Ketika ditemukan kasus penyakit sapi
gila di California tahun lalu, Pemerintah Indonesia menunjukkan ketidaksukaan
dan kemudian menjadi negara pertama yang menolak sapi dari Amerika Serikat.
Akibatnya penjualan daging sapi ke AS ke Indonesia anjlok menjadi hampir tidak
ada. Demikian diberitakan Star Telegram, kelompok media Mc
Clatchy Newspaper.
Menyikapi ketidakpuasan produsen
ternak utamanya di California dan Texas, pemerintah AS melakukan perlawanan:
sebelum membawanya ke WTO, pemerintah Obama menekan Indonesia untuk membuka
pasar dan 240 juta penduduknya untuk produk ekspor AS. Jika tidak, akan ada
konsekuensinya.
“Tidak ada dasar ilmiah untuk menolak sapi
AS,” ujar John Harris, pemilik peternakan sapi Harris Ranch Beef Co.,
sebuah usaha turun temurun di California sejak 1930-an. Senada dengan itu,
Kevin Kester, seorang peternak yang juga generasi kelima dari usaha keluarga di
Parkfield, Calif., mengatakan aksi penolakan Indonesia sebagai “aksi politik
latah” –reaksi seketika/refleks- red.–.
Dengan ekspor sapi mencapai hampir
13 persen dari seluruh pasar industri sapi AS tahun lalu, pelaku industri sapi
mengatakan mereka bergantung pada ekspor untuk bertahan. Pejabat AS dalam
industri ini mengatakan pasar luar negeri menjadi sangat penting untuk menjual
bagian potongan sapi yang tidak laku di dalam negeri. Jepang misalnya, tertarik
pada lidah sapi. Hal ini menaikkan nilai dagang daging sapi AS ke Jepang
sebesar 19 persen pada tahun 2012. Senin (28/1) Perwakilan Dagang AS Ron Kirk
mengatakan AS menyepakati perjanjian dengan Jepang untuk menghapus beberapa
pembatasan pada penjualan sapi. Langkah yang dapat mendatangkan tambahan
penjualan untuk AS hingga ratusan juta dollar di tahun mendatang, imbuhnya.
Industri sapi punya pengaruh yang besar untuk ekonomi AS karena menyerap 1,4
juta pekerjaan. Tahun 2011, 742.000 ekor sapi seantero AS menghasilkan 44
miliar dollar.
Kedubes Indonesia di Washington DC
tidak akan membahas kasus pembatasan kuota impor ini, namun mengatakan akan
memperhatikan aksi AS dan akan merespon di waktu yang tepat. “Pemerintah
Indonesia tidak bermaksud untuk membatasi impor, namun untuk memastikan semua barang
yang diimpor aman untuk konsumsi dan aman untuk lingkungan,” terang pihak
kedubes.Meskipun Indonesia memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara,
perdagangan AS menunjukkan bahwa Indonesia hanya menyumbang 0,6 persen dari
ekspor daging AS selama 2011 atau bernilai sekitar 17 juta dollar. Dan impor
dari AS ini memenuhi 20 persen daging sapi yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia.
Bersamaan dengan pembatasan kuota
impor sapi ini, Indonesia juga membuat tidak senang industri pertanian AS
dengan menerbitkan aturan baru yang membuat AS sulit untuk menjual berbagai
macam produk termasuk buah segar, sayuran, jus, bunga dan buah kering. Ini
menghadirkan kegelisahan di Washington. Indonesia masuk lima besar importir
buah apel Washington dan menyumbang pasar AS sebesar 57 juta dolar untuk ceri,
pir, dan buah lainnya dari Pacific Northwest.
Selama kunjungan ke Indonesia tiga
tahun lalu, Mark Powers, wakil presiden Northwest Horticulural Council
di Washington, mendapati pedagang buah kaki lima di Jakarta menjual apel merah
dari Washington. Sekarang, jelas Powers, ekspor ke Indonesia turun 67 persen
sejak November 2012. Ini sama saja dengan kerugian setidaknya dua juta dollar
bagi petani apel di Washington.
