Burung hantu yang ditemukan di
Lombok dinyatakan sebagai spesies baru. Burung hantu umumnya merupakan spesies
endemik di Lombok.
Burung hantu Rinjani Scops (Otus jolandae) ditemukan oleh dua peneliti terpisah pada September 2003. Studi pertama dilakukan tim ilmuwan internasional yang dipublikasikan dalam jurnal PloS One. Ketua peneliti George Sangster dari Universitas Stockholm, Swedia membandingkan temuan pertamanya dengan spesies baru.
Burung hantu Rinjani Scops (Otus jolandae) ditemukan oleh dua peneliti terpisah pada September 2003. Studi pertama dilakukan tim ilmuwan internasional yang dipublikasikan dalam jurnal PloS One. Ketua peneliti George Sangster dari Universitas Stockholm, Swedia membandingkan temuan pertamanya dengan spesies baru.
"Saya menemukan burung hantu baru pada tanggal 3 September 2003 dan King Ben menemukan secara mandiri di lokasi berbeda pada 7 September 2003, " ungkapnya seperti dikutip BBC.
Sangster mengatakan dia berada di Lombok untuk mengumpulkan rekaman suara dari populasi lokal dari spesies nightjar. "Di malam pertama saya tiba di lombok, saya mendengar vokalisasi burung hantu yang tidak biasa, " ungkapnya.
Secara tidak sengaja, peneliti Ben King dari Departemen Ornithology, Museum Amerikan untuk Sejarah Alam di New York, AS tengah berada di Lombok di waktu yang sama. Mereka juga mereka suara dari spesies yang sama.
"Pengalaman saya mirip dengan George. Saya mendengar lagu yang terdengar seperti suara burung hantu, tapi saya tidak pernah mendengar sebelumnya saat bekerja di Indonesia, " ungkap King.
Para peneliti baru menyadari bahwa temuan tersebut merupakan spesies baru ketika memeriksa literatur taksonomi dan memeriksa rekaman lebih dekat. Untuk memverifikasi temuan, para ilmuwan mempelajari bulu di museum, mengukur bagian tubuh, dan menganalisis lagi. Mereka memutar ulang rekaman spesies yang ada di Lombok dan Sumbawa sebelum menggunakan data DNA untuk membandingkan semua spesies yang relevan.
Sangster terkejut karena temuan tersebut diketahui merupakan spesies baru. Dia menyarankan penelitian lebih lanjut dari temuan tersebut. "Studi kami menggarisbawahi bahwa setelah 150 tahun penelitian ilmiah, kita masih belum tahu semua burung di wilayah Indo-Malaya. Bahkan, Indonesia adalah harta karun untuk taksonomis, " ungkap dia.