Selasa, 27 Maret 2012

Budaya Negeri-Negeri Dalam Dua Ekor Sapi


Dahulu waktu masih aktif bekerja sebagai eksekutif perusahaan orang lain, saya banyak berinteraksi dengan para pelaku usaha dari berbagai negara. Ada cara yang unique untuk membandingkan budaya usaha di masing-masing negara yaitu melalui joke. Nampaknya sederhana dan tidak serius, tetapi joke-joke ini ternyata memang sangat efektif dan kita bisa mengambil banyak pelajaran darinya.


Di antara yang paling saya terkesan dan akan saya share dalam tulisan ini adalah paparan dari konsultan business global ketika menggambarkan budaya usaha di 7 negara – termasuk Indonesia.

Dia mulai dengan negara yang katanya paling dominan perannya dalam percaturan ekonomi dunia saat itu, yaitu Amerika. Konsultan ini memulai ceritanya dengan ringan : “Pengusaha Amerika itu ibarat seorang petani yang memiliki dua ekor sapi, satu dijual ke masayarakat (go public) dan yang satu lagi disuruh berproduksi susu sebanyak mungkin yang setara dengan produksi empat ekor sapi – itulah yang menyebabkan financial bubble dan akhirnya pasti meletus juga”.

Lalu dia bercerita tentang ekstrem lain yaitu Rusia yang menjadi musuh bebuyutan Amerika selama beberapa dekade yang lewat :“Sama dengan pengusaha Amerika yang memiliki hanya dua ekor sapi, tetapi di Rusia masyarakatnya diberi ilusi bahwa yang mereka miliki bukan dua ekor – mereka di doktrin untuk seolah memiliki 12 ekor sapi, masih tidak cukup – mereka di doktrin lagi seolah memiliki 48 ekor sapi. Kemudian salah satu pemimpin mereka menyadari, bahwa tidak benar mengajak rakyat untuk bermimpi – rakyat harus dikasih tahu bahwa mereka memang hanya memiliki 2 ekor sapi – saat itulah uni soviet bubar, tidak cukup sapi untuk dibagi…”.

Di China lain lagi : “Mereka juga hanya memiliki dua ekor sapi, tetapi dua ekor sapi ini diperah oleh 100 tenaga kerja supaya semua mendapatkan pekerjaannya. Lho tetapi produksinya kan tetap tidak bisa banyak ?, ooh tidak masalah. Susu dari dua ekor sapi ini kan hanyak untuk contoh, yang mereka jual tidak perlu susu asli – apapun asal diberi warna susu dan diberi aroma susu – cukuplah itu untuk disebut susu bagi mereka…”.

Si konsultan lalu melanjutkan tentang Jepang : “ Di Jepang mereka juga hanya memiliki dua ekor sapi, tetapi mereka berusaha mengecilkan sapi ini menjadi separuh dari ukuran sapi pada umumnya – pada saat yang bersamaan sapi-sapi kecil ini harus mampu memproduksi susu dua kali dari sapi pada umumnya. Efisiensi mereka inilah yang mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia !”.

Lalu dia memberi contoh negara maju lainnya, yang konon berhasil dalam bidang engineering: “ Di Jerman, mereka juga hanya punya dua sapi. Tetapi dengan teknologinya mereka berusaha menjaga betul sapi ini sehingga usianya mampu bertahan lama dan sampai tua tetap memghasilkan susu. Susu inipun tetap diperah oleh satu orang si empunya sendiri – sehingga mereka mampu berpenghasilan tinggi dalam tempo yang panjang…”.


Si konsultan belum puas dengan ceritanya, dia memberi contoh lain yang berhasil dalam efisiensi ekonominya – yaitu Singapore : “Singapore juga hanya memiliki dua ekor sapi, satu dititipkan ke Malaysia dan satu lagi dititipkan di Indonesia. Dua negara ini yang repot memeliharanya, tetapi hasil susu dan perdagangan susunya tetap dikuasai Singapore !”.

Sebelum membahas tentang Indonesia, si konsultan minta maaf dahulu ke saya – dia tahu saya orang Indonesia, dan orang Indonesia konon paling mudah tersinggung. Setelah saya memberi hint untuk go ahead dengan joke-nya diapun mulai : “Indonesia juga memiliki dua ekor sapi, tetapi dua ekor sapi ini dikandangkannya dan tidak boleh memakan hijauan yang ada di luar sana. Mengapa ?, karena yang di luar sana sudah dijual untuk memberi makan sapi Singapore tadi. Sapi-sapi Indonesia sendiri menjadi kurus kering dan tentu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan susu rakyatnya yang sangat banyak. Untuk rakyatnya sendiri Indonesia memilih impor susu dari negara lain !”.

Setelah menyampaikan ini, si konsultan masih takut menyinggung saya, dia memberi kesempatan saya untuk meluruskannya. Dia bilang, Mr. Iqbal, now your turn to tell us about your country , you may think our story is not accurate…?.

Lalu saya berusaha meluruskannya, kondisi sekarang mungkin memang tidak terlalu jauh dari persepsi yang dibangun oleh masyarakat internasional tersebut. Namun justru karena itulah di Indonesia kini timbul banyak pemikiran utuk kami bisa menggembala dua ekor sapi kami secara leluasa di negeri kami sendiri.

Lebih dari itu, pemikiran ekonomi yang kami bawakan adalah bagaimana kami bisa menyuburkan negeri kami sehingga kemakmurannya bukan hanya cukup untuk negeri kami – tetapi juga untuk negeri lain yang membutuhkannya.

Tidak ada salahnya orang Singapore menitipkan dua ekor sapinya semua di negeri kami, demikian pula dengan sapi-sapi dari negeri lain – kami banyak sumber daya alam dan banyak tenaga kerja yang akan mampu mengelolanya semua.

Untuk semua ini tercapai, hanya dua yang kami butuhkan yaitu rakyat yang tidak menunggu pemimpin untuk berbuat dan pemimpin yang tahu betul harus berbuat apa untuk rakyatnya.

Sumber  http://www.eramuslim.com