Ratusan mahasiswa di ibu kota Negara Bagian Rakhine, Sittwe, menggelar
unjuk rasa menolak keberadaan etnis Muslim Rohingya, Rabu (24/10).
Ini adalah aksi perdana kaum terpelajar Myanmar terkait kekerasan komunal yang menimpa negara bekas junta itu. Koordinator aksi, Wai Yan mengatakan para terpelajar mengaku muak dengan konflik. Para mahasiswa mendesak Presiden U Thein Sein kembali ke rencana awal untuk mengusir etnis Muslim Rohingya yang berada dinegara tersebut.
"Kami tidak ingin belajar bersama para teroris," ujar dia, seperti dikutip kantor berita AFP, dan dilansir laman Radio Natherlands, Rabu (24/10).
Muslim Rohingya kembali menerima prilaku semena-mena akibat perseteruan mereka dengan etnis Buddha Arakan. Lebih dari seribu rumah tinggal dan satu masjid ludes dibakar karena kekerasan teranyar yang terjadi di Rakhine sejak Ahad (21/10) malam.
Laporan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diterima meja redaksi Republika mengatakan, kerusuhan terjadi di bagian utara dan timur Negara Bagian Rakhine. Masih menurut laporan tersebut kekerasan bermula di dua kota, Minbya dan Mayauk Oo.
Sampai berita ini diturunkan, kondisi kedua kota masih mencekam, bahkan merambah ke beberapa kota lain. Aparat militer Myanmar sejak Juni lalu juga masih menerapkan status darurat militer di negara bagian itu.