Sabtu, 02 Februari 2013

Misteri Hary Tanoe dan Anthony Salim


Bob Broadfoot, pengelola perusahaan konsultan PERC (Political & Economic Risk Consultancy) sangat antusias mencari tahu tentang sepak terjang Anthony Salim. Rasa ingin tahunya itu mencuat ketika dalam Pemilu 1987, nama Anthony muncul dalam daftar calon anggota DPR/MPR-RI.


Bagi konsultan asal Amerika Serikat itu, masuknya seorang pebisnis dalam dunia politik Indonesia (pada waktu itu), sangat menarik. Pebisnis papan atas, bila menjadi anggota parlemen, sebagai law maker dapat menciptakan berbagai Undang-undang. Indonesia menurut dia sedang mengalami perubahan, terminologi populer untuk kata yang kemudian dikenal menjadi transformasi.

Perubahan itu bakal terjadi mengingat Anthony merupakan pewaris konglomerasi Salim Group. Ke arah mana perubahan itu, sangat menarik untuk diantisipasi, sebab Anthony berasal dari etnis minoritas Tionghoa.

Kepada korespondennya di Indonesia, Broadfoot yang berbasis di Hong Kong meminta supaya laporan tentang sosok Anthony Salim lebih diperdalam dalam jurnal "Asia Intelligence". "I like that story", kata Bob kepada korespondennya, melalui sambungan telepon internasional Hong Kong-Jakarta, yang pada waktu itu biaya percakapannya masih tergolong mahal.

Akan tetapi Bob terpaksa harus kecewa. Sebab ceritera tentang masuknya Anthony Salim di dunia politik, tak bisa dikembangkan lagi oleh korespondennya. Selain Anthony kurang suka melayani wawancara pers, pada saat itu kebebasan pers di Indonesia masih sangat terbatas. Masuknya Anthony di politik, juga bukan karena ambisinya.

Ceritera Anthony Salim dan bisnis serta perpolitikan Indonesia, merupakan sebuah kisah lama. Akan tetapi dari sudut pengetahuan sosial, tentang bagaimana sikap orang kaya yang "low profile", menjadi relevan. Terutama sebagai sebuah pembanding dan pembelajaran, setelah sikap orang kaya sekaliber Hary Tanoe yang "high profile", merebak.

Bagi Anthony setelah menjadi orang kaya, tidak harus lebih dikenal. Juga tidak harus bersikap arogan. Anthony sudah sejak tiga dekade lalu dipantau sebagai salah seorang pengusaha terkaya di Indonesia. Tetapi hingga sekarang, Anthony tidak pernah mau tampil dengan label itu.

Anthony ataupun keluarganya jauh lebih awal memiliki stasiun TV swasta, Indosiar. Bandingkan dengan Hary Tanoe yang berkiprah belakangan. Tak pernah terjadi Anthony Salim sebagai pemilik Indosiar tampil seperti cara yang dilakukan bos RCTI saat ini.

Kontras dengan Hary Tanoe, sebisa mungkin di semua acara RCTI yang menarik, semisal Indonesian Idol, kehadirannya wajib disiarkan. Dan ketika presenter menyebut namanya harus dengan sapaan panjang sekali.

Anthony tidak pernah terlihat memanfaatkan layar kaca Indosiar untuk mempromosikan atau mencitrakan dirinya. Beda banget dengan Hary Tanoe yang baru menguasai RCTI di 2001-an, yang konon bisa begitu berkat bantuan Anthony Salim.

Bagi Anthony Salim nampaknya berlaku hukum bahwa semakin dia dikenal, semakin besar kemungkinan dia dimusuhi. Semakin dia mencitrakan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, semakin ragu orang mempercayainya. Paradoks dengan Hary Tanoe.

Sikap Anthony yang terkesan tidak mau dikenal orang, justru melahirkan banyak spekulasi. Anthony dan ayahnya yang sudah kaya raya misalnya kelihatan khawatir kalau kedekatan mereka dengan kekuasaan, terekspose. Khawatir akan muncul semacam kecemburuan sosial. Mereka khawatir ketidak sukaan terhadap etnis minoritas Tionghoa yang selalu menjadi kelompok marginal, bisa meledak kembali.

Lagi-lagi sangat berbeda dengan Hary Tanoe. Di era SBY, begitu menjadi Presiden pada Oktober 2004, Hary Tanoe langsung merapat ke Istana. Hary tidak segan-segan memperlihatkannya.

