Surat kabar terkenal ‘New York
Times’ melaporkan, Islam merupakan agama paling cepat berkembang di benua
Afrika. Wartawan surat kabar itu, Mark Lasy mengatakan, keterlibatan para
pemuka gereja dan peran mereka dalam pembantaian di Rwanda yang menelan korban
lebih dari 800 ribu jiwa menyingkap banyak fakta di depan mata orang-orang
Rwanda yang menganut ajaran Katholik mengenai misi Islam dan pesan-pesan
manusiawinya yang mengajak kepada kasih sayang, persamaan hak, keadilan,
menyugesti dialog, perkenalan dan saling berkomunikasi. Berkat upaya yang
dilakukan kaum Muslimin Rwanda dalam menyetop tindak kekerasan di negeri itu,
ribuan penduduk Rwanda berbondong-bondong menyatakan masuk Islam dan mulai
rajin shalat.
Wartawan itu telah melakukan
interview dengan sejumlah orang-orang yang telah menganut Islam di Rwanda
tersebut. Salah satunya, Ya’qub Jumah Nezimana, 21 tahun, yang masuk Islam pada
tahun 1996. Ia berkata,”Banyak orang dibunuh di dalam gereja yang dulu aku
merupakan salah satu jemaatnya. Tidak dinyana, para pendeta malah ikut membantu
para pembunuh tersebut.” Sementara Alex Rotereza yang baru saja memeluk Islam
mengatakan,”Sikap kaum Muslimin sewaktu terjadi pembantaian etnis sungguh amat
simpatik. Perkampungan di mana mereka menjadi komunitasnya telah menjadi tempat
penampungan dan perlindungan yang aman bagi seluruh warga Rwanda. Terlebih
lagi, karena kaum Muslimin dari suku Houto (kelompok yang melakukan genocide
itu berasal dari suku Houto-red) menolak bekerjasama dengan para pembunuh,
sebab ikatan emosional keagamaan bagi mereka lebih kuat ketimbang ikatan
emosional kesukuan. Sikap inilah yang kemudian –setelah pertolongan Allah, red-
menyelamatkan ribuan lebih orang-orang dari suku Tutsi dari maut yang benar-benar
telah mengancam jiwa mereka. Karena itulah, aku masuk Islam. Aku begitu yakin
Islam adalah agama kasih sayang dan cinta keadilan.” Demikian seperti yang
dilnasir surat kabar El Lewa, Yordania. (mshryn/AH)