Rabu, 28 Maret 2012

Ajarkan Kedisiplinan, Guru Malah Dianiaya Orang Tua Murid yang Kaya


Menjadi guru zaman sekarang harus ekstra sabar. Alih-alih ingin menanamkan disiplin terhadap siswanya, seorang guru olah raga di Kabupaten Majalengka malah diperlakukan kurang manusiawi oleh orang tua siswa.


Ini yang dialami oleh Aop Saopudin SPdI (32), seorang guru honorer di SDN Panjalin Kidul V, Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka. Pekan lalu ia mendapatkan penganiayaan, lecet di wajahnya, serta rambutnya yang digunting paksa oleh lima orang, termasuk salah satunya orang tua siswanya.

Kronologisnya, Senin pagi (19/3) pukul 08.30 usai upacara bendera, ia terpaksa menggunting sedikit rambut beberapa siswanya, termasuk siswa berinisial Tm, karena dianggap terlalu panjang. Sebelumnya pada Jumat (16/3), siswa kelas 3 ini sudah diperingatkan oleh Aop agar rambutnya dipotong menjelang UAS. Selain Tm, ada beberapa murid yang juga dipotong rambutnya oleh Aop.

Aop tak sadar, itulah awal dari “bencana” yang akan dialaminya.  Rupanya, orang tua Tm, yakni IH alias Iwan (38) tak terima dengan tindakan Aop. Maka, pada hari yang sama (19/3) pukul 10.30, Iwan mendatangi Aop ke sekolah tempat anaknya sekolah. Namun saat itu Aop sudah pulang. Tetapi, pada pukul 13.00 Iwan menemukan Aop sedang nyambi mengajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs) PUI Panjalin Kecamatan Sumberjaya. Di sekolah tersebut Aop mengaku sempat dipukul lalu dilerai oleh guru-guru yang ada di sekolah itu. Iwan kemudian pulang ke rumah. Aop pun mengaku sudah meminta maaf.

“Waktu di MTs itu dipisahin sama guru-guru. Tapi, yang bikin saya sakit hati, saya sudah minta maaf, bukannya dimaafkan, tapi saya malah diteriaki  kata-kata kasar. Dia (Iwan, red) bilang, jangan sok-sokan, baru jadi guru honorer saja sudah sombong, emang guru honorer bisa apa” Berani ngelawan pengusaha yang banyak duit?,” kata Aop itu saat ditemui media di rumahnya, (25/3).

Ternyata, masalahnya tak selesai di sini. Masih di hari yang sama Iwan kembali mencari Aop. Tapi kali ini Iwan tidak sendiri, melainkan membawa 4 temannya. Pada pukul 13.30, kelima orang ini kemudian berhasil mencegat Aop di pintu masuk halaman SDN Panjalin 1, saat Aop hendak mengikuti rapat bersama guru lain di sekolah dekat Pasar Prapatan tersebut. Saat itu Aop mengaku dipukul dari belakang saat masih memakai helm.

Iwan, masih belum puas. Di tempat itu pula tangan dan kaki Aop dipegang oleh kawan-kawannya dan rambutnya digunting paksa oleh Iwan. Rambut sebelah kanan dan kiri habis dipangkas. Anehnya, banyak guru-guru yang hendak rapat itu melihatnya, tapi tak ada yang berani menolong.

Setelah dikerjai, hari itu juga Aop langsung melaporkan kekerasan atas dirinya kepada Polsek Sumberjaya. Namun, entah kenapa oleh pihak polsek Aop “disarankan” untuk melapor ke Polres Majalengka. Saran itu dituruti Aop, ia melapor ke Polres Majalengka. Tetapi, hingga berita ini ditulis, Polres Majalengka belum juga memproses kasus yang dianggap sebagai penghinaan terhadap kaum pendidik tersebut.

Arief Rismawan, salah satu keluarga korban menyayangkan kejadian yang menimpa kerabatnya ini. Menurut pria yang juga berkecimpung di dunia pendidikan ini, perbuatan yang dilakukan orang tua siswa tersebut cukup membuat geram kalangan pendidik. Menurutnya, jika kejadian ini tidak diusut secara tuntas, bukan tidak mungkin kejadian serupa bisa terulang dan martabat pendidik dalam menegakan aturan sekolah akan diabaikan.

“Di lingkungan kampus saja, polisi tidak boleh masuk kampus. Tapi, ini kok di dalam lingkungan sekolah, para preman dengan leluasa melancarkan tindak kekerasan yang sangat tidak manusiawi,” jelas Arief.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka Drs H Sanwasi MM mengatakan, pihaknya masih  mendalami dan mencaritahu duduk perkara yang sebenarnya atas kejadian ini. Sanwasi enggan berkomentar banyak mengenai laporan polisi yang telah dilakukan Aop beberapa saat usai kejadian yang menimpanya ini.

“Saya sudah utus Kasie ke sekolah, juga ke UPTD untuk cari keterangan yang sebenarnya. Nanti kalau sudah jelas duduk perkaranya, kami akan sampaikan keterangan resminya kepada publik,” jelas pria yang juga pernah berporfesi sebagai guru ini.

Kasatreskrim Polres Majalengka, AKP Mukmin Hidayat menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini. Menurutnya, saat ini keduanya masih dalam bentuk pengaduan, belum masuk laporan. “Masing-masing mengadu kepada Polres, belum dalam bentuk laporan. Tapi kita kan pelajari ini,” ucapnya.