Gara-gara caranya merapat ke kekuasaan, terlalu mencolok, Hary Tanoe sempat digugat oleh Eddy Sujana, pengacara yang juga seorang aktifis Islam. Eggy menuduh Hary Tanoe sudah memberikan hadiah mobil Jaguar kepada Andi Mallarengeng dan Dino Pati Djalal, dua orang kepercayaan Presiden SBY di awal pemerintahannya.

Hary Tanoe tentu saja membantahnya. Demikian pula Andi dan Dino. Tapi setelah membantah, Hary Tanoe tetap berusaha menempel Presiden. Caranya dengan memanfaatkan eksistensi Radio Trijaya FM Network yang belum lama diakuisisinya. Sekali dalam minggu Trijaya menghadirkan talk show live dengan SBY di Istana.

Kontan saja pihak RRI, radio publik milik pemerintah protes. Media lainnya pun ikut mempersoalkan kebijakan Presiden SBY yang dianggap memberi perlakuan istimewa kepada Hary Tanoe. Hary tidak bergeming.
Pada intinya, tuduhan Eggy Sujana dan protes pihak RRI hanya bersumber pada satu isu. Yaitu mereka tidak senang dengan cara Hary Tanoe. Yang sering memperlihatkan kepada publik bahwa dia sangat dekat dengan kekuasaan.

Kembali ke awal cerita tentang sikap Anthony menjadi semacam pembanding. Belakangan masyarakat mulai sadar bahwa melihat Anthony Salim dan Hary Tanoe harus dengan kacamata yang tajam dan berbeda.

Jangan sama ratakan semua pengusaha seperti Hary Tanoe. Jangan pula pukul rata bahwa semua WNI keturunan Tionghoa, berperangai seperti Hary Tanoe. Yang satu ini memang agak lain.

Anthony Salim misalnya dikenal sebagai orang yang sangat cerdas. Kecerdasannya antara lain tercermin dari cara dia membangun jaringan di birokrasi pemerintahan. Tapi yang mengerjakan pembukaan jaringan itu, orang lain.

Anthony antara lain merekrut seorang pemuda bernama Fianto, yang tugasnya hanya untuk bermain golf. Fianto setiap hari harus bisa bermain golf dengan anggota TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri yang sudah berpangkat perwira menengah (Mayor, Letkol dan Kolonel).

Pilihan terhadap para anggota dari semua angkatan itu, atas pertimbangan, para perwira itu, kelak menjadi pejabat penting di semua lini birokrasi Indonesia. Hasilnya sepuluh atau duapuluh tahun kemudian ketika para perwira itu sudah menduduki posisi-posisi penting, mereka sudah menjadi sahabatnya Fianto.

Yah sahabat Fianto berarti sahabat Anthony. Karena Fianto bekerja atas misi dan penugasan Anthony Salim. Akhirnya jika Anthony ingin bertemu atau bersahabat, dengan mudahnya Fianto dapat mengatur pertemuan. Jadilah mereka sebagai sahabat yang saling menghargai.

Kepada penulis, Fianto bertutur bahwa ia dan bossnya (Anthony Salim) memiliki hubungan baik yang berkualitas dengan seluruh petinggi dari semua matra. Berkualitas, sebab cara Anthony merawat hubungannya dengan para jenderal dari semua matra itu, sama dengan ketika mereka belum menjadi perwira tinggi bahkan setelah tidak lagi punya jabatan.

Anthony ingin punya persahabatan yang langgeng. Sejauh mungkin menghindari konflik. Inilah yang menjadi pertanyaan sekaligus misteri di antara Anthony Salim dan Hary Tanoe. Sebab ada yang bilang, Hary Tanoe itu murid sekaligus kepercayaan Anthony Salim.

Atas dasar itu, maka Hary Tanoe diberi kesempatan membeli dan memimpin PT Bimantara Citra dan grup. Tapi kelihatannya tidak begitu. Kalau betul, Hary Tanoe dibantunya Anthony juga pasti atau semestinya membantunya dengan membekali kiat bagaimana menciptakan dan merawat kawan dalam persahabatan. Seperti kata sebuah pepatah tua: "Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak !".

Akan tetapi boleh jadi Anthony sebagai "suhu" sengaja tidak memberikan semua ilmunya kepada Hary Tanoe. Sebab mungkin sang suhu sadar, Hary Tanoe merupakan murid yang bisa menyerang balik sang suhu. Maka ada ilmu yang tidak diturunkannya ke Hary Tanoe.

Anthony yang prudent, mungkin memang tak percaya pada muridnya ini. [mdr]