Tekanan AS ke Indonesia berasal dari
masa sulit bagi industri sapi di dalam negeri pemasok sapi terbesar dunia ini.
Bahkan Texas, negara bagian dengan eskpor terbesar, mulai menunjukkan
tanda-tanda masalah. Bulan lalu, Cargill dari Minnesota mengatakan akan
menghentikan produksi pemrosesan daging sapinya untuk waktu yang tidak bisa
ditentukan dan membuat 2000 orang mengganggur, utamanya karena penurunan
pasokan sapi disebabkan oleh musim kering. Jumlah pasokan saat ini merupakan
yang terkecil sejak tahun 1952.
Secara keseluruhan, ekspor sapi AS
mencapai 5,4 miliar pada 2011 dan diharapkan lebih tinggi untuk tahun 2012
(angka untuk bulan Desember 2012 belum tersedia). Meskipun angka ekspor sapi
meningkat 2 persen selama 11 bulan pertama di 2012, jumlah sapi yang diekspor
berkurang sebesar 11 persen, demikian menurut US Meat Export Federation
(USMEF). Untuk Indonesia sendiri, terjadi penurunan sebesar 91 persen untuk
Januari-November 2012 dibandingkan periode yang sama pada 2011.
Hanya dua negara yang mengeluarkan
kebijakan melarang impor sapi dari AS karena penyakit sapi gila tahun lalu:
Indonesia dan Thailand. Para pejabat di industri sapi AS mengatakan larangan di
Indonesia telah diganti dengan kebijakan kuota yang ketat dan persyaratan yang
memaksa eksportir AS untuk mendapatkan perizinan yang membuat hampir tidak mungkin
untuk produsen ternak untuk menjual produk mereka.
Selain mengkhawatirkan tentang kuota
impor, produsen ternak AS juga menghadapi persoalan lain dalam menjual daging
ke negara Muslim terbesar ini. Indonesia mensyaratkan daging sapi impor untuk
disembelih sesuai tuntunan Islam. Artinya, eksportir harus memperoleh
sertifikat penyembelihan secara Islam. Pejabat industri sapi AS menanggapi
biasa, mengatakan hal itu hanya merupakan syarat untuk melakukan bisnis di
pasar khusus seperti di negeri Muslim.
Menanggapi kebijakan kuota
Indonesia, para pejabat AS mengatakan Indonesia telah melanggar aturan
perdagangan global dengan melindungi industri pertanian/peternakannya dari
persaingan. Jika kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa secara
mandiri, AS akan meminta WTO untuk membuat panel penyelesaian sengketa pada
Maret nanti. Ketika mengungkapkan hal itu, John Kirk mengeluhkan bahwa
Indonesia telah membuat “rezim perizinan impor yang rumit dan sepihak”.
“Kami akan terus menjelaskan kepada
rekan dagang kami bahwa kami akan berjuang mendukung tiap profesi di AS yang
dirugikan oleh pembatasan yang tidak adil dari luar negeri,” bela Kirk.
Banyak anggota Kongres mendorong
Kirk untuk bertindak. Juni nanti, dua anggota DPR Washington menginisiasi surat
kemudian ikut ditandatangani oleh 19 anggota DPR lainnya, mendesak pemerintah
AS untuk “mengejar semua peluang” untuk memaksa Indonesia menerima lebih banyak
produk ekspor mereka.
Ini bukan pertama kalinya AS dan
Indonesia berseteru dalam dunia dagang. Indonesia pernah protes ke WTO atas
pelarangan rokok yang memiliki rasa akibat perubahan regulasi tembakau di AS
tahun 2009. Indonesia menilai regulasi tersebut diskriminatif terhadap produk
rokok dari Indonesia. Peternak udang di pantai selatan AS juga sedang bersitegang
dengan Indonesia, meminta pemerintah AS untuk mengenakan bea masuk untuk produk
udang Indonesia yang diekspor ke AS.