Produk makanan yang menggunakan
daging babi, memang sangat meresahkan jika tak ada keterangan bahwa produk itu
haram apalagi oplosan. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Kosmetika, dan
Makanan (LPPOM) MUI menilai hal ini karena lemahnya pengawasan dan penindakan.
“Aspek pengawasan dan penindakan
belum rapih, sampai sekarang tidak sedikit produk seperti bakso babi, kemudian
dendeng dari babi, karena pengawasan dan penindakan tidak berjalan sehingga
aspek jaminan halal tidak ada,” kata Direktur LPPOM-MUI Lukman Hakim dalam
diskusi RUU Jaminan Produk Halal (JPH) di Fraksi PKS, Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Kamis (21/2/2013) seperti dilansir detikcom.
Menurutnya, LPPOM-MUI pernah meminta
kepada pengusaha produk makanan agar menempelkan logo bergambar kepala babi
untuk produk yang memang menggunakan daging babi, namun tak pernah dilaksanakan
oleh pengusaha.
“Ini tidak pernah dilakukan karena
lemahnya pengawasan dan penindakan. Karenanya kami perhatikan pada aspek
labelisasi (produk) halal dan pengawasan penindakan,” jelasnya.
Sementara soal kemungkinan lembaga
lain selain MUI untuk memberikan sertifikasi halal sebagaimana bahasan dalam
Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), menurut Lukman hal itu
akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kekacauan.
“(Kemungkinan) Dibukanya lembaga
pemeriksa halal. Pada tahun 2000 ada kasus Ajinomoto yang kita nilai mengandung
babi, karena ada proses sebelum produksi di pabrik yang mencampurkan babi. Tapi
pemerintah (lembaga lain) menilai Ajinomoto halal karena pada bagian akhirnya
disebut tidak mengandung babi,” terang Lukman. Saat ini Ajinomoto sudah
dihalalkan oleh MUI.
“Jadi ada risiko dan biaya politik
yang sangat tinggi, pengusaha juga akan kebingungan (jika ada lembaga pemeriksa
halal selain MUI). Nanti ada pengusaha yang ditolak halal produknya di satu
ormas tapi diterima di ormas lain, padahal ada 60 ormas Islam. Karenanya kita
sepakat MUI sebagai representasi ormas,” tegasnya.