Jumat, 26 Oktober 2012

Kurban Sapi di Bali Sudah Ada Sejak Berabad-abad


Pengamat sosial asal Kabupaten Buleleng, Ali HS mengatakan kurban sapi di Bali sudah dilakukan beratus-ratus tahun. Dan hingga kini tidak pernah ada masalah apa pun.

Masyarakat Bali, kata Ali, sangat toleran dan memahami keperluan ibadah umat lain, termasuk umat Islam. "Karenanya kalau baru sekarang ada yang berpikiran melarang atau membuat imbauan yang berupa larangan berkurban sapi, perlu dipertanyakan ada apa dengan orang ini ?" kata Ali kepada ROL, Kamis (25/10).


Umat Hindu dan umat Islam di Pulau Dewata bisa hidup rukun dan memiliki toleransi tinggi. "Tapi inilah realita kehidupan Hindu di Bali, bisa hidup saling menghormati. Kalau menyembelih sapi dilarang, untuk apa peternak memelihara sapi dan untuk apa pemerintah menyediakan sarana pasar sapi," sebut Made Mardika MSi, pengamat budaya dan kandidat doktor Kajian Budaya Universitas Udayana Denpasar, kepada ROL di Denpasar, Kamis (25/10).

Bali dan sapi memang tidak bisa dipisahkan. Karena Bali memang menjadi gudangnya sapi berkualitas tinggi. Sapi Bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil penjinakan (domestikasi) banteng liar yang telah dilakukan sejak akhir abad ke 19 di Bali, sehingga sapi jenis ini dinamakan Sapi Bali. (baca: Kurban Sapi tak Rusak Kerukunan Umat Hindu & Islam).

Keunggulan sapi Bali antara lain memiliki daya tahan terhadap panas tinggi, pertumbuhan tetap baik walau pun dengan pakan yang jelek, prosentase karkas tinggi dan kualitas daging baik. Sapi Bali juga memiliki reproduksi tinggi, dengan dapat beranak setiap tahun. (baca: Kurban Sapi di Bali tak Dilarang).

Sapi Bali dewasa memiliki berat berkisar 350-450 kilogram, dan tinggi badannya 130 sampai 140 cm. Sedangkan sapi Bali betina relatif lebih kecil dan berat badannya sekitar 250 hingga 350 kg.

Pada 2011, Bali memiliki produksi sapi sebanyak 637.473 ekor, mendekati produksi Provinsi Nusa Tenggara Barat yang mencapai 784.019 atau seperlima produksi Jawa Timur yang mencapai 3,9 juta ekor.