Selasa, 30 Oktober 2012

Kisah Gerakan Liberalisme Denny JA dan “Yahudi Tengik”


FILM Cinta Terlarang Batman dan Robin, yang rencananya akan dirilis Oktober 2012 nanti, ternyata berasal dari buku kumpulan Puisi, Denny JA, "Atas Nama Cinta". Bulan April 2012 lalu, salah satu tokoh berpaham liberal ini mencoba kembali mengampanyekan liberalisme lewat puisi-puisinya dalam buku, film, seminar dan lain-lain.


Lewat bukunya yang berjudul “Atas Nama Cinta”, penerbit Rene Book, yang terdiri dari 216 halaman, Denny mencoba mengampanyekan pemikirannya.

Perlu diketahui, penerbit Rene Book ini juga yang menerbitkan buku “Irshad Mandji: Allah, Liberty and Love”. Dalam karyanya ini, Denny menuliskan puisi-puisi yang intinya mengajak kepada kebebasan, pembelaan terhadap non Islam dan penyamaan agama.

Puisi Denny  memang diluncurkan besar-besaran. Selain dipromosikan besar-besaran di Gramedia beberapa bulan lalu, buku ini juga dilombakan resensinya di Majalah Tempo, dilombakan videonya, dibedah di beberapa tempat dan lain-lain. Banyak tokoh memuji buku Denny ini di antaranya Komaruddin Hidayat, Ignas Kleden, Bondan Winarno, M Sobary dan lain-lain. Beberapa tokoh menyebutnya genre baru puisi –tapi sebenarnya model puisi ini telah dimulai oleh Taufiq Ismail.

Gaya puisinya memang cukup bagus, tapi sesungguhnya jika tidak jeli, isinya melenakan dan ‘membodohkan’. Karena ia menggabungkan antara fakta dan fiksi. Detail kejadian atau tokoh itu fiksi, tapi peristiwanya menurutnya fakta. Bagi mereka yang awam –khususnya masalah Islam dan sosial politik- bisa hanyut oleh puisi Denny JA ini.

Dalam puisinya tentang “Cinta Terlarang Batman dan Robin”, misalnya, Denny pintar memainkan kata-kata untuk membela kaum Gay. Di puisi itu ia mengambarkan kisah cinta antara Amir dan Bambang. Amir seorang yang sebenarnya rajin ibadah digambarkan punya kelainan seksual genetis menyenangi pria.

Meski mencoba menikahi dua wanita –sesuai pesan ibunya agar segera menikah—tapi akhirnya kandas. Ia tetap mencintai Bambang seorang gay yang akhirnya menjadi aktivis gay internasional. Bila Hanung Bramantyo kemudian menfilmkan naskah puisi Denny ini –dengan latar belakang pesantren dan kabarnya film ini akan dirilis Oktober 2012 ini--- maka sebenarnya Hanung dan Denny bisa dikatakan menggambarkan kejelekan Muslim dan membela opini bahwa gay adalah masalah genetika. Padahal para ahli banyak menyatakan bahwa gay atau homoseksual banyak diakibatkan oleh lingkungan. Karena kalau itu masalah gen tidak bisa disembuhkan, maka pertanyananya untuk apa adanya pendidikan? Bukankah banyak gen yang berotak bodoh di dunia ini?


Begitu juga ketika Denny JA bercerita tentang kisah cinta Romi dan Yuli. Puisi ini sudah dibuat filmnya oleh Hanung. Di puisi ini Hanung berkisah tentang Romi dan Yuli. Ayahnya Romi berasal dari Cikeusik yang merupakan komunitas Ahmadiyah. Sedangkan ayah Yuli dari kalangan Muslim yang anti-Ahmadiyah. Tapi Romi dan Yuli memutuskan untuk tetap meneruskan kisah cinta mereka. Bedah buku dan pemutaran video puisi esai Denny JA ini menjadi puncak acara lomba sastra antar SLTP dan SLTA se- Provinsi Banten pada awal Juni lalu.  (lihat http://puisi-esai.com/2012/06/04/pelajar-banten-bedah-buku-denny-ja-tanamkan-toleransi-beragama-lewat-sastra/)

Sedangkan dalam film yang berjudul Batas yang merupakan pemenang pertama (berhadiah 20 juta) lomba Review untuk buku puisi Denny. Yang jelas, film itu sangat sarat dengan kampanye pluralism, paham yang ditolak kaum Muslim Indonesia dan mempropagandakan perkawinan antar agama.

Di film yang berdurasi total 7 menit 1 detik itu, pembuat film Ahmad Syafari mengisahkan percintaan antara Dewi yang Muslimah dan Albert yang Kristen. Mereka cukup lama berpacaran, tapi karena bapaknya Dewi melarang menikah dengan lain agama (Albert) maka akhirnya Dewi menikah dengan laki-laki Muslim. Hanya saja digambarkan di situ meski keluarganya cukup kaya, Dewi tidak bahagia, ia sering melamun ke Albert dan mengingat masa lalunya dengannya. Apalagi di rumahnya Dewi harus mencopot sepatu suaminya (tiap) sehabis pulang kantor. Sementara Albert hidup sederhana dan tetap di gereja yang sederhana (lihat www.puisi-esai.com).

Film pendek itu memang secara halus “menghina” Islam. Ketika bapak Dewi dengan pakaian putih dan kopiah putih mengatakan ‘dengan arogan’, “Aku sangat malu menjadi orang tua yang kena murka Allah, aku tak akan tahan menjadi insan yang dilaknat hanya membiarkan anaknya menempuh jalan yang sesat.”  Selain itu penggambaran wanita Muslimah yang mencopot sepatu suaminya ketika pulang kantor, juga berlebihan. Karena peristiwa ini jarang terjadi di keluarga-keluarga Muslim.

Apa tujuan Denny untuk semua?

Denny memang salah satu tokoh yang tergabung dalam Jaringan Islam Liberal (JIL). Ia salah satu tokoh yang aktif menyebarkan faham-faham demokrasi dan kini sedang bergiat aktif menyebarkan faham liberalisme dan pluralismenya melalui esai-puisinya.

Di dunia akademik, Denny JA mendirikan Lembaga Survei Indonesia (LSI, 2003) Lingkaran Survei Indonesia (LSI, 2005), Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI, 2007), serta Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKOPI, 2009).  Melalui empat organisasi ini,  Denny JA dianggap  founding father tradisi baru survei opini publik dan konsultan politik Indonesia. Di dunia politik (2004-2012), Denny JA diberi label king maker. Ini berkat perannya membantu kemenangan presiden dua kali (2004, 2009), 23 gubernur dari 33 propinsi seluruh Indonesia dan 51 bupati/walikota.


Ia adalah murid kesayangan pengamat politik masalah Indonesia, Prof R William Liddle. Guru besar Ilmu Politik Ohio University  yang juga orientalis ini pernah dijuluki Prod Dr Amien Rais
"Yahudi Tengik" dalam sebuah wawancara dengan Majalah Media Dakwah terbitan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII). Pria yang akrab disapa “Pak Bill” itu sejak era 90-an amat dipuja-puja dan dijadikan rujukan media-media di Indonesia, meski ia  sangat aktif menulis  dengan terang-terangan membela ide-ide sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. Wallahu aliimun hakim.*

Penulis buku: "Islam Liberal"

sumber