Sabtu, 17 Maret 2012

Anak 11 Tahun di Majlis Resmi Kekhilafahan


Dalam buku: Umar bin Abdil Aziz Ma’alim al Ishlah wa at Tajdid karya Ali Muhammad ash Shalaby, juga buku Manhaj at Tarbiyah an Nabawiyah lith Thifl karya Muhamad Nur Suwaid, dicantumkan sebuah kisah yang menarik perhatian.

Saat Umar bin Abdul Aziz telah resmi menjadi khalifah, berdatanganlah rombongan-rombongan yang mengucapkan selamat dari berbagai wilayah. Di antara rombongan tersebut ada yang berasal dari wilayah Hijaz. Tidak ada yang istimewa dari rombongan tersebut kecuali bahwa orang yang mereka pilih untuk menjadi juru bicara di hadapan khalifah adalah seorang anak kecil.


Saat anak kecil itu mau mulai bicara, Umar bin Abdul Aziz mencegah: Sebentar nak, yang hendaknya bicara adalah orang yang lebih tua dari kamu.

Anak kecil itu berkata: Sebentar wahai Amirul Mukminin, seseorang itu tergantung dua hal kecil (pada fisiknya); hatinya dan lisannya. Jika Allah memberikan kepada hamba lisan yang mampu bicara dengan baik dan hati yang menjaga maka sungguh ia berhak untuk bicara. Wahai Amirul Mukminin, jika yang boleh maju adalah orang yang lebih tua, maka di umat ini ada orang yang lebih tua dari dirimu (lebih berhak menduduki posisimu).

Umar bin Abdul Aziz berkata: Bicaralah, nak!

Anak kecil itu mulai bicara: Ya wahai Amirul Mukminin, kami ini adalah rombongan yang mengucapkan selamat bukan rombongan yang mengucapkan bela sungkawa. Kami datang dari wilayah kami, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan dirimu untuk kami, di mana Dia tidak mendatangkan kami hingga sampai kepada dirimu dengan penuh harap dan takut. Adapun penuh harap, kami telah datang dari wilayah kami. Adapun rasa takut, kami telah merasa aman dari kedzalimanmu dengan keadilanmu.

Umar bin Abdul Aziz terkagum dengan kemampuan lisan anak kecil tersebut, juga ilmu dan akalnya.

Umar bin Abdul Aziz pun berkata: Nasehatilah kami, nak dan persingkat!

Anak kecil itu berkata: Ya, wahai Amirul Mukminin. Sebagian orang tertipu dengan kemurahan Allah, panjangnya angan-angan mereka dan sanjungan orang kepada mereka, maka kaki mereka pun terpeleset dan jatuh ke dalam Neraka. Maka janganlah Anda terlena oleh kemurahan Allah, panjangnya angan-angan dan sanjungan orang kepada Anda yang akan menyebabkan kaki Anda terpeleset dan merugikan umat.

Semoga Allah tidak menjadikanmu termasuk seperti mereka dan menyatukanmu bersama orang-orang sholeh dari umat ini.

Kemudian anak itu diam.

Umar bin Abdul Aziz bertanya: Berapa umur anak ini?

Dijawab: 11 tahun

Umar bin Abdul Aziz bertanya tentang anak ini dan ternyata dia adalah anak dari Husain bin Ali radhiallahu anhum....

Umar bin Abdul Aziz pun memujinya dan mendoakannya.

Untuk bisa mendalami kisah ini, hadirkan suasana peristiwa tersebut terjadi. Peristiwa tersebut terjadi di suasana berdatangannya rombongan muslimin mewakili wilayah-wilayah Islam. Suasana yang resmi. Di hadapan Amirul Mukminin baru, Umar bin Abdul Aziz. Bukan sekadar seorang Khalifah. Tetapi semua orang tahu bahwa Umar bin Abdul Aziz juga seorang ulama besar. Tentu majlis tersebut, majlis yang dihadiri oleh banyak orang besar di kekhilafahan. Saat suasana seperti itulah, sang anak maju untuk bicara. Di hadapan semua. Dalam suasana resmi negara. Penuh dengan wibawa.

Kisah yang sangat mengagumkan. Anak di usianya yang belum menyelesaikan jenjang SD untuk rata-rata anak hari ini, telah mampu bertutur dengan kalimat-kalimat yang belum tentu mampu diucapkan oleh seorang anak muda yang telah selesai dari jenjang universitas.Bukan saja kalimatnya yang tersusun sedemikian rapi. Yang lebih dahsyat dari itu adalah kemampuannya menyampaikan argumen dengan tepat di waktu yang tepat.

Saat Umar bin Abdul Aziz meragukan usianya yang masih sangat muda, dia mampu ‘menohok’ sang khalifah dengan kalimat yang sopan tetapi dalam. Bahwa kalau usia yang menentukan, tentu di wilayah Islam ini ada orang yang lebih tua dari khalifah yang lebih berhak duduk sebagai khalifah. Kalimat yang tepat dan seketika. Tak surut oleh kalimat orang besar dan di hadapan banyak orang. Tenang dan cerdas. Logis dan tepat.

Tak hanya kemampuan menyampaikan argumennya. Bahkan kemampuan menyampaikan maksud kedatangan rombongan yang diwakilinya. Tak sekadar tersampaikan.

Tersampaikan dengan sempurna berikut seluruh harapan besar mereka, dengan bahasa yang mengalir dari lorong akal yang cerdas.Demikian juga saat dia menyampaikan nasehatnya di hadapan Amirul Mukminin, orang nomor satu di negara Islam. Sungguh, pilihan tema yang tepat. Dalam untaian kalimat yang singkat, jelas dan kuat.

Untuk bisa lebih mendalami lagi kehebatan hasil didikan pendidikan Islam sesungguhnya itu, bandingkan dengan anak yang seusia hari ini. 11 tahun sekarang ini belum dianggap memiliki cara bertutur yang runtut. Biasanya di atas usia 13 tahun, baru seorang anak dianggap mampu menuturkan cerita dengan urut dan runtut. Padahal telah kita ketahui, bahwa sang anak hebat itu bukan saja mampu menyusun kalimat. Tetapi mampu menyuguhkan olahan kecerdasan dan kecerdikannya. Kemasan berikut isinya.

Tentu ini PR besar bagi keluarga dan pendidikan hari ini. Setidaknya, harus ada sebuah pengakuan bahwa ada yang salah dalam konsep keluarga dan pendidikan sekarang. Kualitas yang sangat jauh dari hasil pendidikan Islam yang sesungguhnya.

Kita juga harus belajar dari Umar bin Abdul Aziz. Yang meminta seorang anak kecil hebat untuk memberikan nasehat di forum resmi negara. Ternyata benar kata anak kecil itu, usia bukanlah yang menentukan.Dan akhirnya, kita paham siapa anak kecil tersebut. Hadzasy syiblu min dzakal asad (anak singa kecil ini lahir dari singa besar itu).

Sumber  http://www.eramuslim.com