Mukmin Hidayat menambahkan, kedua pihak, Iwan maupun Aop telah membuat pengaduan tertulis. Alasan dari pihak Iwan, lanjutnya, karena merasa tidak terima dengan anaknya diperlakukan demikian. “Merasa anaknya dipotong rambutnya seperti itu, dia (orangtua murid) mengadu,” tegasnya.

Sementara Aop, juga merasa tidak terima dan juga mengadu ke  Polres Majalengka. Untuk memperjelas permasalahan tersebut, Polres Majalengka akan memanggil saksi-saksi terkait kasus itu pada hari ini (26/3). Bahkan, bila diperlukan, ujar Mukmin, pihaknya akan mengkonfrontir orangtua murid dan guru untuk menjelaskan duduk permasalahannya kepada Polisi.

Meskipun mendapatkan atensi Polres Majalengka, ia menerangkan perkembangan kasus tersebut tetap berjalan kondusif. “Yang bersangkutan tidak ada masalah. Mungkin ini hanya pendengar dan penonton atau pengamat saja yang membesar-besarkan,” ucapnya.

Merasa kedua belah pihak bisa diajak berdiskusi, maka, kata Mukmin Hidayat, Polres akan mengagendakan jalan damai.  “Kita tetap menegakkan hukum. Tetapi tidak selalu dengan cara itu, bisa juga dengan cara damai,” tukasnya.

Ia menjamin, Polres Majalengka tidak akan memihak kepada salah satunya. Mukmin  berpendapat, guru tersebut tidak memiliki niat untuk melakukan tindakan tidak terpuji, melainkan bertujuan mendidik. “Tapi orang tua murid mungkin pikirannya sedang pusing. Jadi ia marah dan melakukan tindakan itu,” ulasnya.

Namun, berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Iwan itu sudah merasa menyesal. Untuk itu, Mukmin mengimbau kepada para guru agar menyikapi masalah ini dengan baik. Begitupula orangtua murid, ia berpesan agar bersama-sama mendidik anaknya dan tidak menyalahkan guru saat terjadi sesuatu atau kenakalan dari anaknya. “Layaknya anak sekolah, harus berpenampilan seperti anak sekolah pada umumnya. Jangan berpakaian atau berpenampilan rambut seperti anak jalanan yang tidak berpendidikan,” paparnya.

PGRI Turun Tangan

Sekitar lima puluhan guru dari Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) Kabupaten Majalengka meluruk kantor Polres Majalengka, Senin siang (26/3), sekitar pukul 13.00. Mereka mendesak polisi memproses penganiayaan terhadap seorang guru SDN V Panjalin Kidul, Aop Saopudin (34) oleh orang tua siswanya.

Pimpinan rombongan PGRI, Drs Oo Sukatma Atmadja menjelaskan kedatangan para guru tersebut untuk mendorong penuntasan kasus penganiayaan terhadap Aop Saopudin oleh IH alias Iwan, orang tua salah satu murid korban. “Intinya kami prihatin dan mengutuk keras perbuatan yang menimpa rekan kami Aop Saopudin yang tengah menjalankan tugasnya sebagai pendidik,” ujar Oo kepada Radar, kemarin (26/3).

Menurut wakil ketua PGRI kabupaten Majalengka itu, perbuatan yang dilakukan Iwan tersebut, di samping penganiayaan, juga dianggap sebagai tindak pelecehan terhadap profesi guru. Apalagi, penganiayaan tersebut terjadi di lingkungan sekolah dan melibatkan para preman. Oo sepenuhnya mendukung langkah aparat kepolisian dalam penegakkan hukum dan keadilan, dengan syarat dapat memproses kejadian yang menimpa Aop hingga tuntas sesuai dengan fakta-fakta.

PGRI juga meminta kepada polisi sebagai petugas keamanan, untuk dapat menjamin dan memberikan perlindungan fisik maupun psikis terhadap Aop dan keluarganya, selama menjalani proses hukumnya hingga tuntas. “Harus diusut tuntas. Jika tidak, ada ribuan guru yang ikut tersinggung dengan perbuatan pelaku yang akan melakukan aksi yang lebih besar untuk mendorong penuntasan kasus ini,” tegas Oo. Para guru juga bersikeras menanyakan lambannya proses penangan kasus yang telah dilaporkan korban sejak sepekan lalu.

Kedatangan para guru ini diterima oleh Kabag Ops Kompol Ujang Suhanda dan Kasatreskrim AKP Mukmin Hidayat di Aula Mapolres. Kapolres Majalengka AKBP Lena Suhayati SIK Msi sedang cuti umrah dan Wakapolres Kompol Alfred Ramses SIK tengah menjalankan tes Sespim Polri. Atas tuntutan para guru tersebut, Kabag Ops Ujang Suhanda berjanji menuntaskan kasus ini. “Kami akan tuntaskan kasus ini dengan profesional, proporsional, dan tidak memihak,” ujar Ujang di hadapan puluhan guru.

Mengenai lambannya penerimaan aduan korban sepekan lalu yang baru diterima laporan resminya kemarin (26/3), Ujang berdalih, dalam penanganan perkara, pihaknya lebih mengutamakan proses lidik, sebelum melangkah ke penyidikan. Sehingga perlu kehati-hatian ekstra untuk menyimpulkannya. Ujang mengakui kelalaian aparaturnya dan meminta maaf jika kelambanan proses ini telah menyinggung dan mengecewakan perasaan para guru terutama institusi tempat korban bekerja. “Keamanan dan keselamatan pelapor, juga menjadi tanggung jawab kami. Untuk menuntaskan sebuah proses hukum,” imbuh Ujang.

Sumbe  http://www.fimadani.com