaya akan
digantikan oleh fase khilafah yang berjalan di atas minhaj (metode) kenabian,
seperti yang telah diberitahukan oleh nabi Muhammad SAW.
Demikianlah pemaparan Syekh Hasan Umar yang begitu jelas dan tegas bagi
siapapun yang mau mengambil pelajaran darinya. Persoalan Negara Gagal, Ganti
Sistem Ganti Rezim, adalah sebuah sunatullah dan merupakan nubuwwah dari
Rasulullah SAW., yang pasti akan terjadi, baik kita ikut mengupayakannya
ataupun kita hanya berdiam diri saja.
Untuk itu, pesiapkanlah diri untuk menjadi orang yang membuka jalan bagi
kejayaan dien ini, sehingga ia bisa mencapai apa yang dilalui oleh siang dan
malam, bisa kembali menguasai dunia (izharudien), dan bisa kembali
mensejahterakan umat Islam dan seluruh penjuru alam. Insya Allah!
Read more: http://arrahmah.com