Bob Broadfoot, pengelola perusahaan
konsultan PERC (Political & Economic Risk Consultancy) sangat antusias
mencari tahu tentang sepak terjang Anthony Salim. Rasa ingin tahunya itu
mencuat ketika dalam Pemilu 1987, nama Anthony muncul dalam daftar calon
anggota DPR/MPR-RI.
Bagi konsultan asal Amerika Serikat
itu, masuknya seorang pebisnis dalam dunia politik Indonesia (pada waktu itu),
sangat menarik. Pebisnis papan atas, bila menjadi anggota parlemen, sebagai law
maker dapat menciptakan berbagai Undang-undang. Indonesia menurut dia sedang
mengalami perubahan, terminologi populer untuk kata yang kemudian dikenal
menjadi transformasi.
Perubahan itu bakal terjadi
mengingat Anthony merupakan pewaris konglomerasi Salim Group. Ke arah mana
perubahan itu, sangat menarik untuk diantisipasi, sebab Anthony berasal dari
etnis minoritas Tionghoa.
Kepada korespondennya di Indonesia,
Broadfoot yang berbasis di Hong Kong meminta supaya laporan tentang sosok
Anthony Salim lebih diperdalam dalam jurnal "Asia Intelligence".
"I like that story", kata Bob kepada korespondennya, melalui
sambungan telepon internasional Hong Kong-Jakarta, yang pada waktu itu biaya
percakapannya masih tergolong mahal.
Akan tetapi Bob terpaksa harus
kecewa. Sebab ceritera tentang masuknya Anthony Salim di dunia politik, tak
bisa dikembangkan lagi oleh korespondennya. Selain Anthony kurang suka melayani
wawancara pers, pada saat itu kebebasan pers di Indonesia masih sangat
terbatas. Masuknya Anthony di politik, juga bukan karena ambisinya.
Ceritera Anthony Salim dan bisnis
serta perpolitikan Indonesia, merupakan sebuah kisah lama. Akan tetapi dari
sudut pengetahuan sosial, tentang bagaimana sikap orang kaya yang "low
profile", menjadi relevan. Terutama sebagai sebuah pembanding dan
pembelajaran, setelah sikap orang kaya sekaliber Hary Tanoe yang "high
profile", merebak.
Bagi Anthony setelah menjadi orang
kaya, tidak harus lebih dikenal. Juga tidak harus bersikap arogan. Anthony
sudah sejak tiga dekade lalu dipantau sebagai salah seorang pengusaha terkaya
di Indonesia. Tetapi hingga sekarang, Anthony tidak pernah mau tampil dengan label
itu.
Anthony ataupun keluarganya jauh
lebih awal memiliki stasiun TV swasta, Indosiar. Bandingkan dengan Hary Tanoe
yang berkiprah belakangan. Tak pernah terjadi Anthony Salim sebagai pemilik
Indosiar tampil seperti cara yang dilakukan bos RCTI saat ini.
Kontras dengan Hary Tanoe, sebisa
mungkin di semua acara RCTI yang menarik, semisal Indonesian Idol, kehadirannya
wajib disiarkan. Dan ketika presenter menyebut namanya harus dengan sapaan
panjang sekali.
Anthony tidak pernah terlihat
memanfaatkan layar kaca Indosiar untuk mempromosikan atau mencitrakan dirinya.
Beda banget dengan Hary Tanoe yang baru menguasai RCTI di 2001-an, yang konon
bisa begitu berkat bantuan Anthony Salim.
Bagi Anthony Salim nampaknya berlaku
hukum bahwa semakin dia dikenal, semakin besar kemungkinan dia dimusuhi.
Semakin dia mencitrakan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, semakin
ragu orang mempercayainya. Paradoks dengan Hary Tanoe.
Sikap Anthony yang terkesan tidak
mau dikenal orang, justru melahirkan banyak spekulasi. Anthony dan ayahnya yang
sudah kaya raya misalnya kelihatan khawatir kalau kedekatan mereka dengan
kekuasaan, terekspose. Khawatir akan muncul semacam kecemburuan sosial. Mereka
khawatir ketidak sukaan terhadap etnis minoritas Tionghoa yang selalu menjadi kelompok
marginal, bisa meledak kembali.
Lagi-lagi sangat berbeda dengan Hary
Tanoe. Di era SBY, begitu menjadi Presiden pada Oktober 2004, Hary Tanoe
langsung merapat ke Istana. Hary tidak segan-segan memperlihatkannya.
