Senin, 19 Desember 2011

MENCONTEK, AWAL DARI KORUPSI

BERANTAS KORUPSI: Pelajar SMA Surakarta mengikuti sosialisasi gerakan anti korupsi di aula SMAN 4 Surakarta, Senin (19/12).
Memperingati hari anti korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) menergetkan bisa memberikan brainstorming pada 1.000 siswa SMA di tujuh kota di Indonesia. Bangku sekolah dianggap memiki peran penting untuk memutus mata rantai korupsi yang seakan telah menjadi budaya pejabat negara.


"Siswa diajak untuk mencegah korupsi semenjak dini. Dilakukan mulai dari hal-hal yang sederhana. Tidak mencontek saat ujian. Tapi ternyata saat ditanya, hampir semuanya pernah melakukannya," kata Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Illian Deta Arta Sari, saat ditemui dalam sosialisasi anti korupsi di Solo yang bertempat di SMAN 4 Surakarta, Senin (19/12).

Jika budaya mencontek ini terus-menerus dilakukan, maka kecurangan-kecurangan lain akan menjadi kebiasaan. Mereka akan menjadi mati rasa saat melakukan pelanggaran. Akibatnya, saat dewasa dan menjadi pejabat tak segan untuk melakukan korupsi. Tujuh kota yang ia maksudkan adalah Bandung, Cirebon, Brebes, Semarang, Salatiga, Yogyakarta dan terakhir adalah Solo.

Selain mencontek, hal lain yang bisa dicegah misalnya membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan tidak mengikuti ujian alias "nembak". Jika dijalan raya kena tilang, maka berupaya untuk melakukan "transaksi damai" dengan membayar sejumlah uang. "Ini namanya memberikan uang pada koruptor," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut dia juga menekankan pada siswa, jika pendidikan sekolah bukan hanya semata belajar dan memperoleh nilai-nilai baik. Mereka juga harus berani melaporkan setiap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sekolahnya. Misalnya, ada pembangunan gedung yang tak kunjung selesai.
Sementara itu, Koordinator Biro Advokasi LPH YAPHI, Yusuf Suranto, mengharapkan pendidikan anti korupsi ini bisa masuk dalam kurikulum sekolah. Alasannya, korupsi pada saat ini telah dilakuakn secara sistematis maka penyelesaiannya harus dilakukan dengan cara yang sama.

Terpisah, Koordinator Pengawas SMP, SMA dan SMK Dikpora, Soedjinto sepakat jika pendidikan anti korupsi dimasukkan dalam kurikulum. Bukan berdiri dalam mata pelajaran tersendiri, melainkan diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sudah ada sebagaimana pendidikan karakter. "Jika dibuat dalam mata pelajaran sendiri, maka akan memberatkan siswa," ujar Soedjinto.


Sumber  http://suaramerdeka.com