Gara-gara caranya merapat ke
kekuasaan, terlalu mencolok, Hary Tanoe sempat digugat oleh Eddy Sujana,
pengacara yang juga seorang aktifis Islam. Eggy menuduh Hary Tanoe sudah
memberikan hadiah mobil Jaguar kepada Andi Mallarengeng dan Dino Pati Djalal,
dua orang kepercayaan Presiden SBY di awal pemerintahannya.
Hary Tanoe tentu saja membantahnya.
Demikian pula Andi dan Dino. Tapi setelah membantah, Hary Tanoe tetap berusaha
menempel Presiden. Caranya dengan memanfaatkan eksistensi Radio Trijaya FM
Network yang belum lama diakuisisinya. Sekali dalam minggu Trijaya menghadirkan
talk show live dengan SBY di Istana.
Kontan saja pihak RRI, radio publik
milik pemerintah protes. Media lainnya pun ikut mempersoalkan kebijakan
Presiden SBY yang dianggap memberi perlakuan istimewa kepada Hary Tanoe. Hary
tidak bergeming.
Pada intinya, tuduhan Eggy Sujana
dan protes pihak RRI hanya bersumber pada satu isu. Yaitu mereka tidak senang
dengan cara Hary Tanoe. Yang sering memperlihatkan kepada publik bahwa dia
sangat dekat dengan kekuasaan.
Kembali ke awal cerita tentang sikap
Anthony menjadi semacam pembanding. Belakangan masyarakat mulai sadar bahwa
melihat Anthony Salim dan Hary Tanoe harus dengan kacamata yang tajam dan
berbeda.
Jangan sama ratakan semua pengusaha
seperti Hary Tanoe. Jangan pula pukul rata bahwa semua WNI keturunan Tionghoa,
berperangai seperti Hary Tanoe. Yang satu ini memang agak lain.
Anthony Salim misalnya dikenal
sebagai orang yang sangat cerdas. Kecerdasannya antara lain tercermin dari cara
dia membangun jaringan di birokrasi pemerintahan. Tapi yang mengerjakan
pembukaan jaringan itu, orang lain.
Anthony antara lain merekrut seorang
pemuda bernama Fianto, yang tugasnya hanya untuk bermain golf. Fianto setiap
hari harus bisa bermain golf dengan anggota TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri
yang sudah berpangkat perwira menengah (Mayor, Letkol dan Kolonel).
Pilihan terhadap para anggota dari
semua angkatan itu, atas pertimbangan, para perwira itu, kelak menjadi pejabat
penting di semua lini birokrasi Indonesia. Hasilnya sepuluh atau duapuluh tahun
kemudian ketika para perwira itu sudah menduduki posisi-posisi penting, mereka
sudah menjadi sahabatnya Fianto.
Yah sahabat Fianto berarti sahabat
Anthony. Karena Fianto bekerja atas misi dan penugasan Anthony Salim. Akhirnya
jika Anthony ingin bertemu atau bersahabat, dengan mudahnya Fianto dapat
mengatur pertemuan. Jadilah mereka sebagai sahabat yang saling menghargai.
Kepada penulis, Fianto bertutur
bahwa ia dan bossnya (Anthony Salim) memiliki hubungan baik yang berkualitas
dengan seluruh petinggi dari semua matra. Berkualitas, sebab cara Anthony
merawat hubungannya dengan para jenderal dari semua matra itu, sama dengan
ketika mereka belum menjadi perwira tinggi bahkan setelah tidak lagi punya
jabatan.
Anthony ingin punya persahabatan
yang langgeng. Sejauh mungkin menghindari konflik. Inilah yang menjadi
pertanyaan sekaligus misteri di antara Anthony Salim dan Hary Tanoe. Sebab ada
yang bilang, Hary Tanoe itu murid sekaligus kepercayaan Anthony Salim.
Atas dasar itu, maka Hary Tanoe
diberi kesempatan membeli dan memimpin PT Bimantara Citra dan grup. Tapi
kelihatannya tidak begitu. Kalau betul, Hary Tanoe dibantunya Anthony juga
pasti atau semestinya membantunya dengan membekali kiat bagaimana menciptakan
dan merawat kawan dalam persahabatan. Seperti kata sebuah pepatah tua:
"Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak !".
Akan tetapi boleh jadi Anthony
sebagai "suhu" sengaja tidak memberikan semua ilmunya kepada Hary
Tanoe. Sebab mungkin sang suhu sadar, Hary Tanoe merupakan murid yang bisa menyerang
balik sang suhu. Maka ada ilmu yang tidak diturunkannya ke Hary Tanoe.
Anthony yang prudent, mungkin memang
tak percaya pada muridnya ini. [mdr]